Cerpen, Fandrik Ahmad

Andeng Karawung

5
(1)

Dulu, Ki Sarpomo, seorang dukun yang katanya kebal senjata, mati sia-sia di tempat itu. Tubuhnya menjadi hitam lebam, ditemukan tewas mengenaskan. Menurut keterangan, kematiannya disebabkan karena dukun dekil itu membersihkan sumber dari dedauan beringin yang mengambang.

Sejak saat itu tak ada yang berani mengubah posisi apa pun di sekitar sumber. Mereka cuma berani mengubah posisi selokan sepanjang air hendak dialirkan ke persawahan.

Persepsi kedua dipelopori oleh ‘orang luar’. Mereka menilai retakan tersebut merupakan gejala alam biasa. Pelapukan tanah dan tingginya intensitas curah hujan. Bisa pula pergeseran lempeng bumi—tetapi alasan ini tak begitu sepopuler yang pertama karena tak ada tanda-tanda pergeseran lempeng, seperti gempa.

Soal sepasang mata di pangkal beringin, mereka menganggap hanyalah bias cahaya sumber. Sewaktu-waktu tampak, sewaktu-waktu menghilang.

Baca juga: Tenung – Cerpen Fandrik Ahmad (Kompas, 25 Januari 2015)

Oleh karena persepsi yang kedua, pembangunan waduk raksasa di sumber itu terus dilakukan. Tentu, yang mengerjakan adalah orang luar yang dipekerjakan sebagai tukang. Mereka memasang target, sebelum intensitas curah hujan mencapai puncaknya pada awal tahun, pembangunan waduk harus selesai. Nantinya, air waduk akan disalurkan ke empat tandon yang akan membagi rata air ke seluruh kelurahan.

Tak sedikit yang kontra adanya pembangunan itu. Lebih-lebih sumber itu sebagai tempatnya. Tetapi, tak ada yang berkutik atau berani menggugat. Bahkan sebagian warga telah meneken. Menyepakati perjanjian tertulis dengan Pak Lurah.

Orang yang paling tidak setuju adalah Sumar. Lelaki berambut gondrong dan berperawakan kaku yang mengaku mendapat wangsit dari Ki Sarpomo.

“Lihat, begini jadinya jika perkataanku tak didengarkan. Ular Karawung sudah keluar!” tukas Sumar. Geram.

Baca juga  Kasan Wolu

“Kenapa bisa?”

“Sampret! Jelas terusik.” Matanya melongo kepada orang yang disebutnya Sampret.

“Bagaimana? Perjanjian sudah terlanjur diteken,” sambung yang lain.

“Kita batalkan saja.”

“Tidak semudah itu. Bagaimana kalau mereka menuntut ganti rugi?”

“Tutup dengan jual tanah saja.”

“Ngawur!”

Loading

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!