Cerpen Adi Zamzam (Tribun Jabar, 06 Januari 2019)
“SELAMAT pagi,” ujarku ragu-ragu, mengingat ujaran miring yang pernah kudengar terkait lelaki ini. Seseorang yang ingin kutemui sebelum satu per satu kompleks perumahan di jalan ini membuka pintunya masing-masing. Saat itu, lelaki ini pasti sudah angkat kaki ke lain tempat. Mungkin mencari pembeli lain.
“Selamat pagi,” lelaki itu menjawab dengan senang. Tapi ia kemudian menunggu.
“Apa benar Anda menjual… pil penambah umur?” setengah berbisik dan agak canggung.
Ia tersenyum setelah kuutarakan pertanyaan itu.
“Yang kaudengar dari orang-orang itu tidak salah. Dan kau boleh percaya boleh tidak.”
Aku mulai terkesan dengan keramahan dan keterbukaannya. Hingga akhirnya kulontarkan lagi pertanyaan, “Bukankah umur, nanya Tuhan yang kuasa menambah dan mengurangi?”
Ia tersenyum lagi, “Lalu kenapa juga ada orang yang bilang dengan sangat yakin bahwa merokok bisa mengurangi umur? Bahkan ada, terutama para dokter, yang memvonis batas umur seseorang…,” seperti menyindirku.
Baca juga: Sihir Didgeridoo – Cerpen Adi Zamzam (Analisa, 14 Oktober 2018)
“Tentu saja ia berbicara berdasarkan ilmunya,” bantahku, meski aku mulai suka dengan jawabannya tadi. Aku bukanlah orang yang paham betul agama. Tapi aku merasa ucapannya itu mengandung kebenaran. Meski aku masih butuh banyak penjelasan. “Apa kau punya penjelasan ilmiah atas pernyataanmu tadi?”
“Kau hanya butuh mencoba untuk membuktikan. Pil penambah umur ini akan menambah umurmu satu pekan. Tentu saja kau juga boleh membawanya ke laboratorium untuk mengetahui kandungan bahan-bahannya.”
“Tapi cara berjualanmu sungguh tak meyakinkan, Pak,” aku tertawa. “Cara Bapak ini persis tukang jualan obat kulit di pasar-pasar.”
Aku kaget ketika ia justru bergerak mendekatiku, “Aku tahu, sebenarnya kedatanganmu ke sini bukanlah dengan niat untuk mencelaku…” lalu seperti dingin angin pagi yang begitu saja berlalu setelah menyapa kulitku, lelaki itu tiba-tiba saja sudah menghilang.
lingvanjava
Pesan moralnya mantab…