Adam Yudhistira, Cerpen, Solo Pos

Muslihat Seekor Domba

0
(0)

Lelaki penyendiri itu memang saban sore menggembalakan domba-dombanya di padang rumput itu sambil mengawasinya dari kejauhan. Tak ada satu pun warga kampung Lubuk Kisam yang tak tahu kebiasaan itu, termasuk Hasim.

Bolak-balik Hasim memikirkan rencananya. Sesekali dia merasa ragu, hati kecilnya mencegah niat itu terlaksana. Namun suara lain di kepalanya terus-menerus mendorongnya.

Hasim merasa bimbang. Dia tak mungkin melakukannya sendiri. Dia tak mungkin meninggalkan Ineh mengasuh tiga anaknya seorang diri, sementara dirinya membusuk di balik penjara. Namun setelah pungkas sigaret sebatang, keputusan itu pun diambilnya.

***

Domba betina itu awalnya terikat pada sebatang pohon randu yang tumbuh di tengah-tengah padang rumput, sementara angin sejuk dari arah Bukit Sembayung membuat Ladung Gembala tertidur. Dia baru terjaga saat seekor elang menguik keras di dahan ketapang yang melindapinya bagai memberi fi rasat yang tak baik.

Mendapati dombanya hilang dengan cara yang ganjil, Ladung Gembala menjadi panik. Dia mengitari hampir seluruh tempat dengan membekal sebilah arit dan hati yang mantap: domba itu telah dicuri. Pencariannya baru berhenti di ladang semangka milik Marsalim. Di sanalah dia mendapati domba betina itu tergeletak mati.

Gemeretak geraham Ladung Gembala, prasangka buruk meriap di kepalanya. Lelaki yang telah kadung muntab itu berteriak-teriak, meminta Marsalim keluar dari pondoknya. Tak begitu lama, lelaki itu pun keluar.  Sebilah parang di tangannya. Parang yang terlihat tajam dan bilahnya dipenuhi noda merah seperti darah. Noda merah itu membuat Ladung Gembala yakin, Marsalim-lah pelakunya.

“Aku sudah menunggumu,” tegur Marsalim dingin. “Memang aku yang menyembelihnya. Dombamu itu sudah merusak putik-putik semangkaku dan merusak pula harapanku.”

Baca juga  Pecel

Jawaban Marsalim membuat merah muka Ladung Gembala. Satu jam sebelumnya, domba betina gemuk itu memang telah merusak ladang semangka milik Marsalim, membuat lelaki yang terkenal paling pemberang di kampung Lubuk Kisam itu naik darah dan menyembelihnya. Namun bagaimanapun, membunuh domba itu suatu balasan yang keterlaluan, pikir Ladung Gembala.

“Tega betul kau, Marsalim,” sesalnya dengan mata menyala. “Domba yang kaubunuh itu memiliki tiga anak yang masih menyusu. Andaikata kau tak membunuhnya, aku akan mengganti kerugianmu. Semuanya.”

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

1 Comment

  1. Apriansyah

    Kemana saya selama ini kok baru tau kalo tetangga saya seorang penulis.

Leave a Reply

error: Content is protected !!