Abdullah Salim Dalimunthe, Cerpen, Padang Ekspres

Taman Penghapus Kenangan Terpahit

0
(0)

Cerpen Abdullah Salim Dalimunthe (Padang Ekspres, 18 November 2018)

Taman Penghapus Kenangan Terpahit ilustrasi Padang Ekspres.jpg

Taman Penghapus Kenangan Terpahit ilustrasi Padang Ekspres 

Antrean masuk ke taman itu masih juga panjang. Padahal, sudah dua jam lebih kau berada dalam antrean. Bergerak selangkah demi selangkah lalu berhenti dan menunggu petugas-petugas itu memberikan aba-aba agar para pengantre bergerak maju kembali. “Beginilah jadinya kalau telanjur viral di media sosial,” celetukmu kesal. Seorang perempuan muda yang usianya mungkin tidak jauh berbeda darimu tersenyum dan menoleh. Perempuan muda itu mengantre di barisan yang ada di sebelah. Engkau menggeleng-geleng—cenderung bermakna tidak menyangka ketimbang merasa takjub. Lima baris antrean, dua jam berlalu, dan saat ini, antrean di depanmu masih juga panjang? Engkau tercenung; sebegini banyakkah orang yang ingin kenangan terpahitnya lenyap dari memori otak? Maksudmu, sebegitu banyakkah orang—di dunia ini (sebab di belakangmu ada banyak pengantre yang berasal dari negeri-negeri yang jauh)—yang menderita akibat kenangannya sendiri? Sebegitu tersiksakah mereka—sehingga rela mengantre berjam-jam demi menghapus kenangan tersebut? Lalu kautatap perempuan muda yang ada di kananmu—yang tadi menoleh kepadamu dan kini menoleh lagi.

“Harusnya bulan lalu saya kemari, saat masih sedikit orang yang tahu,” perempuan muda itu menyesalkan.

“Begitu pula dengan saya, harusnya waktu itu saya tidak usah ragu-ragu,” engkau turut menyayangkan.

Baca juga: Bukan Saya – Cerpen Abdullah S Dalimunthe (Lampung Post, 15 Juli 2018)

Awalnya, engkau memang tidak menaruh minat ke taman itu. Barangkali, kau sulit memercayai cerita-cerita tentang kehebatan taman itu. Taman yang semula taman biasa, lalu tiba-tiba menjelma menjadi sebuah taman ajaib setelah sebelumnya diguyur hujan selama lima hari berturut-turut tiada henti. Dan, air hujan yang tercurah itu, hanya jatuh dan membasahi taman itu saja—sampai pada kalimat ini saja, engkau langsung menyudahi perbincangan dengan seorang kawan ketika itu, belum lagi pada hari-hari berikutnya, tatkala banyak kawan yang gencar membicarakan keajaiban taman itu dan kau lantas tertawa. Orang-orang kemudian percaya, air hujan itulah yang menyebabkan taman akhirnya memiliki keistimewaan: dapat menghapus kenangan terpahit tiap-tiap orang yang datang dan berdiam diri di taman itu selama (sekurang-kurangnya) lima menit.

Loading

Leave a Reply

error: Content is protected !!