“Aku lebih suka rumah kita yang dulu, aku ingin pulang ke sana!”
“Kita tak akan pernah kembali ke rumah itu lagi.”
“Kenangan tentang ibumu membuat ayah tersiksa, kita harus bangun kehidupan kita lagi dengan nuansa yang baru, jika kita kembali ayah tak kuasa menahan rasa kehilangan yang begitu dalam, hal tersebut membuat ayah selalu berlarut-larut dalam kesedihan, ayah harap kau mengerti tentang perasaan ayah.”
“Kuharap ayah juga mengerti perasaanku, aku tak ingin tinggal di rumah ini, ayah sudah tak sayang lagi padaku….”
Bergegas aku pergi meninggalkan ayah, tak lagi kuhiraukan saat ia berulangkali memanggil namaku, saat ini yang ada dalam hatiku adalah rasa amarah yang meletup-letup yang tak akan lama lagi akan meledak, aku lebih suka tinggal di rumah yang dulu karena aku merasa ibu tak pernah pergi menjauh dariku, ayah begitu tega, memisahkan aku dari ibu.
Hari-hari yang kulalui sangatlah berat, aku harus memulai dari nol lagi, di sekolah yang baru aku harus belajar mengenal lingkungan tempatku belajar, aku benci saat beberapa orang temanku bertanya perihal ibuku, apakah dengan tidak memiliki ibu hal tersebut adalah sebuah aib yang besar? Aku benci jika mereka mulai menanyakan tentang penyebab kematian ibu. Yang kulakukan adalah membanting benda apa saja yang ada di dekatku, jika teman-temanku mulai menyinggung tentang ibuku lantas aku berteriak-teriak dengan penuh histeris. Alhasil teman-temanku sering meledekku sebagai anak aneh yang suka kesurupan. Bagiku sama saja di sekolah mau pun di rumah, kedua tempat itu bagiku seperti neraka.
Sama dengan hari-hari sebelumnya, ayah masih disibukkan dengan membenahi taman dan pelataran depan rumah, untunglah ayah mengerjakannya tidak sendirian karena dibantu mang Oman, sementara bibi Lastri yang tak lain adalah istrinya, ia bekerja sebagai pembantu setia di keluarga kami. Dari balik jendela kamarku aku melihat ayah dengan semangatnya menata bunga-bunga yang ada di taman, ia berusaha untuk mengisi waktu cuti bekerjanya dengan sebaik mungkin. Kenapa ayah tidak memotong pohon gandaria yang tumbuh menjulang tinggi di samping rumah? Dedaunannya sangatlah lebat, rimbun dan semak, akar-akarnya telah menghujam kuat sampai ke ruas-ruas tanah, pohon itu seram, di atasnya dipenuhi perdu yang rerantingnya menjulur hingga ke tanah. Jika malam menjelang pohon itu sepertinya berjalan, semua akar-akarnya berkeluaran dari tanah, reranting perdunya bergerak-gerak seperti tangan-tangan zombie yang hendak membunuh dengan brutal.
Peronika
Baguss. By the way kalau kita ingin menerbitkan cerpen ke sini, gimana caranya ya?