Cerpen Raymond Carver (Koran Tempo, 23-24 April 2016)
DI dapur ia menuang lagi minuman dan menatap ranjang besar di halaman depan rumahnya. Kasurnya telanjang dan seprai bergaris-garis terkulai di samping dua bantal di atas meja rias. Selain itu, benda-benda lainnya tampak seperti posisi semula di ruang tidur—meja dan lampu baca di samping ranjang di sisinya, meja dan lampu baca di samping ranjang di sisi istrinya.
Sisinya, sisi istrinya.
Dia merenungkan ini sambil menyesap wiski.
Meja rias itu terpacak beberapa kaki dari kaki ranjang. Dia telah mengosongkan laci-lacinya ke dalam kardus-kardus pagi itu yang kini teronggok di ruang tamu. Sebuah pemanas air mungil tergeletak dekat meja rias. Satu kursi rotan dengan bantal hiasan berdiri di kaki ranjang. Seperangkat lemari dan meja dapur aluminum menduduki sebagian jalan masuk halaman. Sehelai kain muslin kuning, yang kebesaran—hadiah dari seseorang—menyelubungi meja dan ujung-ujungnya terkulai menggantung di sisi-sisi meja. Sebuah tanaman tak berbunga ditaruh di dalam vas di atas meja. Beberapa kaki dari meja ini berdiri sebuah sofa dan kursi dan satu lampu sudut. Meja tergeletak di sudut dekat pintu garasi. Segelintir perkakas berada di atas meja itu bersama sebuah jam dinding dan dua pigura.
Di jalur keluar mobil juga terdapat sebuah kardus berisi cangkir-cangkir, sejumlah gelas, serta piring-piring yang masing-masing dibungkus koran. Pagi itu ia telah mengosongkan tempat penyimpanan barang-barang. Kecuali tiga kardus di ruang tamu, semua barang telah dikeluarkan dari dalam rumah. Dia mencolokkan gulungan kabel yang terhubung hingga ke luar sana dan semua perangkat elektronik terhubung pada benda itu. Semua perangkat itu berfungsi, tak beda dengan saat mereka berada di dalam rumah.
Sesekali sebuah mobil melambat dan orang-orang menatap. Tapi tak satu pun berhenti. Yang satu ini pun tampaknya tak akan berhenti.
“Tampaknya sedang ada bazar barang bekas,” kata si cewek di dalam mobil kepada si cowok yang menyetir.
Leave a Reply