Cerma, Farah Raihanah, Kedaulatan Rakyat

Perbuatan Buruk

Perbuatan Buruk - Cerma Farah Raihanah

Perbuatan Buruk ilustrasi Joko Santoso (Jos)/Kedaulatan Rakyat

3
(2)

Cerma Farah Raihanah (Kedaulatan Rakyat, 14 Januari 2022)

TEMBI menyesal memutuskan pergi ke kamar mandi saat ujian matematika berlangsung. Perjalanan berangkat hingga pulang dari kamar mandi membuatnya bergidik ngeri. Pertama, ia kembali dengan sisa waktu sepuluh menit, padahal ia belum mengerjakan sepuluh soal. Mantap, bukan?

Tembi menggeleng. Bukan itu yang paling ia sesali. Toh, ia memang tidak pandai matematika. Namun, tenang saja, ia masih punya satu cara. Yap, silang indah.

Kembali ke topik. Kedua, saat sedang menjalankan panggilan alam yang cukup lama, ia tidak sengaja harus mendengar desas-desus anak-anak yang berdiskusi di depan kamar mandi. Alhasil ketika keluar dari kamar mandi, ia mendapat tatapan tajam dari anak-anak tersebut. Hiiy seram.

Belum selesai, ketiga. Ia melewati kelas yang terlihat sedang gaduh. Sosok yang familiar terlihat sedang berdiri dengan tatapan marah. Setelah itu tokoh tersebut diberi sorakan tidak menyenangkan oleh teman-teman sekelasnya. Beberapa yang lain hanya diam.

Tidak mau ikut campur. Lagipula sebentar lagi waktu habis, banyak seal yang menunggu mereka.

Tembi menatap lagi soal matematika di hadapannya. Sedikit tidak fokus. Karena sosok yang sedang disulut emosi tadi adalah orang yang sangat baik menurutnya. Seorang yang sepulang sekolah harus ia temui karena mereka sudah janjian makan siang bersama.

Ah, jangan dipikirkan dulu. Bisa saja dia membatalkan janjinya. Toh, hanya janjian makan siang dan main bola, pikir Tembi dalam hati. Ia segera menyelesaikan soal matematika dengan waktu mepet.

“Tembi!” Suara familiar itu terdengar di telinga Tembi. Tepat saat waktu ujian telah selesai. Tembi melambaikan tangan seakan­akan mengatakan iya-tunggu-aku-beresin­tas-dulu.

Baca juga  Ketika Aku Harus Memilih

Mereka telah melewati gerbang sekolah. Tembi yang biasanya aktif bercakap-cakap, hari ini merasa canggung. Apalagi, teman bernama Jag di sampingnya juga tahu. Jag melihat Tembi pula saat Tembi melewati kelasnya.

“Aku beda banget, ya?” Jag membuka suara. “Tadi teman-teman minta contekan. Sudah kutolak, tapi mereka memaksa. Apalagi saat pengawas keluar. Mereka menjadi-jadi. Akhirnya aku tolak dengan sedikit keras.” Lanjutnya.

“Iya, sepertinya yang curang banyak. O iya, nolaknya sampai berdiri gitu. Gak takut dijauhin sekelas?” Tembi bertanya sambil terkikik. Akhirnya obrolan santai mereka kembali.

“Takut juga sih. Dari dulu aku pasti selalu kasih mereka contekan.” Jag mendesahkan nafas berat. “Tapi semester kemarin rankingku turun jauh. Bukan nilaiku yang anjlok. Tapi teman-teman yang mencontek itu yang nilainya semakin tinggi.”

“Kamu gak lapor guru?” tanya Tembi.

“Ah, walau guru tahu. Kadang mereka cerdik, punya segala cara untuk curang.” Ungkapnya. “Kalau aku gak kasih contekan, dibilang enggak setia kawan. Bahkan kalau ngingetin guru ada PR, pasti mereka marah.”

Tembi mengangguk-angguk. Rasanya benar juga, kalau dipikir-pikir, sekarang banyak yang menormalisasikan perbuatan yang salah. Yang sudah melakukan hal benar, malah berasa bikin tindakan dosa.

“Bi, kamu gak pernah ngalamin hal serupa?” tanya Jag penasaran.

Tembi menggeleng. Dirinya yang ranking biasa-biasa saja, ndak menonjol. Rasanya jarang sekali dimintai contekan. Mungkin hanya beberapa kali PR-nya dicontek. Tapi ya sudahlah. Malas juga kalau harus diberi lirikan sinis oleh mereka.

“Setidaknya walau nilaimu jelek, kamu jujur.”

Tembi yang mendengarnya tertawa. Entah itu pujian atau ledekan.

“Aku gak pelit waktu kok. Aku bilang pada mereka, kalau mereka mau belajar, ayo belajar bareng. Jangan tiba-tiba minta jawaban. Sini yang belajar capek­capek. Sana yang dapat nilai sempurna.” Jag terus mendongkol.

Baca juga  Terbongkar

Perjalanan mereka hingga warung makan dipenuhi dengan kekesalan Jag. Tembi diam saja, sambil terkikik. Bisa juga Jag ngomel-ngomel begini. Kayak anak perempuan saja. Tapi Tembi rasa, kalau dia jadi Jag, ia tidak akan setangguh Jag dalam mempertegas  teman-temannya.

“Ya tidak apa-apa. Toh, cuma dijauhi beberapa hari. Saya kan mau belajar. PR saya kerjakan, ulangan saya kerjakan dengan jujur.” Tembi mengangguk-angguk.

Kalau kata bapak dan ibu guru, semuanya pasti dapat balasannya. Siapa pun yang rajin belajar, akan jadi pandai. Siapa yang berbohong, nanti akan ketahuan. Siapa yang berbuat jahat, kalau pun tidak ketahuan. Kan, ada yang Maha Melihat. Entah apa yang akan mereka temukan di masa depan karena kejahatannya.

Tembi mengulas senyum menatap warung makan bakso murah meriah di depannya.

Menggambarkan senyum temanku­sedang-galau-nih-tolong-berikan-bakso­ terbaikmu-hehehe. ***

.

.

Farah Raihanah, siswi MAN 1 Yogyakarta. Aktivis Organisasi Romansa El-Hakim.

.

.

Perbuatan Buruk. Perbuatan Buruk. Perbuatan Buruk.

Loading

Average rating 3 / 5. Vote count: 2

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!