Cerpen, Rizka N, Waspada

Terlatih untuk Kuat

Terlatih untuk Kuat - Cerpen Rizka N

Terlatih untuk Kuat ilustrasi Denny Adil/Waspada

5
(5)

Cerpen Rizka N (Waspada, 16 Januari 2022)

MANUSIA itu adalah penipu yang paling ulung. Jauh dari kata kesempurnaan. Hidup seolah orang yang paling kuat hanya untuk menutupi hati yang hancur. Hidup penuh keberanian demi bisa melupa kenangan pahit. Hati penuh kebencian lalu bisa dengan mudahnya berpura-pura tidak benci.

Dan lucunya manusia itu suka hidup dengan kepura-puraan hanya untuk bisa bertahan hidup. Ada yang berpura-pura paling ceria dan semangat hanya untuk menyembunyikan kesedihan. Ada yang berpura-pura bahagia hanya untuk menutupi luka. Terkadang orang yang terlalu bersemangat adalah orang yang sedang lelah hatinya.

***

Tidak apa-apa. Aku terlalu sering mengucap kata-kata ini. Sudah seperti moto hidupku untuk selalu bersikap baik-baik saja. Tapi satu kali pun aku tidak pernah setiap waktu merasa baik-baik saja.

Untuk hal-hal yang membuat hatiku sakit, aku selalu memaknainya seperti sarapan. Aku sudah terbiasa kenyang dengan sarapan jenis itu. Karena seringnya kenyang rasa sakit, sampai membuatku hanya bisa berkata tidak apa-apa.

Aku begitu menikmatinya sebab apa? Takdir hidup sudah ada yang mengatur, jalan hidup sudah ada yang membuat, lantas aku bisa apa? Manusia itu hanya berpura-pura. Hidup seolah simpati kepada orang padahal hanya sekadar ingin tahu permasalahan orang. Siapa yang peduli dengan takdir orang lain? Semua orang hanya bisa percaya pada hal-hal yang membuat mereka yakin. Alih-alih mementingkan orang lain, manusia lebih cepat peduli dengan kepentingannya sendiri.

Saat sedang bahagia, orang banyak ingin mendekat sampai yang tak pernah bertutur sapa pun mendadak menjadi orang yang paling ramah sedunia. Tapi saat sedang kesusahan, tak ada yang mengaku saudara, teman dan sahabat. Semua berlagak seperti orang yang tak kenal.

Aku jadi langsung teringat salah satu moto hidupku juga kalau kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang. Rupanya moto hidup ini sebatas hiburan untuk orang-orang susah sepertiku. Kebahagiaan itu tidak bisa dibeli dengan uang. Bullshit. Pasti orang kaya tidak memercayai itu.

Hari gini permasalahan hidup apa yang tidak bisa diselesaikan dengan uang dan kekuasaan? Pengin mendapat pekerjaan bagus tanpa perlu repot-repot menjawab ujian, itu urusan gampang bagi orang yang punya banyak koneksi dan uang. Lain halnya dengan orang susah yang berusaha mati-matian mendapat pekerjaan, hanya doa yang menjadi andalan.

Baca juga  Tubuh yang Dialiri Darah Pernah Berdarah-darah

***

Entah mengapa dadaku terasa sesak. Ingin rasanya kusumbat laju malam hanya untuk tak bertemu pagi. Andai semuanya mudah untuk diceritakan, pasti sesak tidak akan ada di dunia ini.

Dalam sepi, di sanalah orang yang berpura-pura kuat menumpahkan air matanya. Ya termasuk diriku yang saat ini sedang memegang surat pemecatan. Lebih tepatnya hari ini aku diberhentikan bekerja di kantor. Tadinya aku berpikir kinerjaku yang kurang. Aku berusaha berpikir positif di tengah keadaan yang membuat hatiku semakin hancur.

Untuk mendapatkan suatu hal yang besar maka usahanya harus besar. Aku coba berusaha bicara dari hati ke hati. Lagi pula hati manusisa bisa berubah. Cinta bisa berubah menjadi benci. Benci bisa berganti menjadi suka. Hati manusia seperti cuaca. Ada kalanya mendung sehingga yang tampak hanyalah air mata. Juga ada kalanya cerah sehingga yang tampak hanyalah tawa bahagia.

Bismillah. Aku memberanikan diri untuk menanyakan langsung alasan pemecatanku. Dengan penuh percaya diri, aku sudah berdiri menatap ruangan manajer tempatku bekerja.

Beberapa mata ada yang memandang sinis ke arahku. Orang- orang sini semakin lancar membicarakanku. Mereka dengan fasihnya menyebut segala kekuranganku. Semua kata-kata yang menyakitkan itu seakan-akan ingin menyerangku. Mereka sibuk membicarakanku sampai lupa berkaca diri bahwa manusia tidak ada yang sempurna.

Mereka menyebutku dengan orang cadangan, orang susah, tak pandai bergaul, tak punya banyak kawan dan segala macam ucapan buruk lainnya. Seperti perlombaan debat, mereka saling sahut-sahutan membicarakan segala celah kekuranganku.

“Pantas saja dipecat tiba-tiba, pulanya tampilannya tidak menarik. Ya cepat digeser lah posisinya,” sindir rekan kerjaku.

“Ya sudah pasti. Itu hukum alam kali guys. Dimana yang tidak terlalu penting akan mudah dibuang.”

“Seharusnya itu orang jangan mengandalkan doa. Sudah tahu zaman sekarang serba sulit. Doa tanpa punya kekuatan koneksi, sama saja seperti orang susah plus pasrah,” celetuk Ibu Susi. Rekan kerjaku yang paling senior tapi sayang hatinya yang paling kotor.

***

Untuk diriku sendiri, tak peduli apapun kejadian yang menimpamu. Aku jauh lebih hebat daripada masalah-masalahku. Aku jauh lebih kuat dari pada mereka yang hanya bisa melukaimu. Aku terpuruk tidak apa-apa karena aku punya Allah yang selalu menguatkanku. Aku lemah juga tidak apa-apa karena aku punya Allah yang selalu membantuku. Pada akhirnya hidup mengajarkanku bahwa kita hanya bisa bertahan paling kuat karena cintanya Allah pada kita.

Baca juga  Udin Kuriak

Jauh-jauh hari sebelum masalah itu datang menghampiri, Allah pasti sudah siapkan jalan keluarnya. Itu artinya aku tak perlu risau hanya karena omongan orang lain. Hidup ini terlalu sempit jika hanya memikirkan omongan orang. Aku berdiri tegar di hadapan mereka semua yang menggunjingku.

Sambil berusaha menguatkan diri di depan orang yang menghancurkan mentalku, aku menyibukkan diri dengan mengemasi barang-barangku jika seandainya nanti terbukti aku benar-benar tidak dibutuhkan lagi di tempat ini. Karena melihat tamu yang mengunjungi ruangan manajer tempatku bekerja telah keluar, aku pun langsung bergegas masuk ke dalam ruangan itu.

“Permisi, Pak. Izin saya masuk ke dalam ruangan Bapak. Saya ingin bertan…,” belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, lelaki yang paling dihormati satu gedung ini langsung memotong ucapanku.

“Apa lagi yang ditunggu? Surat pemecatan juga sudah sampai ke tanganmu kan? Oh ya tidak ada tambahan hari sebelum ada pengganti karena penggantimu sudah ada di sini.”

***

Wah sangat luar biasa. Pengganti diriku mempunyai keunggulan yang sangat menarik. Pantas saja aku mudah tersingkirkan dan dibuang begitu saja. Layaknya barang yang sudah tidak berguna, orang ini dengan mudahnya membuangku.

Aku tidak boleh menangis di hadapan orang yang tidak memiliki adab ini. Air mataku cukup mahal hanya untuk menangisi orang-orang yang tidak bermoral ini. Jadi manusia itu harus terlatih kuat. Jadi manusia itu harus banyak-banyak sabar.

Tidak ada yang perlu disesali telah bertemu dengan orang buruk ini. Sebab jika kita bertemu dengan orang yang buruk, Allah telah mengajarkan kita agak tidak menjadi orang yang seperti itu. Lalu jika kita bertemu dengan orang yang baik, kita harus belajar menjadi orang yang baik.

Jalan hidup untuk diatur. Seperti pemain sinetron, tugasku adalah menjadi pemain pada skenario terbaik dari Allah. Apa pun Allah berikan kepadaku, entah itu bahagia, luka, sedih, dan senang. Aku percaya itulah yang terbaik untuk diriku.

“Pak setelah ini kita makan di mana?” Tanya si penggantiku.

Betapa hebatnya penggantiku. Sungguh membuatku ingin geleng-geleng kepala sambil beristighfar 100 kali mungkin. Bayangkan saja seorang mahasiswa belum juga menyandang gelar sarjana, sudah diperkerjakan layaknya seorang sarjana yang diberi predikat cumlaude.

Sekarang dunia lagi hobinya bercanda, jadi bahu harus lebih dikuatkan. Nepostisme sekali. Aku hidup di zaman uang dapat membungkam kebenaran. Begitu pula dengan koneksi. Barang siapa yang tak punya koneksi, maka mudah untuk bisa disingkirkan. Uang dan kekuasaan seolah-olah dua senjata yang dapat melemahkan orang-orang lemah.

Baca juga  Restu

Sekarang bakat dan kemampuan menjadi nomor kesekian jika tidak disertai dengan uang. Namanya juga dunia tipu-tipu. Tempat dimana banyak manusia menjadi penipu. Aku tersenyum kecut melihat pemandangan indah ini. Hari ini akulah yang tereliminasi. Besok-besok bisa saja seluruh keluarganya yang kerja di tempat ini. Mulai dari anak, istri, sampai cucu mungkin.

“Seharusnya Bapak tidak perlu mewawancarai saya ketika itu karena saya tidak punya koneksi. Itu hanya membuang waktunya Bapak. Bapak juga tidak perlu repot-repot mengeluarkan biaya untuk brosur lowongan pekerjaan. Lumayan juga uangnya untuk keluarga Bapak. Saya ucapkan selamat untuk Puteri Bapak. Oh iya, berarti Pak, berarti kriteria pekerja di sini sekarang sudah boleh ya mahasiswa? Itu artinya kualifikasi pendidikan saya terlalu tinggi ya untuk duduk di kursi perusahaan ini,” sindirku sambil tersenyum tipis.

Mulai sekarang jangan pernah bekerja dengan orang-orang seperti ini lagi. Aku berjanji dengan diriku sendiri. Biarlah gaji sedikit asal hidup di tempat yang tidak buat hati sakit.

Tidak apa-apa jika harus memulai lagi dari nol. Sebab orang yang berhasil adalah orang tidak pernah menyerah. Buat apa takut miskin jika punya Allah Yang Mahakaya.

Jika sekarang orang membuangku seperti sampah, akan ada suatu saat orang mencariku layaknya sebongkah berlian. Aku mengelus dada untuk menyabarkan hati hingga teringat salah satu pesan Ibu. Pesan Ibu padaku adalah sekeras apa pun hidup tetaplah makan dan tetaplah jalani hidup. Berhentilah jika lelah. Namun jangan pernah berpikir untuk menyerah. ***

.

Terlatih untuk Kuat. Terlatih untuk Kuat. Terlatih untuk Kuat. Terlatih untuk Kuat.

.

Loading

Average rating 5 / 5. Vote count: 5

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!