Cerpen Radna Tegar Zakaria (Suara Merdeka, 4 Mei 2014)
RAYYA menjuluki suaminya SR dengan ameba. Rayya yakin bahwa SR bisa membelah diri seperti ameba hingga mampu berada di pelbagai tempat dan aneka kondisi, mulai taman-taman bunga di tengah kota berlumurkan senja romantis, pasar ikan amis, konser metal, atau menemani kutu buku di perpustakaan, untuk menggoda wanita-wanita lantas mengajak kencan. Sangat mungkin ameba sekarang sedang duduk bersama Anda, Anda, Anda, dan Anda karena kemampuannya melipatgandakan raga.
”Dia lihai membelah diri.“
Setengah gelas kopi susu hangat kuaduk lambat sambil membayangkan sebagus apa rupa ameba. Kubayangkan SR adalah lelaki idaman perempuan: rupawan turunan bangsawan terpelajar, otak cerdas dengan cita-cita pekerjaan masa depan peneliti avertebrata, tak gemar menenggak alkohol serta aktif berkampanye antimerokok dan penyuluhan HIV-AIDS. Kalau demikian aku masih bisa menerimanya. Tapi….
”Dia biasa-biasa saja,“ kata Rayya, yang terang-terangan ingin memata-matai SR, kalau perlu menghotel-prodeokan, karena sakit hati diselingkuhi. Bukankah biasa menurut Rayya belum tentu biasa menurut yang lainnya.
”Anda tentu pernah melihat Sangkuni?“
Pikiranku tertuju pada deskripsi laki-laki bermata picak, jalan pincang, rambut keriting diurai hingga bahu, dan pikiran culas. Ucapan Rayya keji, kucatat sebagai kalimat dari hati yang disakiti.
Bisa jadi Rayya datang ke kantorku hanya ingin mengumpati suaminya. Aku dengarkan baik-baik dan mencatat keterangan Rayya. Acapkali konsentrasiku terganggu dengan dua benda menyembul di dada Rayya. Besar dan mendesak seperti ingin keluar. Liur kuteguk dan terus kuusir pikiran mesum. Agak aneh secantik Rayya diperlakukan SR demikian.
”Cocok kujuluki ameba,“ nada Rayya satir. ”Kadang aku mengutuk Tuhan, mengapa menjodohkanku dengan ameba. Tidak setia dan suka melupakan keluarga,“ Rayya berhenti sejenak lalu mengupas permen mentol yang kutaruh dalam toples kaca. Hawa segar mentol bisa meredakan pikiran panas. Rayya mencecap beberapa kali.
”Anda tak bisa mengutukinya demikian. Kutuklah perbuatannya. Sebagaimana pembaca tak bisa menyalahkan wartawan yang menulis berita kejahatan yang merusak suasana pagi, tapi salahkan orang jahatnya. Kita pun tidak bisa menyalahkan kenapa Tuhan menulis riwayat jahat Firaun. Tapi salahkanlah Firaun.“
Rayya terdiam. Entah memikirkan ucapanku atau konsentrasi penuh untuk melumat permen mentol. Sedetik kemudian aku diserang gelisah. Tak semestinya aku berkata yang membela satu pihak. Meskipun Rayya klienku, aku harus di posisi tengah.
”Tapi aku geram. Di mana-mana, di setiap aku bertemu wanita seksi, selalu mengaku kekasih ameba.“
Rayya meraih gelas air putih dan menegak habis.
Pertemuan selesai. Aku mengatur jadwal pertemuan kembali seminggu lagi. Dengan kuserahkan tugas kepada Rayya agar ketika mengingat ameba dan hendak memaki, kuminta dia melakukan hal yang membahagiakan. Penghalang rasa kesal. Rayya bingung mengenai pendongkrak endorfin.
”Bisa makan cokelat atau kacang kenari? Salmon?“
Rayya memilih cokelat yang mudah didapat.
Hubungan pelik asmara kadang membuat orang beringas berkali-kali lipat. Membunuh, mencincang, mengelamini lewat jalur feses, dan aneka kekejaman yang muncul dari kekecewaan.
Mungkinkah SR = ameba? Manusia unisel? Evolusi makhluk bertulang belakang dimulai dari hewan tanpa tulang dan bersel sendiri sejenis ameba.
Sebagaimana proses pada umumnya, tidak semua berhasil sempurna. SR berkemampuan laiknya ameba bisa jadi adalah kejadian luar biasa seperti albino pada gorilla. Gen ameba tertempel pada rantai gen manusia hingga terwariskanlah sifat moyang protozoa. Bisa membelah diri dan mengencani ratusan wanita. Berkasih-kasih. Lalu berlagak tidak ada apa-apa. Rayya mengatakan setiap wanita seksi mengaku menjadi kekasih ameba. Berapa jumlah wanita seksi di kota ini, di negeri ini, di dunia ini? Butuh alat hitung nanoteknologi untuk menjumlahkan. Atau SR = Nabi Sulaiman yang beristri 1.000?
Kupanggil asistenku, kuminta menunda jadwal bertemu klien lain. Aku gegas mencari data SR, ameba.
***
AMEBA duduk minum kopi. Laki-laki dan kopi bak gembok-kunci. Kafein kopi bisa mengenyahkan lelah. Aku memakai jas warna krem, ameba memakai kaus lengan panjang rambut belah tengah. Wajah dan bekas jerawat serta kumisnya sangat mirip dengan detail penjelasan Rayya. Alis dan hidung bengal indikasi libido tinggi. Aku pura-pura tidak menaruh perhatian kepadanya.
Tiga jam dia tak berganti posisi. Mungkin dia sedang menunggu satu dari sekian banyak kekasihnya. Ameba tak butuh ke toilet kencing. Aku? Sudah kutahan agar urin tak menjebol pertahan kandung kemih dan buli-buli. Andai bisa kusemen ureter agar tak buru-buru dialiri air seni. Sekali aku lengah memperhatikan ameba bisa-bisa dia menghilang tanpa jejak. Namanya juga ameba, bisa bergerak tanpa jejak meski lambat.
Seorang pelayan kupanggil untuk mengisi kembali minuman di gelas. Sambil menghidangkan apa pun untuk mengganjal perut lapar. Aku ke restoran ini mengawasi tingkah orang yang dimusuhi Rayya, bukan memesan lapar. Lima menit kemudian pelayan datang dengan pinggan kayu berisi minuman dingin dan kentang goreng ditaburi cabai bubuk dan lada hitam. Saat perhatianku berpindah sebentar kepada pelayan untuk mengucapkan terima kasih dan membenarkan posisi piring gelas, tiba-tiba ameba lenyap dari meja semula dia duduk.
Brengsek! Ameba hilang. Kuteguk cepat minuman, kukunyah beberapa kali, lalu kutelan. Kutinggalkan beberapa uang dan kuyakin lebih untuk tip pelayan di meja dekat kertas tagihan. Aku harus segera mengejarnya.
Saat pintu restoran terbuka. Mataku tiba-tiba diserbu kondisi paling mengejutkan selama empat puluh delapan tahun aku hidup. Mengapa semua laki-laki berwajah dan perawakan sama dengan ameba? Laki-laki tukang parkir. Sopir taksi. Pengemis di pinggir jalan. Seorang anak muda dengan seragam sekolah. Dua orang eksekutif muda dengan kemeja warna biru dan hijau tua pun berwajah ameba. Seorang penjaja es puter, rujak bebek, karedok, kue pancong. Seorang laki-laki yang memiliki berpakaian superketat dengan dominan warna pink. Anak kecil di kereta bayi seorang mama. Kakek keriput di pojok halte. Juga model-model laki-laki di baliho besar sepanjang jalan berubah menjadi wajah ameba. Apa ini hasil pembelahan diri seorang laki-laki?
Mataku pekat. Pikiranku tercekat. Badanku jatuh berdebam di trotoar tanpa bisa kutahan. Semua gelap tanpa ada penjelasan. Pantas Rayya stres menghadapi SR si ameba. Aku seperti sebatang sel sendirian di tengah jaringan tubuh manusia merimba.
***
SAAT mataku terbuka, tubuhku sedang rebah di kamar rumah sakit. Asisten pribadiku sedang merapikan bunga dengan nama pengirim, yang kuyakin dari sejawat dan klienku. Juga ada buah-buah segar dalam keranjang berbungkus plastik wrap.
”Akhirnya Anda siuman,“ asistenku mendekat.
”Sudah berapa lama aku pingsan?“
’“Bukan pingsan, koma. Anda hampir tiga bulan tidak sadarkan diri, Pak. Lebih tepatnya 83 hari.”
Apa menyaksikan kejadian luar biasa membuat jantungku mati?
”Aku menyaksikan si ameba itu benar-benar membelah diri di mana-mana,” aku mengatakan ingatan yang paling kuingat sebelum aku tertidur panjang.
”Mungkin itu yang membuat anda terserang heart attack mendadak.”
Kutelan ludahku. Pahit.
”Bisa kamu ambilkan aku air putih?”
Asistenku gegas membawa segelas air putih. Tubuhku lelah sekali seperti usai gyuruki dengan peraih medali emas taekwondo. Seperti tulangku hendak dilolosi dari badan. Aku lemas selemas-lemasnya. Kurus menyisakan lembah-lembah di sela iga.
”Aku lapar.“
Asistenku tentu tahu. Aku baru sadar dari koma selama tiga bulan tanpa asupan gizi, hanya cairan infus dan aliran listrik dari perangkat dokter. Asistenku membawa semangkuk bubur lembut dan lumatan avokad.
”Apa Rayya pernah berkunjung?“
Asistenku hanya mengangguk.
”Aku harus segera memberitahunya,“ aku bersemangat. SR mampu membelah sehingga menipu banyak wanita termasuk Rayya, harus dibongkar kalau perlu dikebiri. Andai tak lekas disetop, bisa-bisa semua wanita seksi bakal dikencani ameba.
”Mungkin minggu depan Bapak bisa menemui klien lagi. Kesehatan lebih utama.“
Aku mengangguk dan menerima suapannya.
***
RAYYA datang sebentar lagi. Kuyakin Rayya puas dengan temuanku. Laki-laki yang gemar membelah diri demi kepuasan nafsu pribadi sah-sah saja untuk dihukum. Sudah absah kalau Rayya mencaci SR alias ameba. Pintu ruangan diketuk perlahan. Kupersilakan masuk. Dapat kupastikan satu-satunya klien yang membuat janji bertemu pagi ini.
Mataku terbelalak. Rayya? Inikah Rayya kini! Mengapa tubuhmu membengkak sedemikian besar? Rayya yang berdiri di depanku bukan lagi wanita manis nan seksi. Bukan hanya dua benda di dada yang menyembul ke depan, bahu, perut, leher, dan paha.
”Jangan tanya mengapa aku jadi begini.“
”Kok?“
”Kamu menyuruh makan cokelat ketika marah itu bikin aku gemuk. Aku marah hampir tiap detik.“
Aku menelan ludah.
”Sebenarnya aku ingin menyampaikan perihal suamimu.“
”Tidak usah! Aku sudah tahu. SR bisa membelah diri, seperti ameba. Badan, sifat, perangai terbelah. Makhluk tanpa tulang itu bisa memakan otak manusia. Otakku habis dicincang ameba. Kesal.“
”Benar.“
”Sekarang ameba pergi. Dengan tubuhku sebesar ini bahkan untuk mendapatkan ameba jenis lain aku tak bisa.“
Tiba-tiba aku seperti melihat wajah SR, si ameba. Dia menyeringai menang bersama jutaan ameba lain. (62)
Yogyakarta, 20 April 2014
— Radna Tegar Zakaria, cerpenis yang menerbitkan karyanya di beberapa media massa ini belajar menulis di Klub Fiksi Sabtu
Radna Tegar
Terimakasih Mas Setta SS
Tetapi mohon maaf, saya mengoreksi beberapa typo dalam pengetikan ulang oleh admin yang baik…
1. …dengan cita-cita pekerjaa(kurang ‘n’) masa depan peneliti avertebrata…
2. …Atau SR = Nabis (kebanyakan ‘s’) Sulaiman.
Cerpen saya memang jelek, tapi tidak ditambah typo oleh pengetikan ulang. Setelah saya cek di naskah asli dan epaper dua kesalahan tersebut tidak ada. Berbeda dengan kesalahan pada kata “pertahan (seharusnya pertahanan) kandung kemih dan buli-buli.” Ini typo dari saya memang…
Mohon maaf…. dan terimakasih.
Radna
Christina Pradnya P (@Cladyrose)
ceritanya baguuuusssssssss…
Diah Rizki
Ceritanya bagus. Semoga ada cerita-cerita selanjutnya yg bisa dinikmati.
Omong-omong, klub fiksi sabtu itu apa ya? Saya penasaran 🙂
Terima kasih.