Faiha dan Zahra terdiam.
Semenit, dua menit, tak ada yang mau bicara. Dita yang merasa jengkel dengan kedua sahabatnya, bergegas bangkit meninggalkan mereka.
“Jangan marah gitu, dong, Dita.” kejar Faiha dan menggamit tangan sahabatnya tersebut.
Zahra ikut di belakang Faiha dengan wajah tertunduk.
“Marah sih enggak, cuma sebal aja melihat kelakuan konyol kalian. Pemilihan ketua kelas itu hal yang lumrah. Silakan memilih siapa pun yang menurut kalian pantas menjadi pemimpin, asal jangan sampai kedamaian kita sebagai tiga sahabat terusik. Boleh beda pendapat tapi tetap saling hormat.”
Kedua sahabat Dita manggut-manggut.
“Maafkan aku ya, Ra.” Faiha mengulurkan tangannya.
“Aku juga minta maaf, ya.” Zahra tersenyum sambil menjabat tangan Faiha.
“Nah, gitu dong.” Dita tersenyum lebar melihat kedua karibnya berdamai dan kembali rukun. “Sebagai hadiah, ayo ke kantin, nanti aku yang bayar.”
“Kalau gitu, besok kita bertengkar lagi ya, Faiha. Habis itu damai. Lumayan … biar bisa makan gratis,” goda Zahra cengengesan sambil mengedipkan sebelah mata ke Faiha.
Dita melotot.
Faiha dan Zahra terkekeh melihatnya.
Ketiga sahabat karib itu pun berbincang-bincang sambil beriringan menuju kantin.
Gresik, 8 Februari 2019
Leave a Reply