Laki-laki berwajah teduh, tahi lalat yang melekat di bagian hidung, dan dengan nama Muhammad Yusril Faisal adalah seorang mahasiswa aktif Fakultas Teknik di universitas swasta kota Medan.
Setelah kutelusuri, dia adalah teman dari teman-temanku yang sekarang menjadi teman yang saleh untukku dalam mengarungi lautan kehidupan perkuliahan di tanah rantau.
Dunia itu sempit ya? Ternyata lingkaran pertemananku tidak jauh dari teman-temanku yang sering aku membersamai hingga akhirnya keakraban dengan Yusril menjadi suatu wadah untuk saling menguatkan dan terus di jalan kebaikan.
“Eh, assalamualaikum, Yusril, ya?” Tanyaku singkat memastikannya.
“Waalaikumussalam, Rendi kan? Anak Bahasa Indonesia?” Jawabnya sembari menjabat tanganku.
“Masya Allah, iya betul. Apa kabar, Yus?”
“Alhamdulillah sehat. Bang Ren, bagaimana?”
“Alhamdulillah sehat juga, habis asar aku main ke kontrakanmu ya?”
“Oke, Ren. Dengan senang hati.”
Setelah salat asar, aku berkunjung ke kontrakan Yusril. Aku dan dia pulang bersama. Jarak antara Yusril menetap dan masjid tidaklah jauh, sehingga kami pulang dengan berjalan kaki.
“Oh ini kontrakanmu, Yus?”
“Iya, Ren, alhamdulillah aman, sebab ada juga penjaga malam di gang ini.”
“Iya sih, Yus, tapi sepertinya cukup lelah juga kalau mau ke kampus. Sebab kontrakan kalian paling ujung nih.”
“Hehehe, iya betul itu. Kami ke kampus terkadang naik kendaraan, terkadang pula mencari tumpangan,” jawab Yusril sambil tertawa kecil.
Raja siang pamit pulang ke peraduan, tampak langit senja menampilkan layar gelap di lengkungan langit, aku segera izin pulang untuk kembali menyucikan diri.
“Jangan lupa, entar Bang Ren datang ya? Kita tahajud bareng dengan teman yang lain.” Pesan Yusril mengingatkan.
“Ohh, oke-oke. Insya Allah aku datang.”
Setelah aktivitas lima waktu selesai, aku bergegas menuju kediamannya. Jarak tempatku tinggal dengan kontrakan Yusril cukup jauh untuk berjalan kaki. Hal itu tak kupermasalahkan, yang terpenting adalah aku dapat menyambung ukhuwah islamiah dengannya.
“Om Yusril. Assalamualaikum, aku sudah di depan pagar nih, kutunggu segera ya,” pesanku dalam via WhatsApp.
Aku melirik ke setiap sudut tempat tinggalnya dari depan pagar. Lampu penerangan cukup banyak berada di bahu jalan. Sedangkan jalanan masih terlihat becek disebabkan hujan yang mengguyur tadi siang.
Tiba-tiba suara Yusril menggema. “Eh, Om, sini-sini, silakan masuk.” Ajak Yusril dengan senyum khasnya.
Saat aku mulai menapakkan kaki, aku lihat kamarnya cukup rapi dan bersih. Tempat belajarnya tertata elok dengan lampu belajar yang berdiri kokoh sebagai alat bantu. Terdapat pula alat-alat perlengkapan kuliah. Ada pula piala kemenangan saat ia lomba hafiz lima jus. Wah, masya Allah sekali temanku yang satu ini.
“Oh iya, Om Yus, ini aku bawa makanan, makan ya. Awas saja jika gak dimakan.” Perintahku dengan sedikit nada tinggi.
“Hehehhe, iya Bang Ren. Terima kasih ya.”
Kadang aku memanggilnya abang, terkadang pula om, dan pernah pula dengan sebutan nama. Hal ini kulakukan kepada teman yang akrab dan dekat sekali denganku. Aku perhatikan ia masih berperang dengan tugas kuliah yang menghantuinya, aku hanya memandangi dari sudut tempat tidur.
“Banyak ya, Bang, tugasmu?”
“Iya nih, Bang Ren, mau bantu silakan.”
“Wah. Ahahahah. Lain jalur kita.”
“Ahahaha, mana tahu mau bantu ya kan, kalau tidak abang tidur saja di situ. Nanti habis aku belajar, sekitar pukul 03:00 WIB kita gerak ke masjid.”
“Ohh, oke aman. Sip, Bang.”
Aku ingin bercerita banyak dengannya, tanpa menghiraukan ia bergelut dengan tugas. Aku ajak dia bercerita, apa saja yang terpenting ruangan ini tidak hening.
Yusril berwatak baik, ia seorang hafiz, dan ia adalah mahasiswa cerdas yang aku ketahui. Dia juga seorang guru mengaji di sekitaran lingkungan masjid. Walaupun dia sedikit dingin. Aku suka berteman dengannya, Yusril adalah laki-laki saleh yang penuh dengan sejuta kebaikan.
Pukul 03:00 WIB aku dan Yusril menuju masjid. Tampak juga teman yang lain sudah berada di dalam untuk membersamai agenda rutin setiap hari Ahad yang sering dilakukan Yusril dengan pemuda masjid.
Kami salat bersama, khusyuk dengan rekaat genap ditambah witir untuk penutupnya. Banyak sekali doa-doa yang kusampaikan pada Sang Kuasa. Tidak lupa doa suci ikhlas kulangitkan untuk Yusril. Aku bahagia berteman dengannya, bahagia bisa berjumpa di awal pertama kali.
Semoga citamu jadi Konsultan Perencanaan dapat tercapai Yus. Semoga Allah mempermudah jalan-Nya untukmu. Semoga kau dapat melanjutkan pembelajaran di pulau seberang. Walaupun qadarullah tak mengizinkan, percayalah, Allah telah mempersiapkan hal kebaikan tak terduga untukmu.
Semoga persahabatan kita tidak akan lekang. Semoga kau bisa memberi syafaat untukku. Kau teman saleh yang aku banggakan. Aku sayang denganmu seperti saudara sendiri. Tetap istikamah buat kita. Dan di manapun jarak dan waktu kita berbeda, semoga kau tak mengenal perihal lupa denganku. Semoga kita bisa menjadi orang yang bahagia.
Doa terbang menuju langit. Aku berharap doaku mendapat jawaban dari Sang Rabb di arsy-Nya. Kau adalah sahabat yang diberikan Allah untukku, agar aku dapat mengikuti amalanmu, oh Yusril Faisal.
(Penulis adalah mahasiswa UMSU semester tujuh, jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang senang memiliki teman saleh dalam membersamai kebaikan.)
Leave a Reply