Dibalut perasaan senang dan penasaran, aku bergegas membuka bingkisan yang berwarna hitam itu. Hepp, tiba-tiba kak Aska menahan, “Jangan buka di sini. Ayo kita ke taman,” ajaknya sambil menarik kedua tanganku. Sesampai di taman, hembusan angin membelai wajahku. Bungkusan aku buka berlahan. Di dalamnya ada dua buah gelang, bertulisan Bolot dan Lemot. Aku tersenyum membaca tulisan itu. Bolot adalah panggilan akrabku ke kak Aska, sedangkan Lemot panggilan akrab kak Aska ke aku.
Tiba-tiba kak Aska menggenggam kedua tanganku, lalu menatap kedua mataku dengan penuh makna, “Aku bisa hidup tanpa matahari, aku tak perlu melihat cahaya rembulan, tapi aku tak bisa hidup tanpa cahaya wajahmu. Jujur aku sangat menyukaimu. Aku tulus mencintaimu. Maukah kamu jadi pacarku?” tanyanya.
“Tapi kak Aska, aku nggak bisa,” sahutku.
Ada kekecewaan di wajah kak Aska. Ia melepaskan genggaman tanganku. “Maksudnya, aku nggak bisa nolak, Kak”
Kak Aska pun terkejut, lalu tersenyum. Segar sekali senyumannya, “Makasih ya Lemot, aku berjanji akan setia dan selalu menjagamu,” bisiknya.
“Sama-sama Bolot, aku juga akan selalu ada untukmu,” katanya.
Beberapa saat kemudian gelang bertulisan Bolot dan Lemot pun sudah melingkar di pergelangan kami. Setahun kemudian kami memutuskan untuk LDR karena kak Aska akan melanjutkan studinya ke luar kota.
***
Ketika aku di kelas XII IPS 3, ada semakin paham karakter kawankawan, karena sudah lama bergaul. Aku mulai paham dengan Fira, Rara dan Caca. Anak-anak ini tak bisa hidup tanpa lipstik. Rasih dan Tasya, suaranya yang super melengking membuat gendangku hampir pecah. Aisyah, Ayu, dan Monik anak yang rajin, cupu, dan pintar. Agil, Adam dan Bayu, anak-anak yang suka bolos dan nggak mau tahu dengan tugas yang diberikan guru. Fadel,Taufik, Rival dan Anzal pecinta gamer sejati. Tanpa game, hidup mereka tak bewarna. Aku, Angel, dan Okta, kami dinobatkan sebagai rombongan orang-orang penggosip, heboh, dan agak sedikit bandel.
Leave a Reply