Cerma, Farah Raihanah, Kedaulatan Rakyat

Gaptek

Gaptek - Cerma Farah Raihanah

Gaptek ilustrasi Joko Santoso (Jos)/Kedaulatan Rakyat

3
(3)

Cerma Farah Raihanah (Kedaulatan Rakyat, 03 Desember 2021)

“DIANA, hapenya ibu kok rendet. Ini ibu mau telpon kakakmu kok ndak bisa.” gelisah lbu pada anak bungsunya.

Tokoh yang dimintai jawaban hanya merengut. Ia tidak menjawab sama sekali. Diana kesal gawai ibunya terus saja error bahkan di keramaian stasiun malam ini.

Ia segera mengambil gawai dari sakunya dan segera menelpon kakaknya.

Tak berselang lama. Lian datang dari kejauhan. Melambaikan tangan diiringi senyum manisnya. Diana menatap ibunya yang sudah lari tergopoh-gopoh memeluk anak laki-laki semata wayangnya. Akhirnya kasus Covid-19 menurun. Kak Lian sebagai anak perantauan bisa pulang kampung.

Diana hanya menyapa kakaknya sebentar dan segera menelpon bapak yang sedang di parkiran.

“Ayo, Bu, Kak. Bapak sudah tunggu.” ucap Diana datar.

Kak Lian yang melihat adiknya merengut terheran. “Weleh, ini kenapa jadi jutek. Jauh­jauh kangmas datang. Disambutnya gini amat.” Lian bergurau diiringi gelak tawanya.

Makin masam wajah Diana dibuatnya. Tak lama mereka segera bergegas. Bapak sudah menunggu.

***

Suasana di mobil cukup dingin bagi Lian. Ia menatap adiknya yang terus menatap kaca jendela. Mulanya ia ingin mengajak bicara. Namun ia urungkan niatnya. Lalu ia terpikirkan sebuah ide yang lebih meyakinkan. Ia segera mengambil gawainya dan membuka aplikasi bertukar pesan.

“Terlalu lama melihat jendela. Niat hati ingin lihat bintang bercahaya. Jangan terlalu lama lihatnya. Nanti malah yang nampak kuntilanak beranak dua.” Lian mulai mengirimkan pesan ke akun adiknya.

Diana yang sadar akan notifikasi langsung melihat gawainya. Wajahnya makin mengkerut seperti jeruk purut.

Namun tak berselang lama. Lian berhasil membuat adiknya angkat bicara. Rupanya adiknya itu kesal karena ibu sering menggunakan gawai dengan tak benar. Senang mengunduh banyak aplikasi lalu segera bergegas protes karena tak dapat lagi mengunduh. Atau sekadar membuka iklan­iklan yang isinya sebenarnya virus sehingga hape ibu jadi tempat singgah para virus.

Baca juga  Pahlawan

Lian tergelak dalam hati.

Ting! Notifikasi pesan masuk pada tiga tujuan langsung membuat Lian dan Diana membuka pesan tersebut. Lian bergidik ngeri, sepertinya amarah Diana akan membuncah.

“Bu, itu hoaks. Masa ibu percaya. Kalau ibu pencet link-nya, gawai ibu bisa makin error!”

Benar saja. Diana langsung menghujani lbu dengan nasehat-nasehat tentang cara penggunaan gawai dengan baik dan benar.

“Itu ibu dapat dari grup. Lumayan lho kuota gratis. Bisa buat Lian dan Diana sekolah. Ayo disebar ke sepuluh grup. Biar bisa dapat kuota.” Sanggah ibu dengan percaya diri.

Lian dan bapak hanya bisa diam. Satu-satunya usaha yang dapat mereka lakukan adalah mengangkat tangan seraya berdoa agar kegaduhan itu segera berakhir.

Tak berselang lama. Akhirnya mereka sampai di rumah. Bapak dan Lian turun diikuti ibu yang kebingungan dan Diana yang kesal.

Lian mengikuti adiknya memasuki rumah. “Dik, masih marah?” ucap Lian hati-hati.

Diana menghela nafas berat. “Gak apa sih. Sudah ada kak Lian datang. Nanti kalau ibu bingung lagi tentang internet dan gawai. Jadi bisa tanya kak Lian saja.” Jawabnya ketus.

“Dik, istighfar.” Lian mulai serius. “Kamu gak kasihan lihat ibu capek kerja, capek beresin rumah, capek mikirin sekolah online kita?” lanjutnya.

Diana langsung berubah ekspresi. Ia tahu kak Lian senang sekali bercanda. Namun jika sudah dalam mode serius. Kakaknya bisa berubah jadi cukup menyeramkan.

Lian mencoba menasehati adiknya beberapa kali. Walau tidak dijawab, ia sedikit-sedikit tahu kalau adiknya juga merasa bersalah. Walau rasa bersalahnya tertutup dengan rasa kesalnya. Walau ia tahu, gapteknya orang tua kadang mengesalkan. Tapi harusnya Diana tidak marah-marah. Mungkin adiknya sedang puber pikirnya.

Baca juga  Kambing Sulastri Bunting

“Hahaha… jangan nangis!” Lian tergelak melihat adiknya menitikkan air mata diam­ diam. Lama-lama gelak tawanya semakin membesar dan memulai perkelahian yang sering dijumpai setiap kakak beradik di dunia ini.

Semakin lama semakin gaduh hingga Bapak dan lbu datang melerai. “Ya Allah, Lian. Sudah merantau masih saja cari ribut dengan adiknya.” Bapak angkat bicara.

Ibu yang seakan lupa akan kegaduhan tadi juga segera melerai kedua anaknya.

Diana yang melihat ibunya, diam-diam memalingkan wajah. Malu karena sudah marah-marah karena hal sepele. Kenapa ia bisa marah kepada manusia sebaik ibunya? Sesalnya dalam hati…. ***

.

.

Farah Raihanah. Siswi MAN 1 Yogyakarta.

.

Gaptek. Gaptek. Gaptek. Gaptek.

Loading

Average rating 3 / 5. Vote count: 3

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!