LONCENG TUA
.
Gemetar tubuh bertemu angin
Ratap merdu di selimut kerak logam
Lonceng tua berbunyi
Membangunkan mimpi
.
Tapi udara membawa embun dingin
Rintihan anakanak burung gereja
Menatap bulan merah
Melumuri wajah langit
.
Bunyilah seperti aku masih kanakkanak
Serombongan domba yang membuatku
terpana
Riuh mencipta irama
Dunia tanpa luka derita
.
Dalam gerak beriring dering
Ada panggilan kepada masa lalu
Sebuah pintu terbuka
Padang bahagia menganga di sana
.
Indramayu, 2019
.
BUKIT BATU
.
Jika lapar tiba
Ke bukit batu mengganjal perut
Agar tak sampai maut
Memikul sendiri berat hidup
.
Kami berjalan, kami bertahan
Kaum yang terpinggirkan
Naik ke puncak kesunyian
Turun ke lembah kegelapan
.
Makan batu leburan
Di mangkuk tangan serupa bubur tanah
Pesta jelata
Tiada yang tersisa
.
Indramayu, 2019
.
SERPIH
.
Ini bukan lagi jalan yang mudah dilewati
Serpih
Potongan kertas yang ditaburkan
Di persimpangan: empat jalan memecah
Kita terburuburu berpisah
.
Indramayu, 2019
.
JALAN KECIL
.
Sebuah uluran tangan
Adalah jalan kecil menuju kedamaian
Senyap rintih sedih
Di mana biru laut melarung derita
.
Tubuh kecil dari dunia
Sebutir zarah yang masih terbelah
Mengharap sebuah hati
Pendiam dan lembut
.
Jangan bilang: tak ada pintu
Celah cahaya barang seberkas
Yang putih
Yang mengobat perih
.
Itulah jalan
Kecil tetapi manis
.
Indramayu, 2019
.
TANAH
.
Tunggul jerami ini masih tinggi
Menyigi jarak mataku
Mengaburkan jejak gersang kakimu
Pada tanah
.
Aku mencari
Ke mana perginya tapak angin sore
Berkelok ke hutan
Rimba rimbun menyapa
.
(bayang ranting
Bercabangcabang bagai lidah ular)
Aku telah mencium
Bau tanahku
Pada tubuh
Pada yang rubuh
.
Indramayu, 2019
.
*) Faris Al Faisal, lahir dan berdikari d(ar)i Indramayu, Jawa Barat, Indonesia. Bergiat di Komite Sastra, Dewan Kesenian Indramayu (DKI) dan Lembaga Kebudayaan Indramayu (LKI). Namanya masuk buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia” Yayasan Hari Puisi. Memenangan penghargaan beberapa sayembara menulis puisi.
Leave a Reply