Cerpen Maskur (Fajar, 07 Oktober 2018)

Surat dari Korban ilustrasi Fajar
Tuhan, pada apa dan siapa dipersalahkan? Sebenarnya kehidupanku yang Kau berikan bukanlah tanpa pilihan. Tetapi tidak banyak, hanya dua. Pertama, kujalani sebagaimana aturan-Mu. Seperti manusia normal. Tanpa disebut menyalahi takdir. Mengalir sebagai mana mestinya yang diharapkan oleh semua manusia normal dan Engkau. Mengikuti seperti bentuk yang diberikan oleh-Mu. Engkau Maha Tahu, apa jadinya bila ini kupilih? Tentunya ini akan mambuat aku terpenjara.
Pilihan kedua, mengikuti keadaan dalam diriku yang berhasrat. Aku tak perlu berpura-pura sehat. Menutupi kekuranganku dengan kebohongan rapat. Sesungguhnya aku sakit. Dengan konsekuensi berat. Meniti jalan di atas jalan terlarang penuh umpat. Aku dicap sebagai menyalahi kodrat. Menambah angka deretan sampah masyarakat. Orang akan menghujat. Dan aku disebut terlaknat.
Baca juga: Tikus Raskin – Cerpen Kartika Catur Pelita (Fajar, 29 Juli 2018)
Ah, Tuhan, kalau saja hanya kampung dan adat yang menentang. Bisa saja aku pergi ke luar negeri. Lalu menikah dengan orang yang kucintai. Namun, lebih dari itu. Pun agama-Mu melarang. Mengharamkan! Dunia dan akhiratku akan celaka. Cerita sejarah umat terdahulu-Mu tertulis dalam kitab suciku. Firman-Mu menceritakan laknatullah hingga dibinasakan. Lalu bagaimana aku menjatuhkan pilihan pada keadaan ini? Bukan siksamu yang membuatku gentar. Aku tidak ingin mendurhakai-Mu. Sebab nikmatmu tak bisa kudustakan.
Semua telah tersingkap tabir baik buruknya. Tergambar jelas risiko setiap langkah yang menunggu. Dengan bimbang aku melewati hari-hariku. Tuhan, jalan manakah yang harus kutempuh? Mengapakah aku diberikan rasa bila pada kenyataanya itu terlarang? Tak seorang pun manusia menginginkan jiwa serupa ini. Aku pun jua. Tiada pernah kuimpikan perasaan ini. Tiada secuil pun kudambakan kegilaan ini. Dan tentunya tiada pernah kucita-citakan hidup dalam keterkungkungan.
Leave a Reply