Elisa DS, Kompas, NuBi

Tabulampot

0
(0)

Oleh Elisa DS (Kompas, 12 November 2017)

Tabulampot ilustrasi Regina Primalita - Kompas.jpg

Tabulampot ilustrasi Regina Primalita/Kompas

MINGGU siang di Kota Probolinggo, Jawa Timur. Lala mondar-mandir di dalam rumah dengan gusar, karena sudah hampir satu jam listrik padam.

“Duh, panas sekali!”keluh Lala sambil kipas-kipas.

“Sabar, La. Daripada kegerahan di dalam rumah, lebih baik kita berkebun, yuk. Menanam pohon biar udara jadi sejuk,” usul ibu.

“Ide bagus, Bu. Ayo, kita beli bibit dulu,” ajak ayah antusias.

Tak lama kemudian, Lala bersama ayah dan ibunya pergi ke sentra tanaman di kota Probolinggo. Aneka tanaman hias, bonsai, serta bibit pohon buah tersedia di sana. Warna-warni mawar, anggrek, serta bugenvil menarik perhatian ibu dan Lala. Ayah melihat-lihat bonsai dan bibit pohon, sekaligus menimba ilmu dari si penjual seputar perawatan tanaman.

Setelah puas berkeliling, mereka bertiga pulang. Bagasi mobil terisi beberapa bibit pohon buah, bunga, pot dan pupuk.

“Alhamdulillah, sekarang, kita punya tanaman produktif,” kata ayah sambil mengeluarkan tanaman dari bagasi.

“Tanaman produktif itu apa, Ayah?” tanya Lala.

“Tanaman produktif adalah tanaman yang dapat menghasilkan (buah) sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia. Contohnya, pohon sawo ini.”

“Wah, sawo?” Mata Lala berbinar. “Tapi, lahan kita kan sempit, Ayah. Apa bisa ditanami pepohonan?” tanyanya sangsi.

“Bisa, dong. Pakai tabulampot.”

“Tabu… tabu apa sih, Ayah? Susah istilahnya.” Lala mengernyitkan dahi.

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Baca juga  Peti Mati Ompung Mate

Leave a Reply

error: Content is protected !!