Cerpen Geg Ary Suharsani (Denpost, 07 Juli 2019)

Tum ilustrasi Mustapa/Denpost
IBU meletakkan lima bungkus tum yang masih mengepul di atas piring berwarna merah. Piring itu ditata di tengah meja makan. Demikianlah selalu dari pagi ke pagi. Aroma tum yang dikukus memenuhi dapur, menyisakan gurih bumbu di udara. “Selama Ibu masih hidup, setiap pagi tum akan selalu ada.” Ibu meneguhkan janjinya kepada angin.
Aku memandang ibu yang sedang menyendok adonan tum dari baskom berwarna hijau dan putih. Sementara itu tangan kirinya memegang daun pisang yang telah dibentuk menyerupai kerucut. Daun pisang itu dilengkapi dengan selembar daun salam segar, yang dipetik dari kebun belakang rumah.
Adonan tum yang disendok berwarna kemerahan. Warna merah itu berasal dari darah babi yang diremas dengan kulit yang telah dipotong tipis-tipis dan daging yang dicincang serta sedikit lemak. Daun jeruk purut mewarnai di beberapa bagian. Tangan ibu lihai mengaduk adonan itu.
Ibu hapal, takaran bumbu yang diperlukan untuk setengah kilo tum yang ia buat. Berapa potong kencur, berapa siung bawang putih, berapa sendok merica hitam dan merica putih. Takaran garam dan juga cabai. Kelapa yang dibakar, dikikis kulitnya. Dengan teliti ibu menghilangkan terlebih dahulu bagian hitam yang menjadi arang, bagian yang menimbulkan warna hitam pada jemari. Sesudahnya ibu akan mengambil kulit yang berwarna coklat gelap, dikikis dan dicampurkan dengan bumbu tum, menimbulkan rasa gurih.
Tangan ibu telah mengukur secara alami. Pedas, gurih dan asam berbaur menjadi satu. Menyajikan kasih sayang dan kesetiaan ibu terhadap Danan, di atas meja makan setiap pagi.
“Danan sangat suka tum.” Ibu menjahit daun pisang menggunakan semat setelah meletakkan dua sendok adonan tum ke dalam daun pisang yang berbentuk kerucut. Segar aroma daun purut bermain-main di antara kami. Aku yang sedang menyiapkan banten saiban untuk pagi itu, hanya mendengarkan apa yang diucapkan oleh ibu.
Apa yang diucapkan oleh ibu hampir sama dari hari ke hari. Selanjutnya dia akan bercerita tentang kenapa Danan begitu suka tum.
Leave a Reply