Catatan untuk pementasan
- BUTET, lelaki paruh baya, jenaka
- Untuk properti bisa bebas, bisa menggunakan “seragam” ala pelayan, bisa berbau tradisi.
- Efek tawa dan tepuk tangan, panjang atau pendeknya, bisa disesuaikan dengan kebutuhan sutradara/pemain
- Demikian juga puisi yang dibacakan, bisa diciptakan sendiri. Dan atau sketsa, lukisan yang ditampilkan
- Bisa pula diperluas dengan profesi penyanyi, misalnya.
(MASUK MELAMBAI TANGAN, MERESPONS HADIRIN YANG MENGELUKAN. OFF SOUND BISA DIPERSIAPKAN, DAN BERHENTI SAMPAI BUTET MENGGERAKKAN TANGAN MENGHENTIKAN)… Terima kasih… terima kasih semuanya saja…. Kalian semua ini memang Kaing! (PENEKANAN PADA KATA KAING. DAN SERENTAK ITU SUARA TERTAWA LEBAR, TERKEKEH… MENGULANG KATA KAING-KAING-KAING…MIRIP GONGGONGAN ANJING) Ya memang Kaing….(TAWA MEMBAHANA)… Sudah…sudah sekarang saatnya bicara sesuai tema yang diminta, yaitu kesaksian saya sebagai tukang pelet. Itu kan kalian kehendaki? Atau sebenarnya kalian cuma mau mendengar ucapan saya, Kaing!… Dasar sebagai Kaing! (TAWA, TEPUK TANGAN MEMBAHANA)
Jangan kalian keliru. Kaing ini saya ucapkan karena saya menghindari kata kasar, menghindari kata yang dianggap makian, karena dengan demikian kalian semua juga terhindar dari dosa. Dosa memaki. Maka saya ganti dengan teriakannya. (MENIRUKAN SUARA ANJING MENGAING)… Kaing-kaing-kaing… itu kalau banyak. Kalau sepatah kata saja, jadinya lebih lembek, lebih tak bergetah. Malah seperti ucapan salam… Salam Kaing… (TAWA LAGI. )
Sebenarnya tulisan itu tak sepenuhnya benar (MENUNJUK POSTER/SPANDUK BERTULISKAN KIRA-KIRA: KIAT SUKSES RAJA PELET: BUTET KAING)… Tidak sepenuhnya, karena saya tidak bercita-cita menjadi tukang pelet. Apalagi raja. Saya dengar ada raja dangdut, raja monolog.. tapi raja pelet, kayanya mengada-ada…kalau raja pelet, terus patihnya siapa?
Ketika remaja, sudah tidak melanjutkan sekolah, saya menjadi wartawan. Bukan karena bakat, juga bukan dorongan menyampaikan kebenaran. Semata karena menganggur, dan kalau menjadi wartawan tak perlu persyaratan macam-macam. Tak ditanya apa ijazahnya, tak pakai test and proper. Ini jenis profesi yang menampung banyak pengangguran. Wartawan adalah pekerjaan mulia, karena menanggung pengangguran secara baik dan benar. Sama seperti seniman. Ini juga lapangan pekerjaan terbuka. Mau jadi penyair. Silakan. Tak perlu mendaftar. Kalau mau bikin kartu anggota untuk diri sendiri. Paling rambut digondrongi… tidak mandi bangsa tiga hari. Ngomongnya agak lebai dikit, atau banyak. Kalau mau dramatis dikit, pakai topi atau baret, atau pakai sarung… atau pakaian yang nggak ganti-ganti. Tulis puisi, puisi apa saja…. (SEBENTAR, LALU MENDEKLAMASIKAN)
Perang sudah usang
Kini jadi genderang hutang
Tang-tang-tang
Tapi tanpa hutang,
Kita telanjang,
Tak punya apa-apa, tiada sanak kadang
Yak an. Gampang. Asal mau dan menyoba. Sedikit tambahan rima, ang-ang-ang. Atau ang-ing-ung… atau tema yang gagah….. (MENDEKLAMASIKAN DENGAN SEMANGAT)
Keadilan jangan dikerdilkan, jangan dikucilkan
Harus diteriakkan
Keadilan adalah kebenaran
Jangan ditukar dengan uang
Jangan diganti kebatilan
Keadilan kau sia-siakan
Murka Tuhan menghancur-habiskan
Bisa juga pilih puisi cinta… hahaha… mau contohnya. Dasar Kaing! (REAKSI, SEBAGAIMANA TIAP KALI TERDENGAR KATA KAING!)… Selain penyair, bisa juga melukis…(MENGELUARKAN KERTAS DAN MULAI MELUKIS, BISA SKETSA, BISA ABSTRAK)… Ini lebih gampang lagi… karena yang begini ini jarang ada yang bilang jelek… atau komentar ini gambar apa… takut dibilang tidak ngerti seni…. (MEMPERLIHATKAN KE SEKITAR)… Yang saya mau tekankan.. seni memberi peluang kerja secara luar biasa. Juga misalnya mau menjadi orang teater. Pemain, sutradara atau figuran. Ada peluang. Figuran di teater, sama juga dengan figuran di acara televisi, menjadi tukang bengong… dapat makan, dapat honor… sama juga kalau jadi figuran…. Untuk demo. Lho jangan disangka gratisan. Demo ada tarifnya. Seperti figuran diam, hanya melintas, atau ada dialog. Lain honornya. Demo juga begitu. Jalan saja, atau teriak, atau orasi… atau kena gebuk. Ada tarif dan sudah ada koordinatornya. Dengan kesempatan sebesar ini sebetulnya tidak masuk akal jika tak dapat pekerjaan. Selalu ada kesempatan kerja.
Jangan lupa dari sinilah saya berkenalan dengan banyak orang, banyak kalangan. Dan perkenalan inilah yang menentukan: lebih dari ijazah atau sertifikat apa pun. Saya berkenalan dengan internet, dan mendaftar ikut minta japa mantra, cara-cara memainkan rapal mantra ilmu pelet, atau pengasihan. Intinya ilmu pelet adalah laku atau daya cipta untuk menaklukan pasangan, atau orang yang kita maui. Itu awalnya, dan begitu seterusnya. Dapat resep memelet, dan dipraktikkan. Masih “pelet bagi pemula”, yang paling diminati yaitu pelet, kirim mimpi basah. Dengan merapalkan mantranya sebelum tidur, berharap malamnya kita bakal mimpi basah. Dan hebatnya perempuan yang kita inginkan—lelaki yang kita inginkan—kalau kita perempuan, kecuali memang kita berharap sesama kelamin tapi ini matranya lain lagi, juga akan merasakan hal yang sama. Perempuan itu akan merasakan seolah kita yang mencumbu, syukur bisa orgasme. Ketika saya membuka praktek, amat banyak permintaan untuk pelet jenis ini. Ini jenis yang aman, karena susah dibuktikan. Bagaimana kita bisa mengecek bahwa orang yang kita maui juga merasa hal yang sama. Sementara kita sendiri juga belum tentu bisa mimpi basah. Namun sebagai pendekatan, sebagai dagangan memang sangat menarik. Sangat menarik itu pengertiannya sederhana: layak coba.
Yang tak terlalu menjurus ke arah seks, yaitu pelet “tepuk bantal”. Mantra diucapkan, lalu kita pergi tidur. Jika kita mimpi bertemu—atau lebih dari itu, dengan perempuan yang kita inginkan, cepat-cepat bangun. Lalu menepuk bantal, dan membalik bantal itu. Pada saat itu pesan kita meluncur dan sampai. Perempuan yang kita inginkan itu akan memimpikan kita. Itu tandanya berhasil. Kan dianya juga memimpikan kita. Hambatan utama ilmu pelet “tepuk bantal” itu adalah belum kita bisa terbangun saat mimpi sang idola. Kemungkinan kita tertidur lagi juga belum tentu cepat. Padahal kita berharap, sang kekasih juga memimpikan kita, dan juga melakukan hal yang sama, menepuk bantal dan membalikkan bantal. Kitanya jadi mimpiin lagi. Begitu bolak-balik kan asyiiik.
Namun jenis ini peminatnya biasanya anak muda, biasanya yang masih kuliahan. Dalam pengertian duit cadangan pas-pasan. Mereka ini merasa memiliki duit kalau ada kiriman. Biasanya juga patungan bayar uang syarat. Dua orang hanya membayar seharga satu orang. Saya mengatakan sebaiknya jangan begitu, karena bisa-bisa peletnya juga bingung. Yang ini kena itu, sementara yang itu malah kena yang ini. Tapi mereka malah senang kalau tertukar. Ya sudah, terserah. Sebagai penyedia jasa saya mengikuti apa yang diinginkan klien.
Selain jenis ‘kirim mimpi basah’ dan ‘tepuk bantal’, jenis yang klasik masih banyak diminati. Ranking tertinggi masih jenis Jaran Goyang, yang variasinya mencapai belasan atau puluhan. Konon ilmu pellet ini diturunkan oleh Joko Tarub, pemuda desa pemburu burung yang bisa memperistri bidadari. Joko Tarub termasuk pemuda yang baik, karena hanya memelet satu bidadari dari kemungkinan tujuh yang bisa sabet. Mantra itu memakai kekuatan mahkluk berkepala kuda. Mungkin karena inilah disebut ‘goyangan kuda’…. Yang prosesnya cepat itu pelet Semar Mesem, atau senyum semar. Cara memperoleh juga sederhana. Bisa dengan berpuasa, bisa biasa. Cara melaksanakan juga sangat sederhana, cukup mesem, atau tersenyum. Kitanya cukup senyum (MEMPERAGAKAN KE BEBERAPA ARAH PENONTON), senyum dan senyum. Sambil merapal apa yang kita maui. Apakah mengharapkan kasih sayang dari seseorang, atau perhatian dari atasan, atau memikat lawan bicara urusan bisnis. Yang penting banyak senyum, diperlihatkan tanpa jemu, tanpa merasa jenuh. Saya kira ini pelet yang paling menggembirakan, paling riang ria dan memiliki efek samping. Beda misalnya dengan Si Lung Jangga—istilah yang aneh, yang mudah disebut Semar Mulut. Kali ini selain senyum, mulut hanya berbicara yang manis, yang baik. Tidak boleh ngomong jorok, dilarang ngegosip. Konsekuensi dari Semar Mulut adalah kalau berhasil harus dinikah. Tidak dibenarkan coba-coba. Dari awal niatnya untuk dinikah, bukan pacaran atau sekadar pacaran.
Ilmu pelet tidak hanya untuk awalan belaka, melainkan—nah ini istimewanya, ada perawatan akhir, atau after sales service. Cucak Ijo atau pelet agar pasangan kita, baik istri atau suami, kita kunci sehingga tak akan selingkuh. Kita pun bisa terkunci di situ.
Pelet memang jenis ilmu yang Kaing tenan. (BOLEH MULAI ADA EFEK TAWA). Kaing karena bukan sekadar merayu, menipu, melainkan ada konsekuensinya, ada tanggung jawab, ada norma yang mengikat. Dan saya sebagai tukang pelet menjalani hidup yang biasa-biasa, tapi tak menyalahi aturan, juga tak merugikan siapa-siapa.
Lalu kapan kehidupan saya berubah sukses, sehingga mendapat gelaran raja pelet?
Cerita begini. Teman sesama seniman-wartawan saya bernama Dul Gepuk Sami Mawon. Namun karena ilham tidak datang secepat penumpang, Dul Gepuk ini penarik becak. Maka ia memilih menekuni becaknya. Suatu hari ia berkata:
“Tet,beri aku peletmu yang paling jos, sehingga aku terbebas dari kemiskinan, keterbatasan, dan bisa merasakan hidup bahagia. Sejak lahir sampai sekarang rasanya kok nasib saya tak pernah berubah. Pulsa saja tidak punya.”
“Ya untuk apa punya pulsa, kalau hape juga tak punya.”
“Tet, plis deh… kamu tak ingin temanmu ini lebih kaya darimu?”
Saya katakan ada Pelet Pengusap Asmara. Namun agak susah, karena mantra ini diucapkan ketika tangan diusapkan ke bagian lekukan tubuh. Misalnya lutut bagian belakang yang kita maui. Lebih susah lagi karena ini hanya berlaku bagi perempuan yang dingin, yang frigid.
Agak susah Dul sahabatku yang baik. Karena kalau kamu bisa mengusap lekuk tubuh, berarti kamu sudah akrab, sudah kenal baik-baik. Kalau baru kenal bisa-bisa kena gampar. Yang susah bukan itu, melainkan bagaimana mengenali perempuan yang dingin? Apa kita tanya dulu; mbak apa mbak frigid?
Kaing tenan!
Tapi Dul Gepuk pantang menyerah. Ia tetap mempelajari rapat pelet “Lekukan Tubuh”. Juga rajin menarik becak. Juga berharap ada artis atau selebritis yang naik becaknya dan ia berhasil mengeluskan telapak tangannya. Dalam khayalannya—jangan lupa Dul Gepuk juga penulis cerita pendek, pernah jadi figuran teater, ada artis yang tak usah saya sebutkan namanya di sini, naik becaknya. Kap becak dibuka, sehingga leluasa melihat pemandangan sekitarnya. Boleh saja artis itu naik becak bersama pasangannya atau pacarnya. Dan Dul Gepuk punya kesempatan merapalkan mantranya. Misalnya dengan mengelus belakang telinga, atau leher, atau pundak. Ketika itulah ilmu pelet dikerahkan. Si artis jelita diam saja dan menikmati karena mengira pacarnya yang mengelus.
Khayalnya jenius. Nasibnya kurang bagus.
Tapi Dul Gepuk Sami Mawon, tukang becak tak kenal menyerah. Tak mudah patah. Dan ketika senja memerah, terjadilah peristiwa yang mengubah sejarah. Di dekat lampu merah, ada tabrakan antara becak dengan truk sampah. Penumpang becak terlempar, jatuh dan berdarah. Dul Gepuk bergerak lincah, menolong penumpang yang sekilas agak parah. Membopong ke rumah sakit di depannya. Dengan langkah gagah. Secara tidak langsung telapak tangannya menyentuh bagian belakang lutut—kan mbopong-nya gini (MEMPERAGAKAN), kan telapak tangannya terbuka (MEMPERLIHATKAN), kan nggak mungkin tangan terkepal. Jadi ya menyentuh, mengusap seluruh tubuh.
Kaing nemen cak!
Seratus persen kaing. Karena dengan demikian tertransfer rapal dan japa mantra Dul Gepuk. Penumpang yang tertolong itu ternyata gadis Jepang, Samiyama putri perusahaan Sami-Sami. Kalian pasti mengenal produknya seperti kipas angin samirana. Keluarga Samiyama yang melihat adegan heroik saat Dul Gepuk menolong di layar televisi, tepesona. Mereka mau memberikan hadiah apa saja: rumah, toko, dan seratus becak. Tahu apa reaksinya Dul Gepuk? Dul kaing beneran! Dul Gepuk menolak. Katanya (MENIRUKAN NADA SUARA DUL GEPUK) “Hidupku tidak memburu harta dunia. Aku mendamba istri.” Terjadi ketegangan, karena Samiyawa, putri tunggal konglomerat itu selama ini dikenal sebagai “putri salju yang cintanya membeku.” Artinya pernah patah hati dan sejak itu tak mau menjalin hubungan dengan lelaki. Apalagi sejak kecelakaan itu Samiyama merasa alisnya habis terseret aspal.
Tapi dasar Kaing yang terkaing-kaing, melihat kegigihan Dul Gepuk yang bersedia menyumbangkan alisnya untuk Samiyana, terjadilah asmara, dan pernikahan berlangsung meriah. Pestanya berlangsung 40 hari 40 malam, diisi dengan festival becak. Seluruh tukang becak datang bergembira, makan, minum berjoget, dan berlomba apa saja.
Di sinilah mula saya dijuluki sebagai Butet K… alias Butet Kaing sebagai raja pelet. Karena Dul Gepuk menceritakan bahwa Samiyama berhasil diperistri berkat ilmu pelet dari saya. Karena pesta yang 40 hari itu saya makin terkenal, makin banyak didatangi pasien yang bermimpi akan berubah nasibnya sebagaimana Dul Gepuk Sami Mawon.
(MENGANGGUK-ANGGUK, MENARIK NAPAS)… Inilah kisah saya, kesaksian yang kalian minta. Akan halnya diri saya… ya masih seperti ini. Saya masih tetap Butet K.. alias Butet Kaing. Lelaki bujang tanpa pendamping. Ya sudah saya jalani. Saya masih praktik, masih melayani pasien yang datang.
(BERSEMANGAT) Hidup memang kaing.
Maksud saya hidup penuh keajaiban, di luar akal sehat, walau tidak bertentangan dengan akal sehat. Dul Gepuk contoh nyata. Mungkin sekali pelet jawa yang dipakai memang cespleng, seratus persen, luar dalam. Tapi bisa juga karena Samiyama terkesima kepada penarik becak yang membopongnya, yang bersedia menyerahkan alisnya, yang tidak silau harta yang ditawarkan, dan yang memilih mengawininya.
Hal tak masuk akal juga saya alami ketika Santinet datang sebagai klien, atau pasien. Santinet adalah pemenang ratu kecantikan, Miss Cabe Merah. Yang kecantikan dan keseksian dan daya tariknya diumpamakan seperti cabe-kapok Lombok. Kamu tak akan berhenti terus melirik. Sedemikian cantiknya Santinet sehingga sering dikatakan : bayangan tubuhnya masih lebih sensual dibandingkan para peserta finalis. Wow.. emang agak berlebihan. Tapi bukankah ketika kita terpukau pada sesuatu kita menjadi berlebihan?
Yang saya maksudkan hidup ini kaing adalah kenyataan Santinet datang ke saya. Lha ratu kecantikan ini mau melet siapa? Dewa pun akan menginjak tanah tanpa dipelet. Lebih kaing dari kaing-kaing sebelumnya adalah Santinet menemui saya karena ingin menyelesaikan tesis doktoralnya “tentang peran mak comblang dalam perkawinan dan kekuatan perempuan mengiyakan”. Lha ini juga tak masuk akal. Kalau sudah jadi miss, sudah secantik itu, apa gelar diperlukan lagi.
(MENIRUKAN SUARA SANTINET. LEMBUT, TAPI BUKAN GANJEN, BUKAN GENIT)…Mas Butet memang inilah yang akan saya buktikan. Bahwa kecantikan atau sensualitas tidak bertentangan dengan pendidikan.”
(MENGANGGUK-ANGGUK).. Yeah, apa kata kamu saja. Saya cukup puas dengan memandangimu saja. Santi…kamu kemari itu minta ajian apa, untuk siapa?”
(MENIRUKAN SUARA SANTINET).. Saya mau memelet mas Butet.
(MENJADI BUTET) KAING! Kaing tenan iki. (SETELAH JEDA).. Kalau ada bibit penyakit jantung… rasanya sudah masuk ICU…. Jangan becanda, ah.
(MENIRUKAN SUARA SANTINET)… ini niatan saya yang sungguh Mas Butet. Sesungguhnya… panjenengan itu hebat. Biro jasa penghibur yang tiada taranya. Tak jauh berbeda dengan pelawak, komedian, seniman … yang baik tentu saja. Mas Butet memberi dan menghidupkan harapan, dengan pelet, dengan kehidupan. Mas Butet adalah penghidup harapan, dan itu jasa yang besar… walau kurang diperhitungkan. ..
(MENJADI BUTET, SEPERTI DI AWAL. HENING SEJENAK) O, cen kaing hidup ini. Bayangkan Santi melamar saya, dan kini menjadi nyonya Butet Kaing! (TEPUK TANGAN)… lalu yang beredar meluas adalah bahwa saya memakai pelet andalan karena mampu memikat Santinet. Padahal dalam kasus ini justru tanpa pelet sama sekali. Tanpa japa tanpa mantra. Hanya tindakan biasa sehari-hari.
(MENATAP MANTAP)… Kini kalau saya ceritakan apa adanya. Tak ada yang percaya. Tak mungkin tanpa pelet. Tak mungkin raja pelet tak menggunakan ilmunya.
Lalu saya pikir, ya sudah saya terima saja. Dengan memiliki Santinet, dengan banyak sahabat, dengan banyak yang memerlukan pengharapan… saya merasa bahagia. Persahabatan adalah pelet nyata.
KAING.
(Bisa diakhiri dengan tepuk tangan, atau musik penutup, juga gerakan closing dari pemeran)
Selesai
Arswendo Atmowiloto dikenal sebagai penulis novel dan skenario. Novelnya antara lain Opera Jakarta, Abal-abal, dan Senopati Pamungkas.
Leave a Reply