Oleh Edna Susanti (Singgalang, 16 Januari 2022)
MEMBACA judul dari kumcer Bang KW saja akan mengundang penafsiran beda. Kok ayah, dibilang anjing?
Ada yang mungkin tak habis pikir, sikap Bang KW memilih judul untuk sebuah buku begitu bernyali. Untungnya dalam dua kata itu, dipisah dengan tanda koma. Ini berarti maknanya bukanlah menjadi ambigu, jika kita paham fungi dari tanda koma, yaitu untuk mengatur jeda sedikit saat membaca agar makna yang timbul tidak berganda dan bertafsir beda.
Walau sebagian lagi, tetap saja tak enak untuk didengar. Namun dari judul yang penuh nyali tentu mengundang rasa penasaran dari cerpen ini, kok ayah dibilang anjing, ya? Ini berarti judul kumcer ini dapat pula menggugah rasa ingin tau untuk segera membaca.
Sebut saja Pajatu yang punya keluarga dan seokor anjing yang diberi nama Samuik. Keluarga Pajatu dengan Lia dikarunia seorang anak yang bernama Imron. Keluarga tersebut dahulunya tidak ada keributan perkara anjing. Semenjak Pajatu membawa Samuik untuk dipelihara bermunculan masalah dengan keluarga mereka, tak lain tentang anjing miliknya.
Anjing Pajatu adalah anjing teristimewa dalam dunia peranjingan. Samuik dimandikan, dimanjakan dengan makanan yang istimewa malah pula dibelikan ikan, direbuskan, dan kadang pun ditemani makan pula oleh Pajatu.
Pajatu terkesan lebih senang dan perhatian pada Samuik ketimbang anaknya sendiri. Seolah Samuik menjadi buah bibir Pak Camat dan dikatakan pula harkat martabat keluarga Pajatu terangkat lebih tinggi dengan kehadiran Samuik.
Begitulah kebanggaan Pajatu yang lebih sayang Samuik ketimbang sayang pada anaknya, Imron. Lebih bangga dengan prestasi Samuik dalam berburu babi daripada bangga dengan anaknya sendiri.
Semakin hari perangai Pajatu semakin melarut memperhatikan anjingnya, hingga abai pada keluarga. Melihat hal seperti itu tentulah Lia tidak habis pikir dengan jalan pikir suaminya. Timbullah kecemburuan kepada Samuik yang begitu dimuliakan.
Lia dan Imron pernah melepas samuik ke Hutan dan sebelum dilepas tentulah ia dipukuli Imron untuk melampiaskan sakit hatiya. Namun, malah Samuik pulang kembali ketika Pajatu sudah pulang bekerja. Benar-benar terbit murka Pajatu, ia memilin telinga anaknya dan memarahinya.
Suatu pagi buta, Imron keluar dari rumah. Ia pergi ke kandang Samuik dan melepaskan Samuik. Kemudian Samuik menyalak dan ditemui Pajatu pintu rumah sudah terbuka. Dilihatnyalah ke kandang Samuik, tetapi ia malah menemui Imron di sana.
Imron duduk bagai anjing dengan lehernya terikat rantai yang biasanya dipakai Samuik. Lidahnya diulur-ulurkan menirukan gaya anjing….
“Imron ingin menjadi anjing, biar disayang Ayah!” Pajatu tereranjat dan terpaku ketika Imron menyalak ke arahnya: “Guk… guk… guk!” (Hal: 38).
Lain lagi Ajo Siman Terusir, ternyata tidak semua keluguan dan polos itu baik. Contohnya tokoh Siman yang difitnah secara samar oleh Pak Tongek yang punya anak gadis Pik Muno yang berkelainan mental.
Tabiat Pik Muno sering tidur di kandang kerbau dan tetiba hamil tanpa tau siapa ayah dari janinnya. Kebetulan Ajo Siman dalam beberapa pekan tidak nampak puncak hidungnya, ia juga agak bodoh-bodoh tanggung. Namun Ajo Siman malah dituduh menghamili Pik Muno. Padahal pula walaupun bodoh-bodoh angin, ajo Siman sangat lugu dan jujur.
.
Judul: Ayah, Anjing
Penulis: Yusrizal KW
Penerbit: Kabarita
Cetakan: 1, Oktober 2019
Tebal: V + 142 halaman
ISBN: 978-602-5195-4-7
.
Saat terdesak Ajo Siman dipaksa untuk mengaku bersalah dan harus bertanggung jawab. Ia dengan polos manut dan menjadi mantu Pak Tongek—orang kaya di Siginyang.
Layaknya suami-istri Pik Muno dan Ajo Siman menghuni sebuah rumah dan dikasih sawah oleh Pak Tongek untuk menghidupi keluarganya. Tetapi kedua laki-bini itu tetap melakukan ritualnya. Pik Muno kembali tidur di kandang kerbau dan Ajo Siman dengan kerendahan hatinya melakukan rutinitasnya senang membantu orang dan tidur di surau.
Warga kampung Siginyang lebih gencar lagi, ketika Pik Muno hamil kedua. Ajo Siman yang dikenal jujur tidak pernah tidur telanjang berdua dengan Pik Muno.
Ketika malam melarut, Ajo Siman diusir oleh Pak Tongek dari rumahnya. Tentu saja gertakan Pak Tongek membuat Ajo Siman tidak berani pulang dan pergi sejauh-jauhnya. Ketika berpapasan di jalan dengan penjual kacang rebus, Ajo Siman mengaku diusir dari rumahnya lantaran Pak Tongek ingin tidur seranjang dengan Pik Muno tanpa sehelai baju.
Terdapat empat belas cerpen dengan tema yang berbeda dalam kumcer ini. Semua cerita amatlah sederhana dan diangkat dari permasalahan sehari-hari. Kadang senyum sumbing Anda akan tersimpul kecil di sudut bibir ketika membaca buku ini.
Cerita ringan dan bahasa yang singkat tetapi tepat sasaran. Sindiran-sindiran halus tentang berbagai hal yang ringan tetapi sering menjadi masalah dalam kehidupan nyata.
Nyali dari pengiat literasi Tanah Ombak dan Bukik Ase ini tidak perlu diragukan lagi. Anda juga akan menemukan perkara Celana Dalam dalam kumcer ini. Walau terkesan judulnya sangat jarang dibicarakan orang, tetapi makna dan hikmah dalam sepenggal cerita dalam kumcernya begitulah banyak diinap-menungkan.
Kesan jenaka dan majas satire akan membuai Anda dalam rasa penasaran hingga ingin segera melahap semua isi kumpulan cerpen ini dengan cekat. ***
.
Hikmah Kehidupan dalam Satire. Hikmah Kehidupan dalam Satire.
.
Leave a Reply