Cerpen, Sori Siregar

Jembatan yang Tak Kenal Kata Kembali

0
(0)

Banyak anggota peserta konferensi mengangguk. Pemandu tak lupa menjelaskan bahwa di kompleks barak itu terdapat juga mes tempat para prajurit Divisi Infanteri 20 beristirahat dan menyantap makanan. Mes tersebut disebut juga open mess karena terbuka juga untuk turis yang berkunjung. Setelah itu pemandu wisata membawa rombongan ke ruang terbuka yang diberi tangga kayu permanen agar wisatawan dapat melihat ke seberang dengan lebih jelas. Pada saat itulah tentara Amerika yang mengikuti rombongan Pinayungan mendekat. Ia berdiri paling depan dan memperkenalkan dirinya.

“Nama saya Shane, Shane Lowe. Saya bertugas membantu pemandu wisata menyaksikan wilayah seberang. Itu yang disebut Korea Utara. Suasana di sana mungkin mirip dengan keadaan di kompleks barak ini. Tentara di sana juga dapat melihat kita di sini dengan menggunakan teropong. Kami di sini juga dapat melihat keadaan tentara di sana. Begitulah setiap saat, saling mengintip. Namun tidak ada provokasi yang menghangatkan situasi. Anda lihat bendera mereka di tiang yang tinggi itu? Persis di bawah bendera tersebut mereka membangun sebuah desa yang mereka sebut ‘desa perdamaian’. Ini sebenarnya propaganda belaka. Keadaan tenang saat ini bukanlah karena perdamaian kedua pihak, tetapi hanya karena gencatan senjata. Tidak saling memerangi. Ini sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Tidak ada yang tahu kapan gencatan senjata ini berlangsung dan perdamaian terwujud.”

Kemudian tentara Amerika yang bernama Shane Lowe itu menunjuk satu per satu gedung di seberang sana. Pengetahuan mereka tentang barak di Utara sama baiknya dengan pengetahuan tentara di Utara tentang keadaan di Selatan. Shane hanya membantu tugas pemandu untuk memberikan informasi yang akurat dan setelah itu ia meminta pemandu kembali melanjutkan tugasnya.

Baca juga  Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap

Sebelum diminta masuk ke dalam bus untuk kembali ke hotel di Seoul yang 40 mil jauhnya, pemandu wisata mengizinkan rombongan Pinayungan menikmati makanan yang tersedia di open mess. Sambil menyeruput Coca-Cola dan menyantap hamburger, Pinayungan bertanya-tanya dalam hati, apakah fasilitas seperti ini juga terdapat di wilayah perbatasan negerinya, yang dijaga oleh militer. Ia tidak dapat menjawabnya.

“Ayah ke Panmunjom kan kebetulan. Diundang untuk menghadiri konferensi dan dibiayai pemerintah. Kalau dengan uang sendiri, manalah mungkin?”

Putrinya, Zaitun, mengangguk.

“Dari semua yang ayah ceritakan beberapa kali itu, yang paling menarik untuk Itun adalah “the bridge of no return”.

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!