Delvi Yandra

Tok Mulkan dan Istrinya

0
(0)

Cerpen Delvi Yandra (Koran Tempo, 2 Februari 2014)

Tok Mulkan dan Istrinya ilustrasi Yudha Adetya

LELAKI itu berdiri di depan peti es krim. Ia tersenyum-senyum sambil mengisi sudut-sudut peti itu dengan bongkahan balok-balok es. Kemudian ia memandangi istrinya yang duduk agak jauh, dekat jendela di mana cahaya matahari menimpa dari langit-langit ruang, dari celah atap yang sedikit lubangnya.

Ia bersandar di sana. Tak ada yang tahu berapa lama ia di sana menjahit pakaian seragam sekolah anaknya. Seekor kecoa lewat di celah dinding kayu yang tampak keropos. 

“Apa yang sedang kau pikirkan, istriku?” tanya Tok Mulkan. “Apakah kau sedang membayangkan kelak kau akan menjadi ibu seorang dokter?”

Perempuan itu tertawa. “Kau berlebih-lebihan,” katanya. “Aku yakin betapa bangga dirimu dengan khayalan seperti itu.”

“Aku tak menyangkalnya.”

“Kau pasti bangga, bukan?”

“Ya, istriku. Mengapa aku harus berdusta? Tentu aku sangat bangga. Kita akan memiliki sebuah rumah yang besar. Aku akan memakai pakaian yang bersih. Coba pikirkan. Aku akan duduk di kedai kopi yang mahal, menyilangkan kaki dengan santai dan mengisap cerutu. Aku akan menjadi ayah seorang dokter. Ini bukan khayalan yang memalukan.”

Perempuan itu meletakkan jahitannya di atas lutut dan menggosok matanya.

“Aku bermimpi tentang hal itu sepanjang waktu. Kau tahu perumahan dokter yang di Jalan Sudirman? Ya, kita akan menetap di salah satu rumah yang besar di sana. Di pintunya ada terpajang papan nama anak kita. Boleh kukatakan sesuatu padamu? Setiap saat, dengan tanganku ini akan kubersihkan papan nama itu dengan sabun dan air. Aku berjanji aku tidak akan menjadi seorang ibu mertua yang buruk bagi menantuku. Aku juga akan mengasihi cucuku.”

Baca juga  Teman Kami

“Aku juga,” ujar Tok Mulkan. “Setiap sore aku akan membawa cucuku berjalan-jalan di taman. Seorang anak bagaikan sekuntum mawar. Ia harus menghirup udara bersih, mendapat cahaya matahari dengan baik.”

“Aku akan menyapu lantai, aku akan mengunci pakaian mereka dengan tanganku sendiri. Tidak baik meninggalkan pekerjaan yang terbengkalai, yang akan membuat rumah terlihat kotor. Tidak apa-apa. Aku juga akan menyetrika pakaian mereka.”

“Kita akan diberi sebuah kamar di rumah mereka yang besar. Makan kita tentu tidak akan membutuhkan biaya yang besar. Lagi pula, kita akan segera menjadi tua lalu…”

“Kita akan mati dalam damai dan dikubur seperti manusia selayaknya.”

“Ah, aku tidak akan mau mati dalam damai. Suatu saat nanti, setelah anakku menjadi seorang dokter, aku masih mau menikmati hidup enak sebagai ayah seorang dokter. Tidak peduli berapa banyak cerutu yang kuhisap. Kalau kita sakit, kita tidak perlu memikirkan biaya berobat ke rumah sakit.”

“Ya, mereka tidak perlu repot-repot menyiapkan sarapan. Pukul empat pagi kita akan terjaga dan menyiapkan semuanya.”

“Tentunya mereka akan menyantap makanan mereka dengan garpu dan pisau. Kau pikir kita tidak akan bisa mengurus semua itu?”

“Oh, mengapa kau begitu cemas? Setelah selesai semua pekerjaan, kita akan masuk ke kamar kita dan berdiam di sana.”

“Kita tidak perlu muncul di depan tamu-tamu mereka. Apabila tamu-tamu itu datang, kita masuk ke kamar kita dan mengunci pintu…”

“Ya, tamu-tamu itu tidak perlu tahu kalau kita tinggal satu rumah dengan mereka.”

“Kita akan menyeduh kopi dan meletakkannya di meja sebelum mereka bertandang.”

“Tentu saja, kita akan menyeduhkan kopi untuk mereka.”

“Istriku, andai saja aku bisa menyilangkan kaki di depan kawan-kawan dan menghisap cerutu mahal di usia tuaku. Andai saja aku bisa melakukannya…”

Baca juga  Yang Ditinggalkan

“Ya. Selanjutnya?”

“Selanjutnya, Tuhan boleh mengambil nyawaku saat itu juga.”

Dengan tangannya yang kokoh, Tok Mulkan mulai menutup peti es krim yang sudah berisi balok-balok es itu. Istrinya meraih kembali pakaian seragam yang belum selesai dijahit. (*)

 

 

Delvi Yandra bermukim di Kubu, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

5 Comments

  1. Iqbal Tawakal

    Ada yang bisa menjelaskan maksud cerpen ini apa?

  2. Rini

    Cerpen di atas menceritakan tentang impian orangtua yang memimpikan anak nya menjadi seorang dokter. Bagi tok Mulkan dan istri nya, jika anak nya menjadi dokter, mereka akan hidup mewah dan penuh kebahagiaan. Dengan profesi si anak, orangtua akan bangga.

  3. Lutfiahtillah

    subhanallah..mendalam luar biasa.

Leave a Reply

error: Content is protected !!