Cerpen Bamby Cahyadi (Jawa Pos, 12 Agustus 2012)
TAK ada cara terbaik menikmati perjalanan selain membiarkan dirimu tersesat. Ketika berhadapan dengan jalan yang tampak tak berujung dan jembatan serupa yang membingungkan. Terus saja berjalan. Setiap belokan setiap sudut, menghadirkan misteri tersendiri. Tersesat adalah anugerah, karena dirimu tak tahu apa yang menanti di balik tiap kelokan. Bukankah begitu dengan kehidupan, bahkan kematian sekalipun?
Menjelang Kematian
Perempuan bertubuh mungil ini mungkin salah satu malaikat pencabut nyawa yang modis, keren dan jauh dari kesan seram yang dikirim Tuhan. Ia kini duduk di sofa depan televisi di apartemenku dengan rambut pixie cut yang ikonik, ia telah mencuri perhatianku.
Aku masih tak percaya. Ia datang dengan rambut pendek nyaris cepak, lengan bertato, kaus tak berkerah dengan bentuk yang unik, persis permen. Mulutnya kini penuh mengunyah croissant yang belum sempat kusantap.
Ia mempresentasikan dirinya sebagai gula-gula, maka tak cukup mengejutkan ia memakai kaus yang menyerupai permen. “Semua orang menyukai permen!” teriaknya lantang, ketika aku mengomentari soal busananya. Aku terkaget-kaget mendengar suaranya yang nyaring, tak sesuai dengan bentuk tubuhnya yang mungil.
Ia menatapku lekat.
“Apakah kamu tahu, kalau daddy longlegs adalah laba-laba paling beracun di dunia?” tanyanya sambil melebarkan matanya yang bulat. Ia berkata sambil meneguk kopi dari cangkirku yang belum kusentuh. Meskipun ia mengaku punya ketakutan tersendiri terhadap spesies berkaki delapan itu. Tapi ia menikmati pembicaraan tentang itu. Kami sudah mengobrol soal arachnids. Selanjutnya sedikit soal sastra dan parfum.
Aku hanya terpana. Mengapa ia bicara tentang laba-laba? Kenapa pula malaikat ini takut pada laba-laba? Aneh.
“Giginya terlalu kecil untuk menembus kulitmu, artinya ia tidak bisa menyebarkan virus ke dalam tubuhmu. Tetapi kalau ia menggigit tubuhmu di luka terbuka, kamu bisa meninggal seketika,” dia tertawa terbahak-bahak. Lucu dan menggemaskan cara dia tertawa.
Aku kini terpesona. Malaikat macam apa si Cepak ini?
“Aku tidak tahu secepat apa kamu mati. Aku mungkin berbohong soal itu,” ia kembali terkekeh melanjutkan kata-kata.
Leave a Reply