Cerpen, S Prasetyo Utomo, Solo Pos

Mantra Pemikat Lebah

0
(0)

Wajah Lurah Ngarso tampak bergairah. Ia tersenyum-senyum. Wajahnya memancarkan kemenangan. Ia sudah membayangkan akan menerima uang dari bos penambang pasir. Ia juga membayangkan wajah istri mudanya yang bahagia, menerima uang untuk berbelanja, dan akan menyambut kedatangannya dengan penuh gairah. Ia rindu dimanjakan istri muda.

Senyum di bibir Lurah Ngarso kian mengembang. Ia melihat Seto diikuti iring-iringan dengung lebah menjauh memasuki hutan. Tubuh Seto dihinggapi lebah-lebah, bertumpuk-tumpuk, tanpa celah, kecuali sepasang mata dan lubang hidungnya. Sarang-sarang di dahan akar seribu kosong tanpa seekor lebah pun yang berdengung dan hinggap di sana.

“Ayo, kita potong pohon itu!” Dua orang penggergaji bergegas mendekati pohon akar seribu. Buru-buru mereka menghidupkan gergaji mesin. Mereka gugup. Bergegas, mereka ingin segera memotong tumbang pohon akar seribu. Mereka lupa bila orang-orang lereng Merapi percaya, pohon akar seribu itu pernah tumbang pada malam hari, dan keesokan harinya kembali berdiri seperti sediakala. Orang-orang desa berdatangan, ingin menyaksikan bagaimana pohon akar seribu ratusan tahun itu tumbang. Mereka cemas, dan sebagian yang lain penuh harap, akan menyaksikan pohon akar seribu itu roboh berdebam.

Sopir truk, buldoser, backhoe, dan para penambang pasir berdatangan, dengan wajah penuh harap akan terbukanya tabir misteri. Pohon akar seribu itu akan tumbang. Mana mungkin dapat tegak berdiri lagi? Mereka segera menambang pasir di sungai kecil di sisi lembah. Lurah Ngarso tersenyum penuh kemenangan. Tak lagi d idengarnya dengung seekor lebah pun di sarang-sarang yang kosong di dahan pohon akar seribu.

Gergaji mesin itu hampir menyentuh kulit pohon akar seribu ketika lebahlebah hutan kembali berkitar-kitar mengelilingi sarang. Orang-orang desa menjauh dari pohon akar seribu. Tak ingin disengat lebah hutan. Sengatan lebah hutan pada para penggergaji mulamula diabaikan. Tapi segera berdatangan serbuan lebah hutan mengurung mereka. Ganas. Bertubi-tubi. Gergaji mesin itu belum sempat menggores kulit pohon akar seribu. Masih mendesing-desing.

Baca juga  Balada Matinya Tabib Tjhia

Dua penggergaji itu melempar gergaji mesin. Mereka melawan serbuan sengatan ngilu lebah hutan. Lurah Ngarso turut menghindar dari bawah pohon akar seribu. Ia tak ingin diserbu sekawanan lebah hutan. Wajahnya terlihat murka. Ia tak menduga sama sekali bila lebahlebah hutan itu terbebas dari mantra Seto, dan kembali beringas seperti sediakala.

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!