Oleh Arrum Lestari (Suara Merdeka, 04 Desember 2016)
Di tepian Sungai Talatala, sebuah sungai abadi di dunia binatang, terdengar suara kupu-kupu sedang bernyanyi. Merdu tetapi sendu, penuh kekosongan. Hanya kesedihan yang nyata terlukis di wajahnya.
Terlihat oleh kura-kura yang berteduh di bawah bebatuan, bahwa kupu-kupu sedang bersandar di kuncup daffodil. Kupu-kupu itu terayun-ayun oleh embusan angin di suatu siang yang mendung. Saat itulah kura-kura berpikir, betapa malang nasib kupu-kupu. Kupu-kupu tak punya rumah, harus hinggap dari pohon ke pohon untuk berteduh, terbang dari taman ke taman mencari nektar, tidak seperti dirinya yang memiliki rumah yang cukup nyaman dan hangat.
Melihat kupu-kupu yang letih dan muram, kura-kura ingin menghiburnya.
“Kupu-Kupu yang cantik! Ada apa gerangan bersusah hati? Musim hujan segera berakhir. Jangan khawatir Kawan, sebentar lagi kau tak perlu bersembunyi dari hujan. Bunga-bunga amarilis, bougenvil, zinia, dan aster pasti bermekaran di musim panas. Kau akan suka,” sapa Kura-kura.
“Oh, Kura-kura buruk rupa. Sepertinya hanya kau yang peduli denganku. Aku hampir saja putus asa. Untunglah kau datang menghiburku,” jawab Kupu-kupu tak menyangka.
“Apa yang terjadi sehingga membuatmu murung sedemikian rupa? Ceritalah, Kawan. Barangkali aku bisa membantu.”
Kupu-kupu pun bercerita perihal dirinya yang malang. Setiap orang mengatakan dirinya cantik rupawan, padahal ia begitu muram dan sedih, begitu kesepian, bahkan dengan kupu-kupu lain pun tak pernah akur dan saling bersaing. Ia bermuram durja karena tak punya rumah untuk berteduh, juga tak tahu asal-usul, tak ada keluarga, dan tak ada tempat untuk pulang. Bagi kupu-kupu, apalah arti kecantikan jika tidak memiliki tempat berlabuh.
Mendengar cerita kupu-kupu, kura-kura pun membatin, “Ya, Tuhan, sesungguhnya kau begitu beruntung, Kupu-kupu. Kau hisap nektar yang manis. Kau ciumi bunga-bunga yang harum. Kau bisa terbang ke mana saja kau suka. Kau bisa menikmati luasnya keindahan dunia yang tak mungkin aku jelajahi. Kebebasan senantiasa menyertaimu, tidak terkurung dalam cangkang seperti rumahku”.
“Oh, kalau begitu baiklah Kupu-kupu. Sepertinya aku bisa membantumu keluar dari masalah,” kata Kurakura.
“Kau yakin, Kura-kura?”
Kupu-kupu yang merasa lincah itu tidak yakin dengan kura-kura yang kotor, penuh lumpur, dan terlihat seperti binatang dungu.
“Kalau begitu, katakan saja Kura-kura. Aku sudah tak sabar.”
“Kau tahu kan, Sungai Talatala ini adalah sungai yang diciptakan Tuhan untuk kaum serangga? Saat di sini, kau lebih dekat dengan-Nya. Jadi, kau bisa meminta apa saja kepada-Nya. Kau juga tahu kan, Tuhan bisa mengabulkan permohonan apa pun?”
“Ya, tentu.”
“Cobalah meminta sesuatu kepada-Nya.”
“Aku malu Kura-kura. Selama ini aku mengabaikan-Nya. Aku sibuk menerbangkan ayap-sayapku yang indah. Sibuk bercengkerama dengan bunga-bunga liar di penjuru dunia. Aku telah melupakan-Nya.”
“Tuhan baik hati, Kupu-kupu. Bahkan Tuhan bisa mengampuni semua dosamu kalau kau meminta.”
“Ah, benarkan begitu? Apa kau selalu meminta kepada Tuhan termasuk meminta rumahmu yang koyak itu?”
“Tidak Kupu-kupu. Aku tidak pernah meminta rumah ini. Aku hanya meminta agar aku menjadi orang setia dan taat kepada-Nya. Karena aku takut dengan dunia yang penuh tipu muslihat ini. Aku tak tahan goda. Aku tak bisa membedakan mana jalan yang lurus dan mana yang berliku penuh goda. Kau tahu kan, sejak dulu aku dungu dan bodoh? Mudah sekali ditipu. Karena itulah aku ingin dikaruniai sifat setia. Agar dalam keadaan apa pun, dalam goda macam apa pun, aku tetap setia kepada-Nya dan diberi pertolongan. Perkara rumah ini hanyalah bonus, titipan. Aku beruntung karena ini bisa menghangatkan tubuhku saat aku berenang mencari ikan di Sungai Talatala,” kata Kura-kura panjang lebar.
“Hmmm, baiklah Kura-kura. Aku ikuti saranmu. Aku akan memulai permohonanku.”
***
SEKIANbulan kemudian di suatu pagi yang cerah, sekelompok anak menunjuk-nunjuk kupu-kupu bersayap kuning yang cantik. Sayap kupu-kupu itu terbentang, sepasang antenanya yang mungil mencuat gagah, dan matanya yang menyerupai manik menyempurnakan keanggunan sang kupu-kupu. Anak-anak itu meloncat girang mengagumi kupu-kupu yang cantik rupawan.
Kupu-kupu itu sekarang telah memiliki rumah, nyaman dan hangat. Rumahnya terbuat dari kaca yang indah. Kupu-kupu sangat lega karena permintaannya telah dikabulkan. Kini ia bisa berbangga hati. Dalam benaknya, ia ingin sekali bertemu dengan Kura-kura untuk memamerkan rumahnya yang lebih indah dari rumah cangkang milik Kura-kura.
Tak jauh dari rumah Kupu-kupu, Kura-kura pun dapat beristirahat dengan tenang di rumahnya yang baru.
Satu hal yang ia syukuri, Tuhan telah memberinya sifat setia sampai akhir hayat. Dulu ia memutuskan mengikuti seorang laki-laki yang tengah menangkap Kupu-kupu bersayap kuning demi kesetiakawanan.
Ia tak menyesal walau di kemudian hari, ternyata dirinya juga diawetkan oleh laki-laki yang menangkap Kupu-kupu dan dipajang dalam sebuah kotak kaca.
Tetapi ia bangga karena masih bisa menemani Kupu-kupu dalam satu naungan kebun binatang. Kupu-kupu sudah damai di rumahnya di museum serangga, sedangkan dirinya tenang di dalam museum reptil. (75)
Leave a Reply