Ahda Imran, Cerpen

Madubun dan Cerita Kematiannya

0
(0)

Cerpen Ahda Imran (Koran Tempo, 04-05 Februari 2017)

madubun-dan-cerita-kematiannya-ilustrasi-munzir-fadly-koran-tempo

Madubun dan Cerita Kematiannya ilustrasi Munzir Fadly/Koran Tempo

KETIKA kau membaca cerita ini, Madubun sudah mati, barangkali sebulan yang lalu.Cerita ini dibuat berdasarkan catatan seorang bekas pengikutnya yang paling setia. Perempuan lulusan sebuah universitas di Bristol, Inggris, yang kepadanya Madubun banyak mengisahkan perjalanan hidupnya. Dengan detail kekaguman yang luar biasa, dalam tulisan tangan yang rapih, perempuan itu mencatatnya di buku tulis bersampul peta dunia. Dan dua hari setelah peristiwa di Kota Suci, kepada penulis cerita ini perempuan itu menyerahkan buku catatannya lewat seorang kurir. Dalam surat pendek yang tampak ditulis tergesa-gesa, ia meminta agar penulis cerita ini menyimpan buku tersebut. Ia tak mengatakan alasan mengapa buku itu diserahkannya kepada penulis cerita ini. Kami memang sudah lama saling mengenal meski tidak bisa disebut berteman. Menulis cerita berdasarkan catatan pribadi seseorang tentu bukanlah ide yang baik. Tapi itu baik juga dilakukan supaya kau mengetahui siapa sebenarnya Madubun dan cerita di balik kematiannya. Lebih penting lagi, seperti tulis perempuan itu dalam suratnya, agar kita tahu betapa menyusahkannya menjadi manusia.

SUATU hari dalam hidupnya sebagai penjahat, Madubun diserang penyakit ganas.  Penyakit jahanam itu bukan hanya ganas, tapi juga aneh. Setelah beberapa kali melakukan operasi, penyakit itu membuat para dokter dan ahli pengobatan jadi terlihat bodoh. Jangan lagi menyembuhkan, menemukan di mana penyakit itu bersembunyi saja mereka tidak becus. Sementara, seperti hewan pengerat, penyakit itu setiap hari terus menggerogoti tubuh Madubun.

Seperti penderitaan Ayub, kurang dari setahun, Madubun jatuh miskin. Semua orang  meninggalkannya sendirian, bahkan termasuk anak-istrinya. Tapi Madubun tetap tak mau menyerah meski ia merasa sudah sampai di ujung hidupnya. Lalu ia pergi ke Kota Suci untuk menghabiskan ujung hidup yang tersisa itu. Di Kota Suci Madubun ingin mati juga dikuburkan, agar orang-orang menganggapnya mati dalam kebaikan, bukan sebagai penjahat.

Baca juga  Viral

Baca juga: Kepala Siluman, Ular-ular Gelondongan, dan Naga Sisik Hitam – Cerpen Raudal Tanjung Banua (Koran Tempo, 07-08 Juli 2018)

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

4 Comments

  1. Usman Madubun

    Madubun adalah nama suatu Marga di Kepulauan Kei Propinsi Maluku. Menempatkan nama Madubun (Marga) sebagai penjahat, sama saja dengan melecehkan seluruh orang yg bermarga ini.

    Saya adalah salah satu keturunan marga Madubun yg meresa dilecehkan oleh cerpen ini.

    Saya menuntut klarifikasi penulis cerpen ini. Jika tidak langkah lain akan kmai tempuh.

  2. JBS

    lucu sekali fiksi direspon begini

  3. Comment by post author

    Berikut Admin posting klarifikasi dari Bang Ahda Imran (penulis cerpen) dan tanggapan klarifikasi dari Bang Usman Madubun (sumber: Facebook kedua pihak).

    Klarifikasi dan Permohonan Maaf

    Tentu saja saya bisa mengatakan, “Nama dan tempat dalam cerita hanya suatu kebetulan belaka”. Tapi itu adalah dalih yang klise, ngeles. Saya tidak ingat persis mengapa saat itu saya memberi nama tokoh cerita itu “Madubun”. Mungkin, saat menulis nama itu saya ambil begitu saja dari suratkabar atau bacaan, semata karena menyukai unsur bunyi atau keunikan nama tersebut.

    Dengan kata lain, saya tidak sedikitpun tahu bahwa itu adalah nama sebuah marga. Seandainya saya tahu bahwa itu nama marga, sudah tentu saya tidak akan menggunakan nama tersebut. Selain tidak logis, karena nama marga bukanlah nama seorang individu—tapi nama yang biasanya dicantumkan di belakang nama seseorang—juga tentu akan menyinggung perasaan orang yang bermaga tersebut.

    Dengan kata lain, saya sama sekali tidak tahu bahwa “Madubun” adalah nama sebuah marga di Maluku. Kesalahan saya, saya teledor tidak lebih dulu memeriksa arti nama tersebut. Seandainya itu saya lakukan, tentu saya tidak akan orang lain tersinggung. Sekali lagi, tak ada maksud apapun dengan penggunaan nama tersebut, apalagi berniat menghina atau merendahkan. Semata karena ketidaktahuan dan keteledoran saya tersebut.

    Karena itu, dengan kerendahan hati, saya memohon maaf sebesar-besarnya, khususnya kepada Usman Madubun, dan umumnya pada keluarga besar marga Madubun di Maluku.

    Selanjutnya hal ini akan jadi pelajaran keras bagi saya dalam berkarya. Kepada akun Lakon Hidup dan Usman Madubun saya menghaturkan terimakasih karena saya diingatkan. Saya sangat berharap permohonan maaf ini bisa menjadi sebuah klarifikasi.

    —-

    Tanggapan Atas Klarifikasi Pak Ahda Imran

    Atas ketidaktahuan, ketidaksengajaan, dan kekhilafan pak Ahda Imran seperti tertulis pada klarifikasi beliau, saya, Usman Madubun, secara pribadi dan atas nama marga Madubun, dapat memakluminya. Saya menerima sepenuhnya klarifikasi yg telah disampaikan oleh pa Ahda Imran. Terima kasih atas kesediaan dan respon cepat pa Ahda.

    Atas bantuan sigap dan kesediaan menghubungi pa Ahda, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Admin Lakon Hidup.

    Semua diskusi yg berkaitan dgn topik ini dalam postingan saya ini, saya sudahi sampai disini. Dalam waktu 1×12 jam setelah tanggapan saya ini saya post, postingan ini akan saya hapus dari beranda FB saya. Jika memungkinkan, silahkan Admin Lakon Hidup menghapus komentar saya pada halaman website anda.

    Demikian, jika ada yg kurang berkenan mohon dimaafkan.

    Salam damai

Leave a Reply

error: Content is protected !!