Cerpen Ryan Rachman (Suara Merdeka, 06 Januari 2019)
Paino duduk sedikit jongkok di mobil bak terbuka yang dipasangi kain terpal penutup bersama enam kawan. Mereka baru pulang dari proyek pembangunan gedung kantor di luar daerah. Sabtu malam ini jatah kawanan kuli bangunan yang masih satu desa itu pulang. Sebelumnya, selama enam hari, mereka tinggal di bangunan semipermanen di area proyek.
Malam ini, hujan turun cukup deras. Walau sudah ditutup terpal, tetap saja air masuk ke bak mobil. Pakaian mereka basah kuyup. Paino juga, meski sudah memakai jaket kulit, tetap saja basah tembus ke kulit. Pria 32 tahun itu duduk di pojokan sambil memeluk tas berisi pakaian kotor. Di sela-sela pakaian, ada sebuah boneka kucing seukuran bayi baru lahir. Mungkin boneka itu basah juga, walaupun sudah dibungkus plastik.
“Bapane, Imah belikan golek ya, yang bagus kayak punya Prapti dan Herni,” kata anak semata wayangnya, pekan lalu, sebelum ia berangkat ke proyek.
Paino berjanji membelikan boneka yang bagus saat pulang. Dia tidak ingin anaknya hanya melihat teman-temannya asyik bermain boneka. Karena itu, setelah mendapat honor setuan dari mandor, ia ambil selembar uang lima puluh ribu dan membeli boneka toko kecil di seberang jalan depan proyek kantornya. Ia melihat-lihat dulu dan akhirnya memilih boneka kucing duduk berwarna putih belang-belang hitam. Meskipun bulunya tidak terlalu lembut dan jahitannya tidak rapi, Paino cukup puas. Dengan uang selembar itu, masih ada kembalian, ia bisa membelikan boneka untuk anak kesayangannya.
Baca juga: Bohong – Cerpen Ryan Rachman (Kedaulatan Rakyat, 14 Oktober 2018)
Hujan turun deras seperti tak habis-habis. Kilat menyambar membelah langit. Beberapa kali ledakan guntur memecah keheningan, seolah menghantam rongga dada yang penuh asap rokok. Hujan seperti ini mengingatkan Paino pada cerita guru agama waktu ia duduk di bangku SD tentang Nabi Nuh. Hujan yang sangat deras mengguyur dan menjadi pertanda daratan akan menjadi lautan. Waktu itu Paino membayangkan sebesar apa kapal yang dibuat Nabi Nuh. Sebab, seluruh binatang bisa masuk ke dalamnya. Apakah sebesar lapangan bola di belakang balai desa atau mungkin sebesar kapal induk militer yang pernah ia lihat di majalah bekas di pengepul rongsok sebelah rumah?
Namun, ingatan tentang cerita itu tidak sekuat bayangan anak dan istrinya di rumah yang sudah menunggu. Ada rasa cemas tiba-tiba datang dalam hatinya. Tidak tahu mengapa.
***
Leave a Reply