Puisi-puisi Wahyu Subuh (Radar Madura, 01 Mei 2022)
PELURU ITU
.
Peluru I/
Sebonggol peluru yang kau tanam di halaman
telah tumbuh dengan bijak mencabik-cabik
dadamu, dadaku
.
Peluru II/
Telah juga menembus pada kedalaman
matamu
lalu huruf-huruf berlinang
mau tak mau kita orang berenang di sana
.
Peluru III/
Siapa yang mesti beranjak setelah jarum jam
menggigil
dan kanak-kanak tak lagi melompati kerikil di
kampungmu
.
Peluru IV/
Selokan, sungai, talun, diserang larva dari
rahim batu
hingga tak ada lagi musim bermain, dan hujan
pun kesepian
.
Peluru V/
Siapa yang menyetrika lorong dengan
mengupas bawang
sambil tersenyum mengipas tubuhmu dengan
angka-angka
.
Peluru VI/
Kau telah pulang dengan segenggam kenang
di kiri tanganmu
sampai kau tak lagi bisa melangkah dengan
pisau di kanan tanganmu
seperti tempo lalu
.
Peluru VII/
Aku masih ingat itu, dan kata-kata masih
tergeletak di kamarmu
panen peluru di kotamu, entah sampai
kapankah
.
Sumenep, 13 April 2K21
.
.
.
NEGERI DALAM GAYUNG
.
Sampai kapan kabel-kabel itu menjajahmu
sampai kau meriang, sampai kau sendiri lelap
di belantara hutan lengang.
.
Lalu sebotol fermentasi siwalan menangkapi
tubuh-tubuh
dengan radius negeri dalam gayung
.
Raja-raja berenang di sana dan rakyat
terbuang sia-sia
siapa yang menelan tubuhmu di jalan hening
saat orang-orang sibuk jual beli masker
saat kau hangatkan tubuhmu di ranjang
dalam kamar, dalam dapur, dalam ruang
tamu, tanpa meja makan
.
Ke mana kursi-kursi itu
orang-orang mengantre di depan pos, di
depan rumahmu
satu demi satu mereka dipotret kemaluannya.
.
Kota-kota penuh comberan
diam-diam kemanusiaan dan kebaikan
tersapu
seakan kuncinya telah dibuang jauh
.
Hilanglah jiwa dan nurani, hilanglah
tubuhmu hanya sekadar tubuh
seperti tandon yang kehabisan isi
sedang bumi pun kekeringan.
.
Sumenep, 18 Maret 2K21
.
.
.
FRAGMEN HITAM
.
Diam-diam kutemui gigil
hinga kota-kotapun menjelma sepi
rindu, kemarau, hujan dan cinta
.
Kau kah? Ah!
kita orang diringkus hujan malam-malam
neon-neon berkedip seperti planetoid
berguguran
.
Ada fragmen hitam dalam kresek itu
sampai orang-orang berlarian
seperti dikejar-kejar Izrail di pasar malam
.
Lalu gerimis berhamburan di halaman
hingga langkahmu penuh cellut
mencari tabung ke talun, tabun, lebun
.
Dan yang terjadi
hanyalah absurditas malam
dengan segala kejanggalannya.
.
Sumenep, 21 Maret 2K21
.
.
*) WAHYU SUBUH. Lahir di Sumenep 14 Oktober 2000. Alumnus LPI Raudlatul Ulum Billapora Rebba, Lenteng. Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep. Berproses di UKM Sanggar Lentera. Antologi tunggalnya Absurditas Malam 2021.
.
Leave a Reply