Oleh Sutono Adiwerna (Solopos, 28 April 2019)
Amira mendengus sebal. Buku cerita yang ia beli di pameran buku sepekan lalu tidak ada di dalam tasnya. Buku cerita itu bukan buku biasa. Buku cerita itu ia beli dengan mengumpulkan uang berhari-hari. Buku itu juga ada tanda tangan penulisnya.
Bel tanda istirahat sudah selesai berdentang. Amira masih mencari bukunya yang baru ia baca beberapa halaman tersebut.
“Dew kamu pinjam buku ceritaku?” tanya Amira pada Dewi, teman sebangkunya yang baru datang dari kantin.
“Enggak. Kan begitu bel istirahat aku langsung ke kantin. Buku apa sih?” Dewi balik bertanya.
“Buku cerita. Judulnya Lorong Ajaib, buku itu ada tanda tangan penulisnya.”
“Yakin kamu bawa ke sekolah?”
“Yakinlah. Habis Salat Subuh, aku sempat baca sebentar terus buku itu aku masukkan ke dalam tas.”
Amira dan Dewi masih sibuk membolak-balikkan tas merah milik Amira ketika Bu Utami sudah ada di dalam kelas.
“Amira, Dewi ada apa? Kalian mencari sesuatu?”selidik Bu Utami.
“Buku cerita Amira hilang Bu, padahal katanya buku tersebut sudah ia masukkan ke dalam tas sebelum berangkat ke sekolah,” jawab Dewi karena melihat sahabatnya sudah hampir menangis.
“Kamu enggak pinjam, Wi?” tanya Bu Utami kembali.
Dewi menggelengkan kepala.
“Kronologinya bagaimana sampai bukumu hilang, Amira?” Bu Utami bertanya kepada Amira.
Amira mengusap air matanya dengan telapak tangan.
“Tadi saat bel istirahat, saya ke koperasi beli sampul plastik. Niatnya buat nyampulin buku cerita. Tapi ternyata buku cerita tidak ada Bu. Huhu…” tangis Amira kembali meledak.
“Yang lain adakah yang melihat atau meminjam tanpa sepengetahuan Amira?” tanya Bu Utami kepada seisi kelas. Kelas V mendadak senyap, sepi.
“Danang selaku ketua kelas, apa solusimu?”
Bu Utami berjalan menuju bangku tempat Danang duduk.
“Mmm.. Bagaimana kalau semua tas ditaruh di atas meja. Terus digeledah satu demi satu,” usul Danang.
“Setuju usul Danang?”
“Setujuuuuuu.”
“Baiklah. Semua tas ditaruh di atas meja. Kalian keluar kelas. Biar Ibu, Danang dan Amira memeriksa tas kalian satu persatu,” perintah Bu Utami tegas.
Setelah semua siswa keluar kelas, satu persatu Bu Utami, Danang dan Amira membuka isi tas demi tas siswa kelas V SD Suka Maju itu. Mata Amira terbelalak kaget ketika mendapati buku berjudul Lorong Ajaib ia temukan dari tas Anisa. Anisa dikenal anak yang paling kalem di kelas Amira.
“Bu, bukunya ada di tas Anisa Bu,” seru Amira.
“Apa?” Bu Utami sama terkejutnya dengan Amira. Begitu juga dengan Danang.
“Benar itu buku kepunyaanmu?”
“Benar, Bu. Selain penulis dan judulnya sama, di dalamnya juga ada tanda tangan Saraswati penulisnya. Padahal, waktu bedah buku di pameran buku kemarin, saya tidak melihat Anisa datang.”
“Hmm…buku sementara Ibu simpan ya, nanti pulang sekolah kalian dan Nisa ke ruangan Ibu,” perintah Bu Utami.
“Tapi, Buu,” sela Amira dan Danang kompak.
“Kalian, Ibu harap bisa menahan diri. Danang sekarang ajak teman-temanmu masuk ke kelas. Kita lanjutkan pelajaran,” perintah Bu Utami.
Danang segera keluar kelas, memanggil teman-temannya.
***
Sepanjang pelajaran Bu Utami, Amira menatap sebal Anisa. “Huu kalem-kalem pencuri,” kata lirih Amira.
“Siapa pencuri, Mir?” tanya Dewi.
“Enggak. Siapa yang ngomongin pencuri?” bantah Amira.
Setelah bel pulang berbunyi, Amira menghampiri bangku Anisa. “Nis, kita disuruh ke ruangan Bu Utami.”
“Buat?”
“Dah enggak usah banyak tanya,” ujar Amira ketus.
***
Amira, Danang dan Anisa sudah di ruangan Bu Utami. Sebelum berbicara, Bu Utami melepas kaca mata dan menaruhnya di kotak kacamata.
“Begini, Anisa. Ibu, Danang, dan Amira mendapati buku ini dari tas kamu,” Bu Utami membuka percakapan.
“Itu buku saya, Bu. Mungkin judul dan penulisnya sama dengan buku Amira yang hilang,” ujar Anisa.
“Tapi kok ada tanda tangan Saraswati? Kan kamu enggak datang pas bedah bukunya,” sela Amira, sengit.
“Oh itu. Saraswati itu kakakku, ia kuliah di Semarang sambil menulis,” jelas Anisa.
“Enggak mungkin. Itu cuma akal-akalanmu kan?” emosi Amira memuncak.
“Amira, tahan emosimu,“ Bu Utami menenangkan.
“Tapi Bu! Mana ada pencuri ngaku. Nanti penjara penuh dong.”
“Am…,“ Bu Utami hendak berbicara, tapi mendadak ruangannya ada yang mengetuk berkali-kali.
“Masuk,“ kata Bu Utami.
“Maaf Bu, saya nyari Kak Amira, mau balikin buku ini,“ ujar Koko.
Koko adalah adik semata wayangnya Amira.
“Tadi pagi, Koko ngambil buku ini dari dalam tas Kak Amira. Maafin Koko ya Kak, enggak izin dulu. Habis judulnya bikin penasaran. Hehe…”
Mendadak lidah Amira tercekat. Mukanya panas, mungkin merah seperti kepiting rebus karena malu telah menyangka Anisa telah mencuri bukunya.
Leave a Reply