Cerpen Mawan Belgia (Banjarmasin Post, 03 Juni 2018)
ADA yang hilang dan kami pada Hari Jumat. Itulah yang kami rindukan, itulah yang dulu bikin kami senang. Itu yang akan kami wariskan pada anak cacu kami, karena zaman menampakkan segala kemewahannya. Mau tak mau semua itu ditinggalkan. Jadinya generasi setelah kami hanya akan menjadi pendengar, kami membatin melangkah menuju masjid.
Satu per satu apa yang bikin senang di kampung kami mulai hilang. Memang kini banyak berubahnya. Perubahan itulah yang membuat perseteruan. Tentang usulan pergantian nama kampung, itulah yang menjadi biang keroknya. Memang perdebatan itu sewaklu-waktu berjeda. Manakala ada berita dalam negeri yang berhasil mencuri perhatian kami. Misalnya tentang kasus Papa kemarin sore, yang selalu banyak akal saat dipanggil KPK. Juga tentang gubernur yang terkilir lidahnya saat membaca pancasila. Atau tentang hutang negara menumpuk segunung.
“Utang membengkak tak apa, asalkan pembangunan insfrastruktur berjalan. Pembangunan menyebar dan merata ke seantero negeri.”
“Merata dari Hongkong. Malahan Tanah Mandar hanya mendapat cipratannya. Tanah Jawa sudah sesak pembangunan, di Mandar masih banyak jalan yang buta,” obrolan kami pada suatu malam.
Jika tidak ada berita dalam negeri yang viral dan bisa mencuri perhatian kami. Maka tentang usulan pergantian nama kampung akan kembali diperbincangkan hingga diributkan.
Leave a Reply