Cerpen Irwan Kelana (Republika, 06 Januari 2019)
Hampir pukul 10 malam saat bus yang kami tumpangi tiba di depan Hotel Daar al-Tawhid Inter continental, Madinah. Hotel tersebut berlokasi di depan Masjid Nabawi.
Jarak Jeddah-Madinah sekitar 450 km kami tempuh dalam waktu sekitar lima jam. Rombongan jamaah umrah Naja Tour berangkat dari Makkah pukul dua siang. Kami singgah di Jeddah–sekitar 75 Km dari Makkah–untuk berbelanja di al-Balad. Tempat tersebut sangat terkenal bagi jamaah haji dan umrah asal Indonesia sebagai pusat belanja oleh-oleh.
Tak lupa, jamaah menikmati bakso dan mi ayam di warung bakso Mang Udin. “Ini warung bakso yang sangat terkenal di Jeddah. Rasanya pun enak sekali, seperti rasa bakso yang biasa kita makan di Indonesia,” kata Ustaz Aminullah, muthowwif yang melayani kami, berpromosi.
Baca juga: Mata Merindu – Cerpen Irwan Kelana (Republika, 09 Juli 2017)
“Pendek kata, ke Jeddah belum makan bakso Mang Udin, seakan-akan belum ke Jeddah. He he he. Di sini juga ada warung nasi yang terkenal asal Indonesia, Ayam Bakar Wong Solo. Restoran ini pun sangat ramai,” Ustaz Aminullah menambahkan.
Ini hari kelima aku melaksanakan umrah. Empat hari di Makkah, dan rencananya tiga hari di Madinah. Ini bukan umrahku yang pertama, tapi kali ini ada dua hal yang aku adukan kepada Tuhan. Pertama, aku ingin bertobat–sebenar-benar tobat–atas segala dosaku. Kedua, aku mencari petunjuk untuk menemukan istri dan anakku.
Dua puluh tahun lalu aku meninggalkan istri dan anakku karena tergoda sekretaris cantik di kantor. Sebagai pemilik dan bos perusahaan tersebut, aku merasa bisa melakukan apa saja. Termasuk menikahi sekretarisku, Sherly. Tapi rupanya ia meminta lebih dari itu. Ia meminta aku untuk memilih dia atau istri dan anakku. Dan jahatnya aku, saat itu lebih memilih dia. Aku menceraikan istriku dan membiarkannya pergi membawa anak kami yang baru berusia lima tahun.
Baca juga: Paris, Salju dan Gerimis – Cerpen Irwan Kelana (Republika, 22 Januari 2017)
Lima belas tahun berlalu, aku membina rumah tangga dengan Sherly. Kami tidak dikaruniai anak. Sherly tidak mau mengandung dan melahirkan anak karena takut bentuk badannya yang ramping dan seksi akan berubah.
Suatu hari, seperti disambar geledek, Sherly tiba-tiba minta cerai. Belakangan baru kutahu, ternyata dia sudah setahun lebih menjalin hubungan dengan seorang laki-laki, duda, pengusaha kaya, yang kemudian menjadi suaminya.
Andriono
Saya suka tulisan Pak Irwan
Andriono Kurniawan
Terus menulis ya pak …….
Tia Dia
Ya Allah, sampai nangis bacanya.