“Kalau dulu tak apa Bardo, aku bisa mengerti. Tapi sekarang aku telah menjadi langganan tetapmu, masa’ tak ada harga diskon untuk langganan,” kilah Haji Mardun. Aku pikir ada benarnya juga ucapan Haji Mardun. Beberapa bulan ini ia memang telah menjadi langganan tetapku yang setiap hari aku antar kemana pun ia pergi. Aku juga banyak tahu dari cerita Haji Mardun sendiri tentang keluarga dan bisnisnya. Di pasar kecamatan Haji Mardun memiliki sebuah toko besar. Di beberapa tempat yang sering kukunjungi saat mengantar Haji Mardun, biasanya saat ia mengubah rute, ternyata haji Mardun mengontrol kebunnya yang berada di beberapa tempat. Haji Mardun memiliki kebun buah, sayur-sayuran dan kebun kelapa sawit. Semua usahanya telah ada yang mengurus, Haji Mardun hanya mengontrol. Haji Mardun juga sering bercerita tentang tiga anaknya yang sukses di luar negeri tapi jarang sekali pulang ke tanah air untuk mengunjunginya. Haji Mardun hanya tinggal dengan istri dan Sunarti asisten rumah tangganya.
Baca juga: Tamu Misterius Pembawa Pesan – Cerpen Ken Hanggara (Padang Ekspres, 04 Februari 2018)
“Baiklah pak haji, saya beri diskon harga dua puluh lima persen ya. Ini harga khusus untuk langganan seperti pak haji,” kataku padanya. Kulihat haji itu tersenyum dan roman wajahnya terlihat sumringah.
***
Menjelang lebaran adalah lebaran yang sungguh sangat mengejutkan bagiku. Haji Mardun memanggilku ke rumahnya. Awalnya aku mengira Haji Mardun akan memintaku untuk mengantarnya ke suatu tempat. Masih kuingat beberapa malam yang lalu ia mengajakku berbincang lama. Aku memang tak mudik lebaran ini karena memang tak cukup punya uang, dan kampungku pun jauh dari sini. Aku adalah seorang perantauan di daerah ini. Meski hanya menjadi tukang ojek, aku masih bersyukur bisa menghidupi keluargaku. Di daerah asalku sana, profesi tukang ojek konvensional telah tergerus oleh tukang ojek yang menggunakan aplikasi atau yang disebut ojek online.
Haji Mardun memberiku bingkisan kue lebaran dan memberiku sebuah amplop yang sangat tebal. Ia bercerita jika itu adalah semacam THR buatku. Ia telah membuat kalkulasi terperinci dari diskon harga ojek yang aku berikan padanya juga kalkulasi nominal saat ia mengubah rute tujuan. Katanya itu adalah semacam tabungan atau tunjangan bagiku. Ia bahkan kemudian menambah nominalnya. Aku tentu saja sangat terkejut dan senang karena itu adalah THR pertama yang pernah aku terima sepanjang hidupku sebagai seorang tukang ojek walau aku tentu saja tak pernah ingin selamanya jadi tukang ojek. Saat kuhitung jumlah uangnya, sungguh bagiku itu sangat besar.
Fika
1. Banyak orang kampungku, khususnya beberapa teman tukang ojek yang mangkal denganku di persimpangan jalan tak jauh dari rumah Haji Mardun mengatakan jika ia adalah seorang yang sangat pelit. Mungkin benar kata mereka, tapi menurutku sebenarnya Haji Mardun itu bukan orang yang pelit, hanya ia orang yang sering bersikap seenaknya sendiri dan orang lain harus mengikuti kehendaknya.
Latar tempatnya dimana kak?
Kampung ? Atau pangkalan ojek?