Cernak, Kedaulatan Rakyat, Umi Salamah

Kesabaran Radit

0
(0)

Oleh Umi Salamah (Kedaulatan Rakyat, 10 Juni 2018)

Kesabaran Radit ilustrasi Jos - Kedaulatan Rakyat.jpg

Kesabaran Radit ilustrasi Jos/Kedaulatan Rakyat

“RADIT, makan yang banyak ya. Kamu kan puasa hari ini. Kamu tidak boleh makan dan minum sampai azan Magrib nanti sore,” ucap Mama.

“Tapi kalau Radit nanti lapar bagaimana?” dengan berjalan kaki

“Radit pasti bisa menahannya. Mama sama Papa juga puasa. Teman-teman di sekolah juga puasa. Radit kan hebat. Pasti bisa puasa.”

“Iya, Ma.”

“Radit juga harus sabar dan tidak boleh marah saat puasa.”

“Kenapa?”

“Karena Allah sayang sama anak yang penyabar. Radit mau disayang sama Allah, kan?”

Radit tersenyum. “Radit mau, Ma.”

“Nah, setelah selesai makan kita salat Subuh bersama. Ayo dihabiskan.”

Radit melanjutkan memakan makanannya. Hari ini pengalaman pertama Radit puasa. Dia berjanji akan puasa penuh dan menuruti nasihat Mama supaya sabar dan tidak boleh marah.

***

“Radit, kamu puasa hari ini?” tanya Andi.

“Iya, dong. Aku puasa.”

“Asyik, ya. Kita puasa bareng-bareng. Kata papa aku, puasa lebih mengasyikkan kalau ada temannya.”

“Mama aku juga bilang seperti itu.”

“Radit, kamu bawa sandal jepit, nggak? Kan selama bulan puasa jam istirahat diganti dengan salat Duha berjemaah di musala. Kamu masih ingat, kan?”

“Iya, aku bawa sandal jepit sendiri. Sandal jepit di musala kan terbatas. Kamu bawa sandal jepit, nggak?”

Andi menggeleng. “Aku lupa, Dit. Nanti aku pinjam punya kamu, ya.”

“Oke. Nanti kamu pakai setelah aku.”

Jam istirahat tiba, Radit dan siswa yang lainnya menuju ke musala. Antrean panjang melebihi hari biasanya. Mereka tidak hanya mengantre berwudu tapi juga mengantre sandal jepit. Radit senang karena dia tidak harus menunggu seperti yang lainnya.

Baca juga  Tata Si Ikan Penyelamat

Setelah selesai salat Dhuha berjemaah, Radit dikejutkan karena sandal jepitnya rusak. Dia panik dan marah mengetahui sandal jepit kesayangannya rusak. Dia lalu menuduh Andi yang telah merusak sandal jepitnya.

“Bukan aku, Dit. Sewaktu aku pakai sandal jepit punya kamu belum rusak kok. Tadi aku lihat, Wahyu yang terakhir meminjam sandal jepitmu.”

Radit menatap Wahyu yang menundukkan kepala. Wahyu akhirnya mengakui kalau dia yang merusakkan sandal jepit Radit. Wahyu tidak sengaja merusaknya karena tadi terburu-buru saat mendengar iqamah. Radit marah dan tidak mau tahu. Dia meminta Wahyu menggantinya.

“Radit kan sedang puasa. Tidak boleh marah. Wahyu kan tidak sengaja merusak sandal jepitmu. Lihat, Wahyu sangat sedih,” ucap Pak Guru.

Radit menatap Wahyu yang menunduk sedih. Dia teringat dengan nasihat mamanya untuk sabar dan tidak boleh marah. Allah sayang dengan anak yang sabar. Radit merasa bersalah kepada Wahyu karena memarahinya di depan semua temannya.

“Wahyu, aku maafin kamu. Kamu nggak usah mengganti sandal jepit aku yang rusak. Maafin aku yang tadi marah sama kamu ya,” ucap Radit tulus.

Wahyu mengangkat kepalanya.

“Terima kasih, Radit. Kamu sahabat aku yang baik.”

Pak Guru bangga melihat para siswanya saling memaafkan. Dia memuji kesabaran Radit dan Wahyu yang mau mengakui kesalahan. ***

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!