Cerpen Achmad Muchtar (Minggu Pagi No 45 Th 67 Minggu I Februari 2015)
“INI sangat berbahaya!”
“Tidak apa-apa, Dok. Lakukan saja!”
“Tapi …”
“Lakukan saja, Dok! Saya sudah siap lupa semua tentang mantanku ini. Saya juga telah mengirimkan sebuah surat kepada tunangan saya apabila eksperimen ini gagal.”
“Apakah Anda benar-benar yakin?”
“Saya yakin, Dok.”
***
PIKIRAN Satria berkecamuk. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana melupakan Lara, mantan kekasihnya. Lara begitu membekas di hatinya. Ia tak bisa menghilangkan jejak-jejak ingatan Lara pada Laura, tunangannya kini. Dari bentuk tubuh, raut wajah, hingga tingkah lakunya, Laura mirip dengan Lara. Mungkin, Satria berpacaran dengan Laura sebagai obat telah berpisah dengan Lara, perempuan yang telah mengisi hari-harinya selama lebih dari empat tahun. Bayang-bayang Lara selalu muncul dalam ingatannya, termasuk pada Laura. Pernah ia salah mengucapkan nama Laura menjadi Lara yang membuat pesta pertunangan menjadi kacau karena Satria kemudian dihujat dan puncaknya diguyur segelas air oleh Laura.
Begitu putus dari Lara yang ternyata tidak setia, Satria menjadi pemurung. Ia masih begitu mencintai Lara. Lara merupakan satu-satunya sosok perempuan yang paling sempurna di matanya. Ia telah menyesal telah mengatakan kata putus kepada Lara ketika diketahuinya Lara berselingkuh dengan lelaki lain. Ia merasa terpukul telah memutus hubungan kasihnya dengan Lara. Ia mencoba berhubungan kembali dengan Lara berkali-kali, tetapi selalu gagal dan malah undangan pernikahan Lara dengan lelaki lain balasannya. Ia benar-benar masih menginginkannya. Namun sayang, janur kuning telah melengkung. Sedu penghabisannya sia-sia. Ia menjadi pemurung dan sibuk dengan hobinya mereka-reka mesin.
Ia mencoba melupakannya, tetapi tidak bisa. Bayang-bayang Lara selalu ada dalam pikirannya. Matanya yang bening sebening embun dan senyumnya yang bagaikan pelangi di pagi hari telah membutakan mata Satria. Kini, semuanya telah menjelma menjadi Laura, karena Lara telah menjadi milik lelaki lain, bukan dirinya lagi. Ia tak henti-hentinya murung. Bahkan , ia sering menangis karena hanya bisa membayangkannya saja tanpa bisa memilikinya.
Leave a Reply