Cerpen Yudhi Herwibowo (Media Indonesia, 20 November 2016)
1
LAKI-LAKI itu datang dengan penuh keyakinan. Melangkah ke dalam rumah seakan ia telah mengenal pemiliknya dengan baik. Setelah mengamati sekeliling, ia bertanya, “Kalian sudah mendengar tentang pohon yang berbuah buku?”
Papa Zamaradra pemilik rumah yang dari tadi diam karena tahu laki-laki ini bukanlah orang sembarangan—hanya menggeleng tak mengerti.
“Pohon itu tersembunyi di antara pohon-pohon besar yang tumbuh di hutan ini. Awalnya ia akan berbuah seperti buah pada umumnya. Bulat dan berwarna cerah. Semakin lama bentuknya berubah menjadi sebuah buku.” Nada suara laki-laki itu memelan beberapa oktaf. “Kulit buah itu seakan menjadi sampul buku, isinya yang biasa kita makan menjadi halaman-halaman buku, dan bijinya yang hitam menjadi tulisan yang memenuhi lembaran-lembarannya.”
“Lalu,” suara Papa Zamaradra terdengar, “maksud kedatangan Tuan ke mari?”
“Tentu aku ingin memintamu mengambil pohon itu untukku. Bukan sekadar buku-bukunya, tapi seluruh pohon itu seutuhnya.”
Papa Zamaradra tampak ragu, “Tapi… kami tidak….”
Laki-laki itu memotong cepat, “Aku sudah mendengar reputasi keluarga ini. Hanya kalian yang sudah melakukan pekerjaan-pekerjaan luar biasa. Aku sudah mendengar bagaimana kalian memindahkan sebuah rumah besar….”
Papa Zamaradra menggeleng, “Itu berbeda. Pekerjaan kami hanya mengirim barang. Rumah yang dulu kami kirim itu hanya rumah kecil yang dibangun di atas batu….”
“Memindahkan pohon lebih mudah dari memindahkan itu. Bukankah kalian sudah memiliki segalanya: kuda-kuda, para pekerja, alat-alat pendukung dan tentu…” laki-laki itu menyentuhkan ibu jarinya ke kening, “otak kalian.”
Leave a Reply