Cerpen, Jeli Manalu

Nama untuk Ayah

0
(0)

Ibu mengabaikanku. Aku galau dan sangat kesal. Terkadang kurasakan ia seperti bara yang hampir membakarku. Jika begini, aku akan mendinginkan diriku dengan cara yang tak perlu diketahui orang. Aku anak laki-laki, namun sesekali, aku layak menangis di balik selimut.

Orang-orang menyebutku anak cerdas. Selalu rangking satu, dan murid kelas unggulan. Mata pelajaran kesukaanku; matematika, agama, olahraga. Teman-teman sering memintaku mengajari mereka dengan pelajaran yang menurutku sama sekali tidak sulit.

Ada juga kelebihan lain yang kudapatkan bukan dari sekolah. Sewaktu akan naik kelas, aku pernah membawa kerajinan tangan berupa alat perang-perangan yang ketika ditekan tombol merah, maka musuh bisa pingsan, bisa pula gosong.

Suatu malam karena penasaran terhadap suara-suara aneh dari ruang kerja ayah sewaktu ia masih sering di rumah, diam-diam aku mengintip. Aku kaget. Tanpa sepengetahuan ayah dan ibu, aku mengatur lubang pengintaian. Melalui celah itulah kuperhatikan gerak-gerik ayah sampai hafal. Sewaktu ayah tak ada, aku mencuri bahan, lalu mencobanya di kamarku yang tertutup.

Ketika besar nanti, aku bercita-cita jadi pengusaha yang memiliki pabrik pembuat mainan, seperti mobil tempur, kereta cepat yang di tiap-tiap sisinya ada senapan yang bekerja otomatis jika ada lawan yang tertangkap kamera. Dan cita-cita tertinggiku adalah menciptakan pesawat untuk mengunjungi Tuhan.

Akan tetapi, itu hanya angan-angan yang muncul ketika berjumpa dengan ayah, kemudian tenggelam sendiri ketika matahari yang hampir kuning di timur mengusir ayah selama berbulan-bulan bahkan tahunan. Aku tidak tahu, apa cita-citaku itu akan bangkit di menit-menit setelah nanti kulihat kembali wajah ayahku. Sebab dari kelas IV sampai kelas V, ayah sudah tak pernah lagi menginjak rumah. Sekarang aku kelas VI.

Baca juga  Seekor Kucing dalam Rashomon

“Duduklah,” kata ibu, “sebentar lagi Ayah datang,” lalu ibu memesan sarapan.

Sambil terus mengawasi ibu yang kulihat pergi ke kamar kecil sebelum makanan selesai disajikan, tiba-tiba ada yang meninju lenganku.

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

7 Comments

  1. Eh min, mau tanya, apakah cerpen boleh dari kisah nyata?? (Tidak fiksi)

  2. Saya menangis…
    Sungguh Allah Maha Mengetahui… Maha Segala-galanya…

  3. Hero Achmad

    Bener. Beneer.

    • Jeli Manalu

      Terima kasih, ya, sudah membaca.
      Dan, cerpen ini baru saja dibukukan, dengan judul kumcer “Kisah Sedih Sepasang Sepatu”

  4. Sebastian Hutabarat

    Penghayatan yang luar biasa.

    Salam kenal dan salam hormat Ito.

Leave a Reply

error: Content is protected !!