AM Lilik Agung, Cerpen

Di Frankfurt Januari Ini Sepi Sekali

4
(1)

Cerpen AM Lilik Agung (Suara Merdeka, 14 Januari 2019)

di frankfurt januari ini sepi sekali ilustrasi putut wahyu widodo - suara merdekaw

Di Frankfurt Januari Ini Sepi Sekali ilustrasi Putut Wahyu Widodo/Suara Merdeka

Musim dingin bulan Januari menemani langkah kakiku keluar dari lobi Steigenberger Frankfurter Hotel. Gedung-gedung berbalut lampu warna-warni, menambah indah sepenggal wilayah penanda kota, kawasan Domplatz. Town Hall yang memasang poster besar Aaron Neville membuatku sejenak menghentikan langkah. Sang maestro jazz itu berkabar sedang menggelar konser di Frankfurt.

Langkah kaki berlanjut, menelusuri jalan kecil untuk bertemu ikon kota, Katedral Santo Bartolomeus. Ada stasiun kereta, tepat di depan sisi kanan katedral. Aku berjalan merapat di samping stasiun kereta. Di belakang, sedikit di luar halaman katedral ada museum yang menyimpan koleksi perjalanan peradaban bangsa Jerman. Di pintu masuk museum tersua kedai kopi White Cafe.

Dia duduk membaca sebuah buku di White Cafe. Kupanggil lirih, “Saras….” Ia, pemilik nama itu, meletakkan buku. Bibirnya terbuka, lirih menyebut Sang Pencipta. Saras memandang tajam wajahku. Beralih menatap jaket tebal Versace yang baru kubeli seminggu lalu di Milan. Celana panjang Ermenegildo Zegna yang belum patah seterikanya tak lepas dari pandangannya. Tatapan Saras berakhir ke sepatu Adidas edisi terbatas yang kubeli di toko utama Adidas di Berlin.

Baca juga: Foto Sahabat – Cerpen AM Lilik Agung (Kedaulatan Rakyat, 13 Mei 2018)

Aku membentangkan tangan. Saras beranjak dari kursi. Menyerbu dan mendekapku. Dekapan erat lagi hangat. “Bau tubuhmu berbeda, Agung. Calvin Klein Obsession. Aku memang begitu terobsesi bertemu denganmu.”

Ya, bau tubuhku memang berbeda. Begitu kontras dengan bau tubuhku sebelas tahun lampau. Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dua ratusan mahasiswa mengelilingi panggung demontrasi. Oktober dua puluh delapan. Saat paling tepat menggelorakan Sumpah Mahasiswa. Aku meloncat ke atas panggung. Meraih mikrofon untuk berorasi. Itulah demonstrasi yang muncul lagi di kampus setelah terakhir besarbesaran sepuluh tahun lalu saat melengserkan kekuasaan Orde Baru.

Baca juga  Wabah

“Kawan-kawan, sudah sepuluh tahun mahasiswa hidup dalam kenyamanan. Saatnya bergerak lagi. Ada banyak ketimpangan. Ada banyak penyelewengan kekuasaan. Ayo kita bergerak ke rumah rakyat. Kita ke gedung DPRD!”

Loading

Average rating 4 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!