SEJARAH KECIL JINGGA
.
engkau berlari dari suatu keadaan yang pahit
ke suasana getir lainnya, dengan dada koyak
dengan sekering-keringnya airmata
dan dengan jemari gemetar kautulis
sejarah kecil jingga di langit senja
.
: sunyi tak akan mati
perih kian menjadi-jadi
luka abadi
.
dan airmatamu kian tak terbendung
suaramu terbata di tengah isak
.
: “ini tubuh kian lebam!”
.
kabut pun turun begitu cepat dari bukit
angin menderu ke utara, ada liang luka kian nganga
dalam mata senja yang kuning-kemerahan.
.
Jaspinka, 2021
.
GENANGAN SUNYI
.
sesering apa engkau merasakan sunyi yang perih?
yang seperti menohok-nohok rongga dadamu?
sesuatu yang membuat senja jatuh dengan hambar
serupa rindu yang berkarat, langit yang lindap
waktu pecah menciptakan sajak-sajak yang retak
yang membuatmu kian berharap pada senja
yang gemerlap penuh sentuhan kasih
.
malam pun luruh, sujud terakhir berderai airmata
.
: “aku sebutir debu, aku tiada jiwa
aku sebutir debu dalam genangan sunyi!”
.
sering aku ingin meninggalkan sunyi yang perih
yang suka menjengkelkan dan memuakkan
tetapi bukankah hidup selalu saja
mengajari untuk bersabar, menjaga logika
dan mengharapkan kesenangan?
.
Jaspinka, 2021
.
MENGUNYAH BATU SUNYI
.
engkau pernah berdiri berjam-jam di bibir laut
hingga basah seluruh tubuhmu karena percik ombak
yang menghempas karang? apa yang kaurasakan
menikmatinya atau sebaliknya justru tersiksa
.
kalau tidak suka laut jangan bermain di bibir pantai
kalau tidak suka asin kelatnya jangan mendekat
laut bisa melunturkan mimpimu
tapi laut bisa juga menyalakan api dalam dadamu
.
kalau engkau benar ingin berumah di bibir pantai
hal pertama harus kaupahami adalah ombak kusut
yang biasanya datang selepas senja
ombak itu bisa menggulung segalanya dan sekaligus
menelannya
apalagi bila engkau ikut berperahu denganku tapi
hatimu mendua
kukira lebih baik engkau membangun rumah di atas
bukit saja
menanam anggrek atau berternak ayam maka
biarkan aku berperahu
sendiri mengunya-ngunyah batu-sunyi
o batu sunyi!
.
Jaspinka, 2021
.
STASIUN
.
engkau bisa melupakan masa lalu, tapi tidak pada
derit ngilu rel ketika kereta meninggalkan stasiun
.
pada malam yang gerimis
.
stasiun telah sangat jauh ditinggalkan
dan kota-kota, sawah-sawah, ladang-ladang terlewati
.
segeralah ke candi; setelah kaukecup keningnya
ukirlah inisial namamu dan namanya
di sela relief; akan menyala cahaya dari dada
cahaya yang menjadi saksi sepanjang zaman
.
: “gerimis di awal januari,” bisikmu
“serupa dawai rindu menusuk kalbu!”
.
lalu engkau bercermin begitu lama, wajah kian menua
dari dalam sorot matamu ada lambai tangan maut
sedangkan stasiun telah begitu dingin dan beku
tanganmu gemetar dan o, entah mengapa kaupecah
cermin.
.
Jaspinka, 2021
.
SENJA YANG GERIMIS
.
—yang datang menemuimu
hanya suaraku dan puisi sederhanaku
tentu dengan rasa kecewa menggumpal-gumpal
o, weisku, kau tahu bukankah hidup kita
dalam tikungan yang panjang?—
.
menuang anggur ke dalam gelasmu yang retak
seseorang yang sangat engkau rindukan
tengah limbung mabuk lautan
penuh debur menghempas di karang-karang
.
ia tahu kerinduanmu pada pelangi
yang jatuh di ujung laut yang jauh
saat gerimis senja sudah membatu
mengeras dalam setiap detak jantungmu
.
serasa jauh sekali segalanya
apalagi wangi tubuhmu, weisku!
.
perjalanan meninggalkan sepenggal kenangan
: senja yang gerimis dan hanya sekali kecupan.
.
Jaspinka, 2021
.
*) Eddy Pranata PNP. Ketua Jaringan Sastra Pinggir Kali (Jaspinka) Cirebah, Banyumas Barat, Indonesia. Juara 3 Lomba Cipta Pusi FB Hari Puisi Indonesia 2020, karyanya dimuat di sejumlah media dan beberapa kumpulan puisi tunggalnya.
Leave a Reply