Cerpen Sungging Raga (Pikiran Rakyat, 02 Desember 2018)

Penjaga Warung ilustrasi Safa’at/Pikiran Rakyat
KAMI memanggilnya Yu Nalea, pemilik warung nasi di daerah Selokan Mataram, di salah satu sudut Kota Yogyakarta, dekat Universitas Gadjah Mada.
BAGI mahasiswa yang kebetulan mendapatkan tempat kos atau kontrakan di daerah itu, mereka pasti mengenal Yu Nalea, sebab posisi warungnya strategis, berdiri di sudut simetris, antara pangkalan ojek dan sepasang minimarket yang berbaris. Entah sejak kapan ia berjualan nasi, tetapi keberadaannya telah diwariskan turun-temurun, mahasiswa angkatan tua akan memberi tahu mahasiswa angkatan muda agar makan di warung itu. Mahasiswa abadi akan memberi tahu mahasiswa yang tak mau abadi agar selalu singgah di situ untuk sarapan atau makan siang, sebab jika tidak maka dukamu akan abadi.
Baca juga: Mengukur Perpisahan – Cerpen Sungging Raga (Tribun Jabar, 28 Oktober 2018)
Biasanya, nama-nama tempat makan di Yogyakarta memang selalu diikuti nama pemiliknya. Gudeg Yu Narni, Gudeg Yu Jum, Gudeg Bu Ahmad, hingga Sego Pecel Bu Wiryo yang pernah disukai Presiden Jokowi. Nama-nama itu telah melegenda, dan dipastikan sukses. Namun, Yu Nalea hanya penjual nasi biasa. Warungnya kecil, hanya dua meja disusun berbaris dan tiga kursi panjang, tidak lebih besar dari warung-warung burjo yang sempat mencapai puncak eksistensinya di Yogyakarta di tahun dua ribuan.
Di warung itu pun Yu Nalea hanya sendiri. Selalu sendiri. Tetapi tangannya seakan digandakan, begitu cekatan melayani pembeli yang datang dan pergi seperti kenangan. Ada yang minta dibungkus, ada yang makan di tempat, ada yang hanya pesan kopi, lalu berbincang ke sana-kemari, dari pagi sampai senja, sampai akhirnya datang lapisan-lapisan malam, melemparkan para pengunjung seperti nasib-nasib yang berserakan.
Carolinewong
Apik dan apik.