Cerpen, Kompas, Risen Dhawuh Abdullah

Impian Tunggul Ametung Lenyap

Impian Tunggul Ametung Lenyap - Cerpen Risen Dhawuh Abdullah

Impian Tunggul Ametung Lenyap ilustrasi Alit Ambara/Kompas

2.8
(8)

Cerpen Risen Dhawuh Abdullah (Kompas, 12 Juni 2022)

KAMU begitu bahagia atas apa yang kamu dapatkan. Kenikmatan yang Dewata berikan, sungguh tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Kamu pernah bertanya-tanya dalam hati seakan menyalahkan Dewata meski pada akhirnya kamu melontarkan ucap terima kasih.

“Mengapa Dewata memberikanku kebahagiaan dengan cara menciptakan peperangan? Bukankah perang hanya meninggalkan kesengsaraan?” batinmu.

Masih segar dalam ingatanmu, ketika kamu dipanggil saudaramu, Kertajaya yang baru saja pontang-panting menyelamatkan diri dari prajurit-prajurit Kerajaan Purwwa. Ia menceritakan kepadamu tentang apa yang terjadi.

“Pada intinya aku meminta bantuanmu,” kata Kertajaya kepadamu. “Aku tidak mau Daha hancur oleh Purwwa.”

Kamu memahami apa yang dirasakan saudaramu. Dengan segenap kesanggupan yang mantap, akhirnya kamu menyusun kekuatan. Kamu mengirim telik sandi untuk mengetahui keadaan pasukan Purwwa.

Singgasana Kertajaya terancam. Jika Daha hancur, putuslah silsilah. Kamu memang sadar diri dalam membantu Kertajaya. Kertajaya telah berperan banyak dalam kehidupanmu, termasuk menjadikanmu mempunyai kesaktian yang tiada tanding. Purwwa pun berhasil kamu kalahkan.

Maka di situlah awal kebahagiaan yang kamu agung-agungkan hingga sekarang. Kertajaya mengangkatmu menjadi akuwu [1] di Tumapel. Tumapel hidup dalam kemakmuran di bawah kepemimpinanmu. Segala kerusuhan yang ada di Tumapel selalu bisa kamu redam.

“Sebenarnya tidak ada yang istimewa, aku hanya melakukan kewajibanku sebagai seorang pemimpin, seperti yang dipesankan Kakang Kertajaya padaku. Dan lagi, semua ini tidak akan terjadi, tanpa restu dari Dewata,” responsmu kepada Kebo Ijo, salah satu tangan kananmu setelah ia memuji kinerjamu.

Semenjak kamu diangkat akuwu oleh Kertajaya, kamu memang melakukan banyak terobosan untuk kemajuan Tumapel. Kamu merekrut punggawa-punggawa untuk keamanan Tumapel. Juga beberapa orang yang kamu percayai untuk menjadi tangan kananmu.

Selain itu kamu juga membangun istana di Tumapel untuk kepentingan pemerintahan. Istana itu kamu namai Pakuwon. Baru-baru ini kamu menetapkan Kutaraja sebagai sentra perdagangan. Harapanmu, hal itu bisa berimbas ke Tumapel; menjadi wilayah yang terkenal di Jawa.

***

Kamu pernah mendengar ucapan dari salah satu punggawamu bahwa kekuasaan memang cenderung membuat seseorang menjadi rakus. Berkuasa membuat seseorang menginginkan apa pun. Kamu mulai mengakui itu. Meski pada awalnya semua yang kamu lakukan itu untuk tujuan kemakmuran Tumapel.

Kini kamu telah berubah. Kamu mulai memperbolehkan perjudian. Kamu berdalih kalau kesenangan itu perlu saat istrimu menegurmu. Tidak sampai di situ, pikiranmu melayang, menemukan angan-angan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bagaimana jika aku memimpin Daha? Ucapmu dalam hati.

Baca juga  Hari-hari Ini

Memimpin Daha? Dua kata itu terus membayang pada hari-harimu.

“Semalam aku bermimpi, wahyu keprabon [2] terbang keluar istana dan menghilang, Kakanda. Hentikan semuanya Kakanda. Ini peringatan dari Dewata. Kakanda bukan orang yang ditakdirkan memimpin Daha,” kata Ken Dedes setelah mengetahui rencanamu membangun benteng pertahanan.

Kamu menganggap mimpi hanyalah bunga tidur semata. Pembangunan benteng-benteng pertahanan di Tumapel dilakukan. Kertajaya mendengar hal itu langsung murka dan memanggilmu. Kamu tidak pernah ada pembicaraan dengannya mengenai pembangunan benteng-benteng tersebut.

“Tentu yang Kakang bicarakan tidaklah benar. Mana mungkin saya memberontak? Kakang telah berjasa besar kepada saya. Pembangunan benteng semata-mata untuk meminimalkan tindak kejahatan. Demi rakyat, Kakang,” ucapmu.

Kamu melanjutkan dan menegaskan kembali bahwa adanya benteng-benteng tersebut membuat orang-orang yang akan berbuat jahat berpikir dua kali. Sebab untuk memasuki Tumapel, akan ada pemeriksaan dari penjaga-penjaga yang sudah disiapkan di setiap pintu masuk.

Kertajaya pun meminta maaf kepadamu. Kamu dalam hati tersenyum dan membodoh-bodohkannya. Dengan adanya benteng tersebut membuat segala hal yang sedang berlangsung di Tumapel tidak banyak diketahui orang, termasuk penyiapan armada perang!

***

Istrimu sedang mengandung buah cinta denganmu. Ia tidak lagi gelisah karena tindakan-pengorbananmu untuk Tumapel. Sementara angan-anganmu semakin mengembang ke mana-mana. Jika perjuanganmu berhasil, tentu kamu akan memberikan singgasana pada anakmu. Kamu akan dikenang sebagai orang yang pernah memimpin Daha.

Lalu kapan impianmu akan terwujud? Kamu mendengar selentingan bahwa Kertajaya kembali curiga dan waswas atas apa yang kamu lakukan. Dari kabar itu, ada seseorang yang menghasut untuk membunuhmu.

“Mana mungkin aku mati dengan mudah? Lagi pula, aku yakin Kertajaya tidak semudah itu terhasut.”

Kamu memahami dirimu sendiri, kalau kamu memang sakti. Sepanjang hidupmu belum pernah ada satu pun orang yang bisa mengalahkanmu dalam olah kanuragan.

“Kakanda harus menyembunyikan diri. Saya yakin, kabar itu bukan sekadar kabar,” ucap istrimu.

Kamu tertawa terbahak-bahak.

“Kabar itu hanyalah kabar yang diembuskan oleh orang-orang yang tidak suka denganku,” katamu.

Apakah itu hanya sekadar kabar? Tiba-tiba dalam hatimu keluar ucapan demikian. Kamu terus meyakinkan kalau itu hanyalah kabar yang belum tentu benar. Ketika istrimu kembali mengingatkanmu, kamu membentaknya. Menyuruhnya untuk diam.

Baca juga  Lelaki ke-1000 di Ranjangku

Pertanyaan itu ternyata tidak bisa hilang. Pertanyaan itu membuatmu teringat dengan apa yang pernah istrimu impikan, wahyu keprabon terbang meninggalkan istana.

Maka dengan pikiran kacau kamu datang menemui Empu Gandring. Seorang empu yang terkenal linuwih [3] yang kamu rekrut jadi punggawa di Tumapel untuk memproduksi senjata. Kamu meminta pendapat tentang mimpi istrimu.

Empu Gandring hanya bilang kalau itu hanyalah sebuah mimpi. Dalam menjawab, Empu Gandring tidak begitu antusias. Kamu kecewa, tidak sesuai yang kamu harapkan.

“Keris yang sedang dipegang Empu terlihat bagus sekali,” ucapmu. Empu Gandring menimang-nimang sebuah keris. Keris itu meski belum jadi, kamu bisa merasakan sesuatu yang tidak enak dari keris itu.

“Ini pesanan Ken Arok. Kurang lebih lima bulan yang lalu ia memesan,” kata Empu Gandring.

***

Keris yang katanya pesanan Ken Arok itu membuatmu bergidik. Kemarin saat hendak pulang dari kediaman Empu Gandring, dari keris itu keluar seekor naga yang menakutkan, sorot matanya tertuju kepadamu. Kamu tergeragap dan hampir saja berteriak. Melihat tingkahmu, Empu Gandring bertanya, ada apa dan seketika naga itu hilang? Kamu tidak mengaku yang sebenarnya.

Naga itulah yang membuat kamu terganggu. Kamu padahal berharap, sepulang dari kediaman Empu Gandring kamu mendapat sesuatu hal yang membuatmu tenang setelah terus memikirkan mimpi dan kabar yang mengatakan Kertajaya akan membunuhmu. Nyatanya tidak. Sekarang ditambah bayangan naga, keris, dan Ken Arok.

Kamu terus mencoba untuk tenang dan berupaya untuk berpikir, apakah ada hubungan antara mimpi, kabar, naga, keris, dan Ken Arok? Kamu memanggil Ken Arok.

“Katakan sejujurnya, mengapa kamu memesan keris? Aura keris itu menakutkan sekali, aku tahu itu bukan keris sembarangan,” ucapmu setelah kamu mengatakan kalau kamu tahu, dirinya memesan keris pada Empu Gandring.

Ken Arok terlihat tenang. Matamu menyorot penuh ke arahnya.

“Memang saya memesan keris, Gusti. Tapi bukan atas keinginan saya. Saya hanya disuruh oleh Kebo Ijo. Saya juga tidak tahu, mengapa ia memesan keris itu dan dikerjakan begitu lama,” ucap Ken Arok.

“Aku merasa ada yang kamu tutup-tutupi! Keteranganmu belum lengkap!”

Ken Arok tidak mengatakan apa-apa. Ia terus berucap kalau ia tidak tahu mengapa Kebo Ijo memesan keris itu. Kamu memanggil Kebo Ijo. Pemanggilan tersebut tanpa sepengetahuan Ken Arok.

Kebo Ijo membenarkan kalau dirinya memesan keris kepada Empu Gandring. Kamu terus mengejar Kebo Ijo dengan berbagai pertanyaan, supaya alasan memesan keris terungkap. Dari jawaban-jawaban Kebo Ijo memang terkesan menyembunyikan sesuatu. Kamu tidak menyerah. Kebo Ijo masih bertahan.

Baca juga  Tradisi Telur Merah

Kamu terus mengejar dengan pertanyaan. Sekarang kamu juga menyiksa Kebo Ijo hingga ia kesakitan. Kamu menendangnya, memukulinya, sampai mengacungkan keris ke arahnya. Akhirnya Kebo Ijo mengaku yang sesungguhnya kalau ia disuruh oleh Kertajaya untuk membunuhnya dengan pesanan keris dari Empu Gandring karena ternyata Kertajaya berhasil membuktikan kalau kamu akan memberontak.

Spontan, keris yang kamu pegang langsung mendarat di perut Kebo Ijo.

“Perlu diketahui, Ken Arok juga tidak senang dengan Gusti. Ia menghendaki kematian, Gusti,” ujarnya terbata-bata. Kebo Ijo mati.

Mendengar itu, telingamu seperti menangkap suara guntur. Ken Arok? Menghendaki aku mati? Kamu benar-benar tidak menyangka. Dua orang yang kamu istimewakan telah mengkhianatimu.

Kamu sekarang bisa percaya kalau mimpi itu tidak hanya sekadar mimpi. Kabar itu tidak hanya sekadar kabar. Kamu akan dibunuh dengan keris yang dipesan oleh Kebo Ijo kepada Empu Gandring. Dan Ken Arok? Kamu tiba-tiba menjadi ingat kalau beberapa waktu lalu ada kabar yang lain, kalau Ken Arok dikabarkan jatuh cinta kepada istrimu.

Sekarang pikiranmu kisruh. Kamu membayangkan kekuasaanmu hilang. Kamu mati. Kertajaya semakin jaya. Ken Arok menggantikan posisimu sebagai suami Ken Dedes. Kisruh. Hanya kisruh yang ada. Saat ini, yang kamu bisa hanya bertanya, apa yang harus aku lakukan? ***

.

.

Keterangan:

[1] jabatan setingkat camat

[2] restu dari para leluhur

[3] lebih, andal atau ahli

.

.

Risen Dhawuh Abdullah, lahir di Sleman, 29 September 1998. Alumnus Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan (UAD) angkatan 2021. Menulis kumpulan cerpen Aku Memakan Pohon Mangga (Gambang Bukubudaya, 2018). Alumni Bengkel Bahasa dan Sastra Bantul 2015, kelas cerpen. Anggota Komunitas Jejak Imaji. Bermukim di Bantul, Yogyakarta. Bila ingin berkomunikasi bisa lewat @risen_ridho.

Alit Ambara, perupa tinggal di Yogyakarta yang aktif di Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI).

.

Impian Tunggul Ametung Lenyap. Impian Tunggul Ametung Lenyap. Impian Tunggul Ametung Lenyap. Impian Tunggul Ametung Lenyap.

Loading

Average rating 2.8 / 5. Vote count: 8

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!