Oleh Lucia Anung (Kedaulatan Rakyat, 04 Maret 2022)
MUSIM hujan telah tiba. Hujan turun hampir setiap hari. Namun pagi ini langit lumayan cerah, meski terlihat juga ada awan hitam bergelayut nun jauh di langit. Ani pun bersemangat melangkahkan kaki menuju sekolah.
“Ani, jangan lupa membawa payung yang sudah ibu siapkan di depan pintu,” pinta ibunya.
“Iya, iya, Ibu,” jawab Ani sambil sedikit menggerutu.
“Ah, Ibu, dikit-dikit menyuruh membawa payung. Tiap mau keluar rumah selalu saja menyuruhku membawa payung. Padahal kan tidak hujan,” Ani kembali menggerutu disela sarapan paginya.
“Ibu, Ani pergi ke sekolah ya,” pamitnya sambil meninggalkan meja makan.
“Iya, hati-hati… jangan lupa payungnya dibawa ya, Nak,” ujar Ibu mengingatkan kembali.
Sejak awal Ani memang sudah malas membawa payung, ia pun mengabaikan permintaan ibunya itu.
“Ah cuaca lumayan cerah… tak perlu membawa payung. Semoga sampai nanti pulang sekolah hujan tidak turun,” harap Ani dalam hati.
Beberapa saat kemudian, saat Ibu Ani sudah selesai memasak, tiba-tiba cuaca berubah drastis. Mendung hitam pekat menyelimuti langit dan bunyi petir menggelegar dari berbagai penjuru. Ibu Ani kawatir anaknya lupa tak membawa payung meski tadi sudah beberapa kali diingatkan. Ia pun kemudian beranjak dari dapur menuju pintu depan untuk mengecek apakah anaknya lupa membawa payung. Ternyata benar, payung masih berada di depan pintu, ternyata Ani lupa membawa payung.
“Duhhh… ternyata Ani lupa membawa payung,” kata ibunya dalam hati.
“Aku harus menyusul ke sekolahan agar Ani tidak kehujanan saat pulang sekolah nanti,” kata Ibunya.
Setelah beres-beres dapur dan menata masakan yang sudah matang, Ibunya Ani segera bergegas menuju sekolah anaknya. Hujan deras yang mengguyur tak dihiraukannya demi anak tercintanya.
Sementara di sekolah, Ani mulai kawatir karena hujan turun dengan derasnya dan takut tak bisa pulang. “Aduhhh… kok hujannya tak juga reda malah semakin deras,” katanya lirih.
“Kamu tak membawa payung, Ani?” tanya Rina, teman sebangkunya.
“Tidak, Rin. Tadi sebenarnya sudah disuruh ibu membawa payung dan sudah disiapkan oleh ibu. Tetapi aku malas dan payung itu tak aku bawa, Rin. Tahu sendiri kan, hari ini buku yang harus kita bawa banyak sekali, jadi tas kita sudah sangat berat,” terang Ani.
“Ya sudahlah, nanti kita pulang bareng aja. Payungku untuk kita berdua,” kata Rina.
“Jangan, Rin. Tidak usah. Nanti malah kamu ikut basah,” kata Ani.
Saat bel sekolah berdering tanda jam pelajaran sudah habis, hujan juga belum ada tanda-tanda reda. Kini, Ani tinggal sendiri di depan sekolah sedangkan teman-teman lainnya sudah pada pulang.
Sembari menunggu hujan reda, Ani hanya bisa berharap agar hujan segera reda. Sedangkan jalan di depan sekolah tampak lengang, tak ada kendaraan yang lalu lalang.
Tiba-tiba dari kejauhan nampak seorang perempuan menerobos derasnya hujan dengan membawa payung menuju arah sekolah. Mata Ani semakin fokus memandang perempuan yang agak tergopoh-gopoh menuju sekolah.
Langkah perempuan itu pun semakin dekat. Ani pun masih belum bisa melihat secara jelas siapa perempuan itu. Namun saat perempuan itu memasuki gerbang sekolah, Ani baru paham bahwa yang datang adalah ibunya.
“Ibuuu….” teriak Ani kegirangan saat mengetahui ibunya menjemput. “Maafkan Ani, Bu… aku telah mengabaikan perintah ibu agar Ani membawa payung,” kata Ani sambil memeluk ibunya.
“Iya… sudahlah, gak apa. Tapi lain kali Ani jangan mengabaikan permintaan ibu ya… karena semua itu demi kebaikan Ani,” kata ibu.
Iya… Ani berjani tidak akan mengabaikan lagi apa yang diperintahkan ibu,” jawab Ani.
Sekejap kemudian ibu anak itu bergegas meninggalkan sekolah saat hujan masih juga belum reda. Sejak itu, Ani berjanji untuk selalu mematuhi perintah ibunya. ***
.
.
Lucia Anung. Alamat Depok DK Gandekan RT 03, Bantul, Bantul.
.
Akibat Mengabaikan Ibu. Akibat Mengabaikan Ibu.
Leave a Reply