Cerpen Haldi Patra (Singgalang, 06 Januari 2019)
Temanku yang sok sastrawan itu telah menerbitkan sebuah novel. Tiga bulan lamanya dia mengurung diri dalam kamar untuk menulis. Setelah mencapai kira-kira tiga ratus halaman, ia mengirimkannya pada salah satu penerbit besar yang sering mengorbitkan penulis-penulis muda. Namun sayang, beribu kali sayang, naskah itu tiada pernah berbalas dari penerbit. Dia tidak menulis cerita cinta. Tidak pula banyak terdapat kalimat-kalimat puitis yang membuatmu kuat ketika kau patah hati di dalamnya. Setidaknya itulah alasan dia mengapa naskahnya ditolak.
Dia juga pernah mencoba mengikutkan naskahnya pada sebuah lomba yang telah melahirkan novelis-novelis besar. Namun, apa mau dikata persaingannya begitu ketat. Banyak naskah-naskah hebat yang dikirmkan oleh penulis-penulis bagus di negeri ini. Aku curiga para juri bahkan tidak mau membaca naskah itu lebih dari sepuluh halaman. Semoga ini bukan hanya sebuah kecurigaan yang tidak mendasar serta serampangan yang mendikreditkan para dewan juri yang terhormat.
Namun, tidaklah dia berpatah semangat. Berbekal uang yang diminta dari orang tuanya, ia menerbitkan naskah karangannya itu lewat sebuah penerbit indie populer. Tentu saja naskahnya diterima. Tentu karena dia membayar sendiri ongkos cetak dua puluh lima eksemplar.
Baca juga: Pasar Malam di Pasir Putih – Cerpen Haldi Patra (Haluan, 15 Oktober 2017)
Dua puluh lima hari kemudian datang kabar bahwa bukunya telah dikirimkan. Kembang sekali hidungnya saat dia memamerkan buku bersampul putih bergambar teh es itu kepadaku. Tentu sebagai teman yang baik, aku merasa perlu pula untuk membaca karangannya ini. Aku tentu saja tidak perlu membeli karena dia dengan senang hati meminjamkan buku itu kepadaku.
Kira-kira seminggu waktu yang kuperlukan untuk menamatkan novel itu. Isinya lumayanlah. Sebenarnya tidak buruk-buruk betul hasil karya temanku. Meskipun ada beberapa bagian yang klise dan kepengrajinan sastrawinya masih rendah.
Aku tidak mau membahas ceritanya secara panjang lebar. Satu yang agak menarik juga dari hasil karangannya selama tiga bulan itu adalah hadirnya sosok Lalita Vistara yang luar biasa sebagai karakter utamanya.
Untuk sosok Tara ini aku bersedia bercerita panjang lebar.
***
Leave a Reply