Oleh Moh Romadlon (Kompas, 18 Maret 2018)
ARIA dan teman-teman pulang dengan kecewa. Mereka tak mengira bakal kalah pada babak awal turnamen sepak bola antar-sekolah dasar di Kebumen, Jawa Tengah. Apalagi mereka kalah dengan skor telak, 5-0. Padahal, sekolah mereka biasanya sering berprestasi dalam turnamen ini.
Sesampainya di sekolah, para anggota tim sepak bola ini saling menyalahkan. Banyak yang menuding kekalahan ini akibat kesalahan kiper. Sebagai kiper, Danu tentu tak terima. Ia balik menuduh sang kapten, Aria, yang tidak bisa mengatur permainan tim. Untung saja, Pak Hendro, guru olahraga sekaligus pelatih tim sepak bola segera melerai pertengkaran anak didiknya.
“Dalam setiap pertandingan, kalah-menang adalah hal biasa,” hibur Pak Hendro. “Oleh karena itu, kalian tidak boleh saling menyalahkan. Sebab, dalam sebuah tim, kekalahan atau kemenangan adalah milik bersama.”
“Tetapi, kami masih bingung, kenapa kami bisa kalah dengan begitu mudah, Pak? Padahal, kemampuan kami rasanya tidak kalah dengan lawan?” kata si kapten, Aria.
“Kami juga sudah rajin berlatih, Pak,” imbuh Danu.
Pak Hendro lalu berkata, “Sekarang, mari kita belajar dari kekalahan ini. Bapak menilai, penyebab utama kekalahan kalian karena sebagai tim kalian kurang bersatu, kurang kompak. Kalau sebuah tim pemainnya tidak mau bersatu, akan mudah dikalahkan.”
Anak-anak terdiam mendengarnya.
“Sepandai apa pun seorang pemain bola, kalau dia main sendirian, pasti tidak bisa apa-apa. Namun, kalau kalian bersatu padu dan saling mendukung, terbuka peluang untuk menang dan meraih sukses. Kalian tahu kenapa persatuan itu begitu penting?”
Kali ini, anak-anak pada menggeleng.
“Karena dengan persatuan maka kita bisa menjadi lebih kuat. Kalian tahu lidi, kan? Sebatang lidi mudah sekali dipatahkan. Tetapi, ketika diikat menjadi sebuah sapu, lidi-lidi itu akan berubah menjadi sangat kuat.”
Anak-anak mengangguk mendengar wejangan Pak Hendro.
“Nah, kalau Filosofi lidi kita kaitkan dengan tim sepak bola kita, setiap pemain harus saling mendukung dan menguatkan. Tidak boleh ada yang merasa lebih penting dari yang lain. Pak Guru yakin, di lain kesempatan, kalau kalian bisa bersatu padu dan saling mendukung, maka kalian bisa menang dan juara,” lanjut Pak Hendro.
“Maafkan kami, Pak. Kami membuat Bapak kecewa,” ungkap Aria kemudian mewakili teman-temannya.
“Tidak apa-apa. Justru kekalahan ini ada hikmahnya. Sebab, dengan kalian kalah, maka kalian kini sadar tentang pentingnya persatuan dalam tim.”
Sekarang, Aria, Danu, dan teman- teman satu timnya sudah menyadari bahwa mereka harus mengedepankan persatuan di dalam tim sepak bola mereka. Ibarat pepatah, “Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh”. [*]
Catatan:
Khusus untuk Klasika edisi Maret, kami akan mengangkat salah satu nilai karakter unggul dengan dongeng bertemakan “Persatuan Indonesia”. Kirimkan dongeng Anda ke nusantarabertutur@gmail.com
Leave a Reply