Oleh Setta SS (Kotasantri, 8 Februari 2010)
Happy New Year, Friend!
BEGITU isi layanan pesan singkat yang membangunkan saya tepat pada pukul 00:03:28 di malam pergantian tahun 2005 ke tahun 2006 dari sebuah nomer asing.
Meskipun bagi saya setiap hari adalah sama dan saya bukanlah salah seorang yang setuju dengan tradisi perayaan tahun baru Masehi, saya yakin orang yang mengirim pesan singkat itu cukup mengenal saya dengan baik. Setidaknya dia menyapa saya dengan sebutan friend (sahabat). Tapi sungguh, saya tidak ada bayangan sama sekali tentang siapa dia.
Tanpa berpikir lebih jauh, saya membalas SMS itu.
Hope everything will be better for us. Amen. By the way, can you tell me your lovely name, Guy?
Pukul 08.15 pagi harinya, pemilik nomer itu membalasnya.
I’ll tell you my name, but first, tell me your name. Even I know your number, but actually I don’t know who you are.
Ada-ada saja nih orang. Dia sendiri tidak tahu siapa saya? Gumam saya retoris.
Untuk menghilangkan rasa penasaran, saya pun kembali membalas SMS-nya. Saya coba pegang janjinya sekaligus memastikan apakah dia seorang yang bisa dipercaya atau tipe pembual. Saya tulis nickname dan identitas sex/age/religion/place apa adanya.
I think, you save my number.
Balasnya hampir sepuluh menit kemudian tanpa menyebut nama, hanya identitas sex/age. Dan tambahan bahwa dia tinggal satu kota dengan saya, tetapi sekarang tinggal di kota J.
Setelah beberapa saat mencoba menggali kembali lintasan memori masa lalu, tetap saja saya tidak dapat menebak dengan yakin siapa nama orang—wanita, yang mengaku mengenal saya itu. Tidak ada gambaran utuh tentang siapa dia. Dan yang membuat saya kesal, dia telah mengingkari janjinya sendiri: I’ll tell you my name, but first, tell me your name.
Apa sih ruginya sekadar menyebut nama panggilannya saja, yang mungkin akan mengingatkan saya pada seseorang yang pernah saya kenal? Protes saya dalam diam.
Sorry, don’t you ever hear that one of the main sign of hypocrite is speak lie?
SMS saya beberapa saat kemudian, berharap dia sudi menyebutkan sekadar nama panggilannya saja. Ternyata beberapa detik lagi 40 menit berlalu, dia tidak juga meresponnya. Akhirnya, saya ketik sebuah SMS lagi sebagai “hadiah” untuknya.
If you are Moslem, sure, you are not a good Moslem. Because a good Moslem often makes sins, but never speaks lie. But if you are not Moslem, sorry, that’s the real you are. Bye!
Dan, SMS terakhir ini manjur.
How dare you call me like that? Balasnya sambil menyebutkan nickname-nya.
Saya langsung bisa mengenalinya seketika. Dia adalah teman salah seorang kolega saya. Kami pernah sekali bersilaturahim ke rumahnya dulu. Dan saya memang pernah menyimpan nomernya, tetapi telah saya hapus karena dia sering berganti nomer tanpa konfirmasi nomer mana saja yang masih dipakainya.
Honesty is all in our life. It’s the first mirror when we introduce ourselves to others, but they can’t see our performance. So, the first valuable lesson in this New Year for you is about …………
Sahabat, adakah yang bersedia membantu teman saya melengkapi titik-titik SMS saya di atas? (*)
Karangkandri, 13 Januari 2oo6 oo:21 a.m.
Leave a Reply