Cerpen Mustofa W. Hasyim (Jawa Pos, 03 Juli 2016)
DAPUR atau pawon, tempat paling mengasyikkan bagi Sumi. Sejak kecil dia dilatih memasak oleh nenek dan ibunya di dapur. Hawa dan suasana dapur sangat dikenalnya. Di tempat ini dia bisa membiakkan kebahagiaan dan dapat menenggelamkan duka. Ia merasa dapur dapat menjadi dunia tempat dia melarikan diri dari beban hidup dan tempat untuk merayakan kegembiraan hidup. Sebuah ruang yang bagi dia sangat mengesankan. Tempat dia mengenal hidup berumah tangga, lewat obrolan, nasehat dan cerita nenek dan ibunya.
Dapur, bagi Sumi, tempat yang amat luas. Di dapur ada amben atau dipan besar, ada meja kursi, ada tempat menyimpan bumbu atau gothekan, ada almari khusus menyimpan makanan matang disebut gledeg, dan ada rak-rak besar dan tinggi tempat menyimpan alat memasak dan alat menyajikan makanan dan minuman. Aneka macam pisau, aneka macam sendok, aneka macam piring, aneka macam bakul, aneka macam mangkok, aneka macam gelas, aneka macam teko, ada di situ. Dengan isi dapur lengkap seperti itu, rasa-rasanya tidak ada satu jenis pun masakan yang tidak dapat dimasak dan disajikan di dapur untuk kemudian dihidangkan di meja makan.
Sumi merasa bahwa dengan di dapur dia merasa dirinya ada. Ada sebagai Sumi. Perempuan yang menjadi penyambung keturunan dari nenek moyang sampai ke anak cucu. Sebuah rumah tanpa dapur, bagi Sumi, sungguh tidak terbayangkan. Dengan mempersiapkan bahan, mengolah bumbu, dan mencampurkan bahan dengan bumbu menjadi masakan, Sumi belajar untuk sabar dan bertindak tegas. Ia ingat bagaimana nenek dan ibunya selalu memberi nasehat untuk tidak main-main kalau memasak. Semua harus memenuhi aturan. Kebersihan, kesegaran, takaran bumbu, cara mengolah, dan waktu mengolah sesuatu, tidak bisa ditawar sama sekali. Mirip ketika dia belajar pencak silat pada ayah dan kakeknya dulu. Semua serba ketat. Seharusnya selalu begitu. Kalau tidak begitu maka makanan yang dihasilkan akan berada di bawah standar.
Kata ibu dan neneknya itu mirip dengan apa yang dikatakan ayah dan kakeknya. Bila berlatih pencak silat tidak sungguh-sungguh maka ilmu yang didapat akan setengah matang. “Seorang perempuan pun kalau mau belajar pencak silat dan ingin menjadi pendekar harus belajar sungguh-sungguh sebagaimana seorang perempuan yang ingin menjadi perempuan beneran harus bisa menjadi ahli masak yang beneran,” begitu kata ayahnya sehabis latihan.
Di malam Lebaran ini Sumi ingin membuktikan dirinya ahli masak beneran. Dia memilih sibuk di dapur. Dua anak bersama dua menantu yang sehari sebelumnya pulang dari Surabaya dan Bandung, tempat mereka bekerja, malam Lebaran ini bersama dengan cucu-cucunya keluar rumah. Nonton pawai takbiran. Anaknya yang bungsu menjadi panitia lomba takbiran, bahkan sudah pergi sejak sore. Tinggal dia sendirian di rumah.
Leave a Reply