Mata Pelajaran Mendengar
: Blue Velvet, Lynch
ia masih sekali lagi dan melakukannya untuk van Gogh
untuk dunia bising dan selalu ingin didengar
atau bukan apa-apa sama sekali
dari balik lemari dunia begitu misteri
menatap lewat lubang kunci
(guci yang dibungkus satin)
telah menganga setelah cinta
(merobeknya dalam-dalam)
ia masih mendengar tipis-tipis
dari mode siniar dan pertunjukan klandestin
telah menelusuk membran dan menjadi morse
bagi tubuh tropis yang hilang di pekarangan
ia hanya ingin didengar saja
tak harus disambar dengan lolong dan belati
khotbah dinihari atau ode bagi iota
sebelum semua terjadi
ia, atau selagi kita mewariskannya
didengarkan, ya hanya didengarkan
adalah nikmat tidur di ladang
dengan selimut rumput dan guling betung
tanpa menjadi lumbung
dengan durasi serba terhitung
2021
Mata Pelajaran Menunggu
: Oldboy, Park Chan-wook
di manakah kesedihan memiliki rumah
atau bertaut pada alasan
bila kesepian telah menghablur dendam
dalam penjara waktu sebrutal itukah bertalu-talu
rumah bagi kepahitan adalah pertanyaan
menggantung di langit-langit kamar
dari bawah tanah akar-akar geragas
batang pohon tumbuh menembus beranda rumah
meninggi dan hampir menantang langit pertama
seseorang tanpa nama mengambil kapak dari gudang tetangga
ia menebangnya diam-diam dari hari ke hari
menahan segala karena baginya secupak tak jadi segantang
ia angkut sisa batangnya untuk membangun gubuk seadanya
ia menemuiku setelah sebuah ratapan hanya berakhir di garba
terdengar tawa dari kejauhan dan merasa hidupnya,
hidupku dan hidupmu tak lagi sama.
2021
Selagi Ia Bertualang
: Alfred Russel Wallace
Aku menemuimu di Serawak
masih dengan kabut paralaks
Kau membawa surat perkenalan untuk dua Mesman
dan setelahnya adalah perjalanan menakjubkan
“Aku tinggal di rumah panggung dengan atap daun rumbia
sumur dalam di belakang untuk membersihkan segala macam demam
langit-langit serupa pelepah daun sagu, dan benteng Portugis di sekitaran,”
tuturmu kala itu sambil merapikan perbekalan.
“Sebelumnya aku dibantu Allen,
di tanah kaya dan penuh teka-teki ini
aku bertemu seorang terampil: kau Ali.”
pujianmu membuatku mawas diri
Awalnya aku hendak sebagai juru masak
lalu menguliti burung dan menyimpannya
dengan rapi di setiap kemasan
Di cadas basah, di bawah jeram
ia menatap bintik ribuan warna mengepak
di tajuk-tajuk pohon, segalanya merekah
Badrun dan Baco pun demikian
mereka membawa kotak hasil tangkapan
dan senyum semringah tiada hentian
Pada peta
dari selat itu
ia mengarsir garis
Di Hindia Timur, di Ternate ini
evolusi singgah lalu pergi
menemu pangkal tanpa ujung
Aku mendaduh pada anak-anak peninggalan:
hewan telah begandering di tiap perburuan
dan Darwin yang kerap berhutang
Ia telah mengekalkan pengetahuan
lalu rumah-rumah berpindah
dari serangan malaria dan pariwisata
Di masa depan membayang ini
nyanyian hutan-hutan
semoga masih terdengar riang.
2021
Galeh Pramudianto, berdomisili di Tangerang Selatan. Pengajar dan bergiat di Penakota. Buku puisinya, Asteroid dari Namamu, beroleh Acarya Sastra 2019.
Leave a Reply