Analisa, Cerpen, Sumiati Al Yasmine

Full Moon

0
(0)

“Ayah…”

“Quin, kenapa kau menangis sayang!”

“Ayah….”

Tangisku melerai bagai hujan drizzle yang berloncatan, aku menatap ayah dengan pandangan yang nelangsa, dalam diam aku merintih dalam kepedihanku.

“Ayah, benarkah kau ayahku? Lantas siapa yang terbujur kaku di sana?”

“Tak ada siapa pun di sana sayang.”

“Kau pasti berkhayal lagi dengan duniamu sendiri.” Ayah mengelus kepalaku dan memegang kedua tanganku dengan erat.

Ayah menuntunku dengan lembut, sesekali ia elus pipiku, ayah begitu sabarnya merawat putrinya sendiri terlebih ketika ibu telah tiada, ia tak pernah menganggap beban apalagi merasa aneh melihat tingkah laku putrinya yang mengalami “skizofrenia” yakni terjadinya ketidakseimbangan emosi dan pikiran, seakan-akan orang tersebut memiliki dunia sendiri, penderitanya tidak dapat dilepaskan dari pengobatan, mereka harus mendapatkan perawatan seumur hidupnya. Ayah tak pernah menganggapku “berbeda”, ia selalu mengatakan bahwa aku adalah full moon, bulan purnama kesayang­an­nya, bulan purnama yang sempurna tanpa meninggalkan cacat… ***

 

(Taman Imajinasi Sumiati Al Yasmine, Masjid Ubudiyah, ketika langit menyentuh imajinasiku 2018)

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Baca juga  Terlalu Pamrih

1 Comment

  1. Baguss. By the way kalau kita ingin menerbitkan cerpen ke sini, gimana caranya ya?

Leave a Reply

error: Content is protected !!