Cerpen, Kompas, Risda Nur Widia

Api Kota Smyrna

Api Kota Smyrna - Cerpen Risda Nur Widia

Api Kota Smyrna ilustrasi Oyasujiwo/Kompas

3.9
(20)

Cerpen Risda Nur Widia (Kompas, 29 Mei 2022)

SYAHDAN di hadapan Hatem, kota Smyrna seperti sosok sekarat yang menanti dewa Thanatos [2] menjemputnya. Sepanjang mata bergelimpang puing gosong bangunan, matang bangkai unta dan kuda, serta cabik-cabik pedang serdadu yeniceri [3] yang tertinggal di tubuh ratusan manusia. Orang-orang yang selamat dari penyerbuan serdadu Sultan Memed IV itu memilih bersembunyi, atau melarikan diri ke kota-kota jauh. Arkian, kota Smyrna menjadi gurun gersang disesaki asap, bau bangkai dan, sangat berbanding terbalik dengan diorama yang dimilikinya dahulu.

Hatem ingat, dahulu bila memasuki bulan April hingga Agustus, ketika batang-batang pohon chinar memekarkan daunnya sebagai tanda musim laut tiba di sana, banyak musafir dari Eropa, khususnya pedagang Prancis, Spanyol, Rusia, Italia, atau Belanda akan memarkirkan kapal-kapal mereka di pelabuhan Myrna Hayuk, setelah berminggu-minggu berlayar di Laut Angea atau Ionia. Sebagai seorang recensu janitors [4] di pelabuhan, Hatem sering membantu para kelasi menurunkan barang mereka. Benda seperti kulit domba, rempah-rempah, hingga kerajinan tembikar berduyun turun memenuhi gudang para mercator [5], untuk kemudian diantar ke kota-kota lain, seperti Pergamum, Thyatria, atau Laodicea yang berada bermil-mil jauhnya di balik Gunung Pagos.

Selain itu kehadiran para pelaut dahulu akan mengubah wajah kota Smyrna menjadi pusat keramain yang tiada henti. Para penjual ceri, pulm, atau daging domba banyak ditemukan di kota. Cuma, pada kedai-kedai minumanlah kebahagian sangat terlihat. Para penjual vernaccia [6] membuka kedainya sepanjang siang dan malam dengan penari kὃḉek [7] sebagai hiburan, hingga membuat para pelaut Genoa, Lisbon, atau Calais mabuk dan kepayang. Sebagai tempat minum dan bersenang-senang, di kedai-kedai itu sering tersebar cerita-cerita mengenai wanita, para homo, perompak, atau alam liar yang menjadi pusat obrolan.

Hatem suka mendengar kisah-kisah para kelasi layaknya dongeng dari juru cerita negeri jauh. Apalagi sejak kecil, ia ingin mengelilingi benua-benua baru sebagai pelaut.

“London adalah kota yang indah,” kata seorang kelasi dari Italia. “Seluruh wanita di sana cantik.”

“Kau benar,” balas seorang kelasi lain. “Tapi mereka tidak pernah ramah pada para pendatang.”

“Raja mereka pun tidak pernah menyukai orang-orang yang tidak seagama dengannya,” sahut rekannya tadi. “Perbedaan cara pandang selalu membuat keindahan rusak, dan manusia saling membunuh.”

Sekilas perbincangan itu terdengar mengesankan bagi Hatem. Tapi kini peristiwa yang dahulu hanya didengarnya melalui para pelaut itu benar-benar terjadi. Semua kekacauan itu bermula dari pengikut Sabbatai [8] yang dianggap sesat oleh Pemerintahan Ottoman. Para penganut Sabbatai memang merancang peperangan dengan melandaskan agama agar dapat merebut kekuasaan sultan Memed IV. Mereka bahkan sudah melakukan beberapa serangan di Konstantinopel.

Karena dianggap meresahkan, sang sultan akhirnya mengutus pasukan yeniceri untuk menupas pengikut Sabbatai yang bersembunyi di Smyrna. Hatem melihat langsung betapa mengerikan api yang disulut oleh pasukan yeniceri untuk membakar desa kecilnya Agora. Selain membakar rumah, para serdadu yeniceri juga membakar gereja-gereja tua bersejarah peninggalan Santo Polikarpus. Mereka menganggap tempat-tempat tersebut sebagai pusat persembunyian para bid’ah pemerintah.

Baca juga  Mata Seruni

“Jangan sisakan satu tempat untuk tidak dibakar,” kata pemimpin pasukan.

Setelah selesai membakar kota, pasukan yeniceri mengumpulkan penduduk Smyrna di alun-alun Kὃnậk. Para serdadu itu lalu mengelompokan penduduk berdasarkan agama yang mereka anut. Para penduduk yang beragama sama dengan sultan dibiarkan lepas. Sedangkan para penduduk yang beragama berbeda dengan sultan ditahan—termasuk seorang beyerlik [9] setempat.

Hatem sendiri ada pada kelompok yang ditahan tersebut.

“Serahkan seluruh anak kalian,” kata seorang yeniceri. “Kami akan merawat mereka.”

Anak-anak yang tersisa dari penyerangan itu dirampas dari orangtua mereka. Para bocah itu segera menangis. Rengekan itu pun membuat para orangtua mereka tidak terima kalau anaknya harus menjadi tumbal devsirme, [10] atau bahkan cariyeler [11] sang sultan.

Terjadilah pemberontakan. Kekacauan itu lantas ditanggapi pasukan yeniceri dengan pembantaian.

“Membusuklah kalian bersama Dajjal di neraka!” pekik para yeniceri. “Sembelih mereka.”

Hatem terpekur menyaksikan pembantaian di depannya. Bahkan tanpa sadar, sebuah kepala meloncat mengenai wajahnya. Darah kepala yang terpotong itu membasahi tubuh Hatem.

Dengan sisa-sisa keberaniannya, Hatem menarik kakinya cepat. Ia memanfaatkan kerumunan agar bisa lolos dari penjagalan. Dan di tengah usahanya berlari, beberapa kali ia hampir terkena tombak dan pedang pasukan yeniceri. Tapi hari itu Dewa Hermes [12] masih melindunginya.

***

Udara malam menggeliat sangat gerah di kulit Hatem. Padahal hari-hari biasa udara di Smyrna tergolong tidak terlalu panas. Kota Smyrna yang berbatasan langsung dengan pesisir timur laut; sering membuat arus angin Laut Tengah berhembus kencang di pemukiman penduduk, hingga menciptakan semilir sepoy angin. Namun gosong rumah-rumah yang terbakar siang tadi di seluruh kota membuat udara menjadi tak nyaman. Malam itu Hatem bahkan tidak bisa melihat bintang, karena tertutup asap.

Hatem mengendap-endap berjalan di tengah puing yang masih menyisakan bara menuju alun-alun Kὃnậk. Walaupun sore tadi ratusan pasukan yeniceri sudah pergi meninggalkan kota bersama penduduk sebagai tawanan, ia tetap hati-hati. Sesampainya di alun-alun Kὃnậk, ia melihat ratusan mayat bergelimpang. Di seluruh tempat itu tidak ada lagi kehidupan.

Hatem terus membawa tubuhnya, hingga tanpa sengaja tersandung sepotong kepala seorang penduduk yang tidak dikenalnya. Hatem terjatuh di tumpukan mayat.

“Hewan apa yang ada di tubuh manusia hingga ia begitu ganas?” Gumam Hatem menerawang langit malam.

Di tengah tumpukan mayat, Hatem malah teringat kejadian yang menimpa keluarganya dahulu. Hatem tidak bisa melupakan masa lalunya di Venesia, ketika seluruh keluarganya dan para fellahin [13] yang bekerja untuk orangtuanya disembelih oleh puluhan perampok kejam karena keluarganya merupakan seorang tuan tanah kaya yang berbeda agama dengan si perampok. Hanya ia yang disisakan dari pembantain itu. Ia kemudian dijual oleh para perampok sebagai budak pada sebuah kapal Spanyol. Tapi kapal itu mengalami kemalangan yang sama. Kapal pembawa barang itu diserang perompak laut dan seluruh pengikutnya dibantai. Sekali lagi hanya ia satu-satunya selamat, karena berhasil melarikan diri, dan menumpang kapal nelayan Yahudi yang tinggal di Smyrna.

Baca juga  Kisah Siti Nurjannah

Mengingat masa lalunya, membuat Hatem berpikir tentang cerita kakeknya mengenai Beelzebub, sosok iblis dalam Alkitab yang suka menghasut agar manusia saling membunuh dan mendendam. Apakah di tubuh manusia terdapat sosok Beelzebub, sehingga mereka begitu kejam?

Hatem memejam mata…

Di tengah suasana kalut, Hatem mendengar suara langkah kaki di dekatnya. Seorang pria tua yang begitu mirip dengan Santo Ignatius Teoforus mendekat. Pria itu tampak menggunakan jubah emas bersih dan aroma tubuhnya wangi. Pada sisi kanan pria itu terdapat seekor singa yang terlihat seperti Singa Nemea. [14]

“Keinginan membunuh adalah hasrat dari pengetahuan yang tidak sempurna milik manusia,” kata sosok itu. “Iblislah yang membuat manusia tidak pernah selesai belajar.”

“Kau siapa?” Tanya Hatem bangkit. “Apakah kau penduduk yang selamat?”

Pria tua itu tersenyum. Ia tidak memberikan jawaban apapun.

“Lihatlah sekitarmu,” ujar pria itu. “Pada tubuh-tubuh mayat itu tumbuh bunga yang indah.”

Hatem mengerlingkan mata melihat yang dimaksud oleh pria tua. Ia kemudian menyaksikan luka sayat, darah, dan potongan tubuh manusia di sekitarnya mengeluarkan cahaya biru. Sangat terang. Tidak lama kemudian, sepucuk bunga chrysanthemum berwarna emas tumbuh di sana. Aroma anyir darah mendadak menjadi harum.

“Bunga-bunga indah itu adalah hasrat dan pengetahuan pada diri manusia,” jelas pria tua. “Betapa indah bukan hasrat dan pengetahuan manusia?”

“Tapi mengapa hasrat dan pengetahuan yang indah selalu membuat seseorang saling melukai?” Hatem bertanya.

“Itulah yang tidak pernah selesai dipelajari manusia di Firdaus,” lanjut pria tua. “Padahal Tuhan memberikan keindahan dalam diri setiap manusia di bumi ini dengan tujuan agar mereka salingi mengasihi. Tapi, akal manusia rapuh, iblis selalu bisa menghasutnya.”

“Jadi keindahan itu rapuh?”

“Lebih tepatnya, mengerikan,” jawab pria tua. “Karena pada keindahan selalu ada gejolak besar. Itulah hasrat dan pengetahuan.”

Hatem melempar matanya melihat tempat pembantaian yang berubah menjadi taman bunga chrysanthemum. Rona pucat wajah mayat-mayat itu tidak tampak lagi. Mereka malah terlihat seperti sosok-sosok yang tertidur pulas setelah mendengar dongeng ajaib.

Hatem mendekat pada sesosok mayat yang tampak tertidur tenang. Tiba-tiba, mulut mayat itu terbuka. Dari dalam mulut mayat itu keluar seekor kupu-kupu dengan cahaya berubah-ubah setiap kepak sayapnya. Disusul mayat lainnya. Lalu, kupu-kupu itu hinggap di pucuk-pucuk bunga chrysanthemum yang tumbuh pada luka-luka tersebut.

“Kupu-kupu itu adalah roh-roh manusia yang mati,” lanjut pria tua. “Mereka berusaha untuk menghisap kembali hasrat dan pengetahuan mereka.”

“Apakah setelah itu mereka hidup kembali?” Tanya Hatem.

“Roh-roh itu tidak akan bisa menghisap hasrat dan pengetahuannya lagi,” jawab pria tua.

Singa besar di belakang pria tua mendadak mengejar kupu-kupu. Ia belarian di antara bunga-bunga chrysanthemum yang tumbuh di atas bangkai manusia tersebut. Singa itu berhasil menangkap beberapa ekor dan memakannya. Hatem hanya memerhatikan kupu-kupu dengan kepak sayap bercahaya itu kalang kabut dikejar si singa.

Baca juga  Tokoh Kamu yang Bertarung dengan Ramalan

***

Pria tua itu menyuruh si singa agar tidak bermain-main dengan kupu-kupu itu. Singa itu menurut. Begitulah mayat-mayat yang berada di dekat kaki Hatem mulai terburai menjadi serpihan-serpihan kecil abu bercahaya merah yang terbang ke langit. Serpihan abu bercahaya merah itu semakin tebal bertebangan, hingga sebuah angin kencang menyapu semuanya.

“Seluruh abu dan kupu-kupu itu akan kembali ke alam arwah,” pria tua itu naik ke punggung singanya. “Aku harus mengawal mereka.”

“Tapi kau belum menjawab pertanyaanku?” Sahut Hatem. “Apakah manusia akan terus membunuh karena perbedaan?”

“Tidak pernah ada manusia yang berbeda,” kata sosok itu. “Kita lahir dari daging dan darah yang sama milik Tuhan. Kita lahir dari cinta Tuhan yang sama.”

Kupu-kupu dengan sepasang sayap bercahaya itu perlahan-lahan terbang ke langit bersama pria tua dan singanya. Mereka terlihat indah dan mengerikan saat menjejakan kakinya di antara udara. Mirip bara api besar. ***

.

.

Catatan

[1] Kota Smyrna, kota mitologi yang kini berada di Turki—pada 300-an SM

[2] Thanatos, dewa kematian dalam mitologi Yunani.

[3] Yeniceri, anggota unit infantri elit yang membentuk pasukan Sultan Usmani dan tentara modern pertama di Eropa

[4] Recensu Janitors, sebutan buruh angkat-angkat

[5] Mercator sebutan bagi pedagang atau tengkulak

[6] Vernaccia, salah satu jenis wine di Eropa

[7] köçek, penari laki-laki yang saat umum tampil pada masa itu

[8] Sabbati, tokoh lokal Yahudi yang membuat aliran kepercayaan baru dan dianggap sebagai Bid’ah oleh raja di Konstatinopel, karena usaha kudetanya

[9] Beyerlik, sosok yang diberikan kekuasaan sebagai pemimpin suatu wilayah (kini disebut sebagai Bupati)

[10] Devsirme, praktik pengambilan anak laki-laki sebagai bentuk pajak kalah perang dari keluarga Kristen di Eropa sebagai anggota Yanisari (pasukan elite Sultan)

[11] Cariyeler, selir-selir harem sultan

[12] Dewa Hermes, dewa pelindung dalam mitologi Yunani

[13] Fellahin, para petani kampung

[14] Singa Nemea merupakan singa mitologi dalam kepercayaan lama Yunani. Singa ini dianggap kebal senjata dan memiliki ilmu gaib. Setelah singa Nemea dibunuh oleh Herakles, sosok itu dipercaya sebagai sosok pengantar para arwah manusia ke alam roh

.

.

Risda Nur Widia. Alumnus Pascasarjana PBSI UNY. Karyanya sudah dimuat di media lokal dan nasional. Buku tunggalnya: Berburu Buaya di Hindia Timur.

Oyasujiwo, penulis, cergamis. Menekuni dunia cergam sejak 2001. Pernah meraih Kosasih Award 2007. Menulis remake cergam klasik Si Buta dari Gua Hantu 2017, dan cergam adaptasi film Gundala 2019.

.

Api Api Kota Smyrna. Api Api Kota Smyrna. Api Api Kota Smyrna. Api Api Kota Smyrna. Api Api Kota Smyrna.

Loading

Average rating 3.9 / 5. Vote count: 20

No votes so far! Be the first to rate this post.

5 Comments

  1. Sastra Jamu Puyeng

    Tuhan, penulis ini emang gemar banget merentang catatan kaki yaaaaaa.

  2. Sersan

    Kerennnn

  3. Lp

    Bikin puyeng. Mending si penulis buat jurnal sekalian supaya bisa puas-puasin bikin catatan kaki

  4. Tia Dia

    Keren banget. Ini cerita sejarah fantasi gasih?

Leave a Reply

error: Content is protected !!