“Kebun ladaku dan sedikit tanahku tempo hari juga sudah kujual. Mobil sedan dan mobil trukku pun sudah kulego. Tinggal rumah dan motor tuaku itu. Aku hampir bangkrut!” ujarnya tertahan.
Bagi orang kampungku, kalau kami sudah menjual kebun lada – disebut sahang dalam bahasa Melayu Bangka – itu tidak dapat dianggap sembarangan, bukan perkara kecil, sebab sahang adalah salah satu penghasilan utama provinsi kepulauan itu bersama timah putihnya. Orang merasa bangga jika mempunyai kebun lada.
Kuhirup kopi pahit kesukaanku yang baru saja disajikannya. Pahitnya kopi itu mungkin belum sepahit petaka sahabatku ini. Angin sore yang semilir membelai wajahku. Senja mulai turun. Magrib akan menjelang.
”Utangku bertumpuk..,” ia seperti berkata pada dirinya sendiri. Pandangannya kosong, menatap jauh ke senja yang mememerah.
Aku diam, hanya menatap sebagian lampu-lampu di seberang jalan yang mulai dinyalakan.
“Hampir setiap hari istriku mengomel. Kadang untuk makan pun susah. Kasihan dia dan anak-anak. Mereka tidak bersalah. Aku yang berdosa.”
“Bersabarlah.”
“Banyak calon anggota dewan lain yang ternyata apes juga sepertiku, bahkan lebih mengenaskan.”
“Memang, semua pilihan hidup ada risikonya.”
“Tetapi, ini benar-benar di luar perhitunganku.”
“Kita manusia memang hanya bisa berusaha, Tuhanlah penentu akhirnya, Kawan!”
Aku menghirup tuntas kopi pahitku. Aku hanya menatapnya yang seakan-akan benar-benar hanya berbicara untuk dirinya sendiri.
“Mungkin akan ada yang jadi gila, setidaknya jadi senewen. Jika tak rajin salat, puasa, dan mengaji mungkin aku sudah sinting. Eh bahkan, konon, ada yang sampai gila, dan lalu ditinggal kabur istrinya. Ya, Tuhan….”
“Memangnya engkau mau jadi gila begitu juga? Sabar, Kawan! Masih banyak jalan menuju Roma,” tegasku. ”Maksudku, menjadi anggota DPRD bukanlah satu-satunya pekerjaan. Jika tak terpilih, masih banyak pekerjaan lain. Dunia belum kiamat jika pun engkau gagal jadi anggota dewan, bukan?”
“Kau benar memang, tetapi berjudi seperti ini tetap menyita pikiran. Apalagi, dengan kondisi anakku yang seperti ini, aku merasa seperti terjepit.”
Leave a Reply