Cerpen, Sinta Yudisia

Sedekah Minus

0
(0)

Cerpen Sinta Yudisia (Republika, 29 Juli 2012)

Sedekah Minus ilustrasi Rendra Purnama - Republika

Sedekah Minus ilustrasi Rendra Purnama/Republika

Djiwo sedang sensitif mendengar nama kiai, ustaz, atau gus di sebut-sebut. Bukan karena penolakannya kepada Tuhan, juga nasihat-nasihat kebaikan, melainkan justru karena kalimat-kalimat kebajikan nyaris setiap saat mampir ke telinga. Seolah yang dilakukannya masih salah, seolah ibadahnya masih kurang, hingga kesulitan hidup mengimpit tak sudah-sudah. Berjalin sambung-menyambung bagai antrean kendaraan bermotor yang macet tiap pagi di jalan protokol.

Djiwo bukan orang yang enggan ibadah. Lima waktu diusahakannya bersujud berjamaah. Berlomba dengan takmir masjid. Pujo, yang bernasib sama: tubuh kering, kusut, legam, rambut keperakan. Djiwo dan Pujo bergantian mengumandangkan azan. Meski desas-desus tak enak beredar: modin harusnya anak muda bersuara merdu. Kalau tuwek elek (tua jelek) yang azan, siapa juga yang tertarik datang? Masjid-masjid di kota besar mulai memasang muazin, imam, dan takmir yang energik penuh vitalitas. Anak-anak muda mempunyai segudang kreativitas untuk menghidupkan agenda-agenda masjid.
Masjid kampung mereka masih sepi anak muda. Para remaja sibuk main futsal, nonton bareng Piala Eropa, main playstation atau ngenet berjam-jam. Djiwo bersyukur kampung mereka memiliki Pujo yang setia berdiam di masjid, membersihkan kamar mandi, menyiapkan sarana shalat. Pujo pun senang berteman dengan Djivvo yang ringan tangan menyemarakkan masjid. Perbedaan Djiwo dan Pujo hanya satu: Pujo menduda lama sejak istrinya meninggal lima belas tahun lalu karena kanker paru-paru, Djiwo masih memiliki Kanthi, istri yang memberinya tiga anak.
Djiwo cukup berbahagia memiliki Kanthi. Kanthi mampu membantunya menopang ekonomi keluarga, berjualan pecel di pinggir Jalan Medokan Ayu setiap hari. Penghasilan sebagai tukang tambal ban tentu tak cukup menyuapi lima mulut, terlebih kebutuhan sekolah susul-menyusul. Kanthi adalah istri dengan gambaran perempuan pada umumnya: mengurus anak dan rumah, membagi uang, menabung sedikit-sedikit. Kekurangan—atau kelebihan—Kanthi terletak pada semangat ibadah serta penutur yang hebat, penyambung lidah luar biasa bagi para pendakwah yang menyampaikan nilai di mimbar-mimbar.

Baca juga  Kedai Kopi Tempo Dulu

***

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

6 Comments

  1. hahahaha… Suka, lucu endingnya. ngena telak! jempol buat mba Sinta..

  2. inung

    luar biasa… i like 🙂

  3. Razi

    Wah…asyik banget cerpennya. Tokohnya mirip-mirip saya. Hehe…Jadi melek hati. Makasih.

  4. dhieny01

    Hehehe.. Endingnya, mangtabbb 🙂

  5. riri

    mayoritas penghuni neraka adalah perempuan?!?

  6. Aurisa

    Akhirnya dapat baca ini…
    Makjlebb !

Leave a Reply

error: Content is protected !!