Dongeng, Padang Ekspres, Vendo Olvalanda S

Ra dan Tiwi

0
(0)

Oleh Vendo Olvalanda S (Padang Ekspres, 31 Desember 2017)

Ra dan Tiwi ilustrasi Orta - Padang Ekspres

Ra dan Tiwi ilustrasi Orta/Padang Ekspres

Suatu hari di zaman kerajaan, hiduplah dua orang saudari kembar yatim piatu yang hanya dirawat oleh rakyat. Mereka berdua dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Besar bersama, bermain bersama. Setelah beranjak remaja, diketahuilah di antara mereka mempunyai sifat berbeda. Ra adalah sosok pendengki, berbeda dengan Tiwi yang baik hati. Hingga akhirnya mereka pun dewasa. Mereka memutuskan untuk melanjutkan hidup sendiri-sendiri, dan akan bertemu kembali setelah sukses nanti. Singkat cerita, mereka berpisah.

BERTAHUN-tahun kemudian, terdengarlah kabar bahwa Ra telah hidup sukses menjadi seorang saudagar yang kaya raya, dan Tiwi senang mendapatkan berita itu. Di satu sisi Ra juga tahu Tiwi belum mendapat kerja, namun Ra malah merasa bangga karena ia berprasangka telah mengalahkan saudarinya. Semakin hari, Ra semakin sukses dan kaya. Berbeda dengan Tiwi yang tidak ada kemajuan. Namun Tiwi tetap bersabar dan berusaha, melanjutkan keahliannya sebagai seorang pelukis, melukis apa saja lalu menjualnya.

Suatu hari. Tak disangka, di saat Tiwi menjajakan lukisannya, ternyata Ratu sedang berkeliling desa untuk mengetahui keadaan rakyatnya. Langkah sang Ratu terhenti pada deretan lukisan yang dibawa Tiwi. Tanpa pernah ia duga, Ratu menyukai semua buah karya Tiwi. Ratu pun membeli semua karyanya, bahkan Tiwi diminta menjadi seorang pelukis kerajaan. Beberapa hari kemudian, nama Tiwi pun naik daun. Berita itu pun sampai ke Ra. Bukan malah senang akan keberhasilan saudarinya, mendengar kabar itu Ra malah merasa iri dan tidak senang. Ia takut Tiwi malah lebih sukses dari pada dirinya.

Baca juga  Anjing Pak Gendang

Hingga Ra pun merencanakan sesuatu yang buruk kepada Tiwi. Suatu ketika, Ra yang sangat dihargai di kalangan kerajaan mengadakan pesta pribadi dan mengundang Ratu untuk datang bersama pelukisnya yang tidak lain adalah saudarinya, Tiwi. Tiwi merasa bahagia mendengar undangan saudarinya itu. Datanglah sang Ratu dan Tiwi ke pesta Ra. Di tengah pesta, Ra melancarkan siasat jahatnya untuk menjatuhkan Tiwi dari nama baiknya.

Di saat Ratu sedang berada cukup jauh dari Tiwi, Ra berbisik kepada sang Ratu dan berkata,

“Yang Mulia, tahukah Anda barusan sang pelukis kesayangan Anda berkata bahwa Yang Mulia ternyata memiliki nafas yang busuk,” ucap Ra.

Ratu pun kaget. Ia sangat marah dan ingin menghukum Tiwi. Terjadilah peristiwa penangkapan yang menghebohkan pesta.

Tiwi yang tak bersalah dengan segala kebaikan hatinya hanya pasrah dan sedih ketika ditangkap.

Namun tiba-tiba Raja menarik Ratu ke sudut ruangan dan berkata, “Istriku, memang benar mulutmu sekarang dalam keadaan berbau tidak sedap, tak ingatkah engkau kalau sebelum ke sini engkau memakan dua mangkok sup bawang putih,” ujarnya.

Terkejutlah sang Ratu mendengar ucapan Rajanya. Ia pun coba membaui mulutnya sendiri. Dihembuskannya nafasnya kuat-kuat lalu diciumnya dan benar, aroma mulutnya sangat bau. Dengan rasa malu, Ratu pun membebaskan Tiwi dan meminta maaf.

Akibat kejadian tersebut Tiwi malah diangkat menjadi penasihat Ratu. Ratu menganggap kata-kata yang disampaikan Tiwi kepada Ra merupakan kejujuran yang besar dan sangat sopan karena tidak berani meyampaikan sendiri kepada Ratu, takut menyinggung perasaannya.

Ra sangat kesal karena rencananya malah menjadikan Tiwi semakin disayang. Belum menyerah, Ra semakin marah dan kembali merencanakan siasat buruk kepada Tiwi. Tiba-tiba Ra ingat bahwa Ratu pernah cerita kepadanya, bahwa pada hari perayaan pernikahannya nanti, Ratu akan meminta dilukiskan sebuah lukisan paling indah oleh Tiwi.

Baca juga  Fragmen Prahoto, Fragmen Karet, Fragmen Kopi, Fragmen Kakao

Lalu, karena Ra bersahabat baik dengan Ratu, Ratu meminta ide lukisan nanti berasal dari idenya. Beberapa waktu sebelum hari perayaan belangsung, Ra mengatakan bahwa Ratu akan diberi lukisan sepasang burung sebagai lambang keabadian hubungan Ratu dan Raja. Dan Ratu pun sangat senang dengan ide tersebut.

Di saat itulah Ra melancarkan siasat buruknya. Ra mengirimkan sepucuk surat kepada Tiwi yang berisi Ratu meminta untuk dibuatkan lukisan sepasang monyet yang sedang berpelukan dan di bawahnya dituliskan kata-kata perumpamaan “Ratu dan Raja”. Tiwi yang hanya ingin mematuhi setiap perintah dan permintaan Ratu akhirnya membuat lukisan tersebut.

Sehari sebelum perayaan, lukisan telah sampai kepada Ratu. Dengan perasaan tidak sabar, Ratu membuka lukisan yang telah dikirim Tiwi kepada Ratu. Ratu benar-benar kaget melihat lukisan yang sangat menghina ia dan suaminya itu. Masih dengan rasa tidak percaya, Ratu terpaksa memutuskan hukuman yang akan diterima Tiwi adalah hukuman mati. Namun dengan cara yang sopan, untuk mengenang jasa-jasa Tiwi. Ratu pun mengirimkan seorang pesuruh untuk mengantarkan surat kepada Tiwi dengan beberapa pesan.

Lalu tibalah pesuruh di kediaman Tiwi dan berkata, “Putri, ada surat dari Ratu. Putri harus mengantarkannya ke pengawal digedung hitam dan Ratu berpesan jangan buka surat itu sampai pengawal gedung hitam membacanya,” sebut pesuruh.

Ra kebingungan karena tak mendengar berita Tiwi akan dihukum. Lalu bersiasatlah Ra mencari informasi, hingga bertemu pesuruh Ratu yang mengirimkan surat kepada Tiwi. Ra tak menyangka, bahwa Tiwi bukan dihukum malah diberi surat untuk diantarkan ke gedung hitam yang merupakan gedung pasukan khusus Ratu. Tempat barang siapa yang bisa bekerja di sana, maka namanya akan terkenal.

Baca juga  Ide Cemerlang Nadia

Lagi-lagi dengan sifat iri hati, Ra menyusul dan menghentikan Tiwi. Ia pun membohongi Tiwi dengan mengatakan bahwa ia diminta Ratu melanjutkan perjalanannya. Karena Ra adalah saudari yang ia sayangi, maka ia selalu percaya pada perkataan Ra. Tiwi pun berpesan pada Ra agar surat tidak dibuka sampai tempat tujuan. Ra pun mengikuti permintaan Tiwi, dan juga mengatakan pada Tiwi, bahwa ia dipensiunkan dan diberikan tempat tinggal di sebuah pulau terpencil oleh Ratu, yang sebenarnya adalah pulau milik Ra sendiri. Dan pergilah Tiwi, begitu pula dengan Ra.

Sambil tersenyum bahagia, Ra akhirnya sampai di gedung hitam. Penjaga pun lekas membaca surat dari Ratu tersebut. Tiba-tiba Ra ditangkap, lalu ia mempertanyakan kesalahannya.

Ia terkejut saat mendengarkan isi surat itu, “Dinyatakan Ratu, orang yang mengantar surat ini harus dihukum mati,” begitu isi suratnya.

Apapun alasan Ra, tidak ada yang mau mendengarkan. Akhirnya dengan membawa sifat angkuh, sombong, dan iri hati, Ra dihukum mati. Berita kematian Ra dirahasiakan. Di tempat yang tidak diketahui orang letaknya. Sedangkan Tiwi, hidup tentram dan bahagia selamanya. (*)

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!